Berita Tabanan
Lestarikan Tradisi meski di Tengah Pandemi, Warga Piling Tabanan Lestarikan Ngejot ke Umat Kristiani
Warga Banjar Piling Kanginan, Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, sudah sibuk berkegiatan sejak pagi, Selasa 13 April 2021.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Warga Banjar Piling Kanginan, Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, sudah sibuk berkegiatan sejak pagi, Selasa 13 April 2021.
Warga pria tengah sibuk mempersiapkan ataupun mengolah bahan makanan terutama daging babi. Sedangkan warga wanita tengah sibuk metanding (menyiapkan) banten dan mempersiapkan jajanan.
Olahan daging dan jajanan tersebut kemudian disantap bersama keluarga.
Tak lupa, mereka juga mengemas olahan daging serta jajanan bali tersebut ke dalam sebuah bungkusan.
Sebab, warga setempat masih melestarikan tradisi ngejot atau berbagi makanan ke tetangga hingga saat ini.
Perbedaannya, di banjar ini adalah warga umat Hindu ngejot ke warga umat Kristiani saat Hari Penampahan Galungan.
Baca juga: Pemkab Tabanan Kebut Analisa Kajian Kepegawaian, Target Disetor 20 April 2021, 145 ASN Dilantik
Baca juga: Pick Up Tabrak Sepeda Motor di Selemadeg Tabanan Bali, Pengendara Alami Luka, Motor Rusak Berat
Ngejot di banjar setempat merupakan tradisiri turun-temurun sebagai wujud toleransi beragama antara warga umat Hindu dengan warga umat Kristen yang ada.
Dari tradisi tersebut, ternyata memiliki nilai historis yang sangat luar biasa.
Menurut Kelian Banjar Dinas Piling Kanginan, I Wayan Agus Setiawan, tradisi ngejot ini masih tetap dilestarikan sekalipun di tengah kondisi pandemi Covid19 yang belum berakhir.
Sebelum ngejot, warga terlebih dahulu melakukan pengolahan daging terutama daging babi menjadi lawar, gorengan, sate dan sebagainnya.
Selain olahan daging, juga membuat berbagai jajanan bali seperti jaje uli dan lainnya.
Baca juga: Warga Tabanan Produksi Mi Berbahan Dasar Daun Kelor yang Baik untuk Mata dan Tanpa Bahan Pengawet
Baca juga: Warung dan Bengkel di Desa Angkah Tabanan Terbakar, Ketut Bela Merugi Rp 300 Juta
"Hingga saat ini kita masih tetap melestarikan tradisi yang ada di wilayah kami, yakni ngejot. Kegiatannya masih sama seperti sebelumnya, hanya saja yang berbeda sekarang yang ngejot menggunakan masker sebagai wujud penerapan protokol kesehatan," kata Agus Setiawan saat dikonfirmasi, Selasa 13 April 2021.
Ketika makanan sudah siap, seluruh krama banjar umat Hindu "Ngejot" atau membagi makanan ke setiap rumah warga umat Kristen.
Makanan yang kerap dibagi seperti lawar, tum, jajan (tape jaje uli, jajan bali) sate, nasi, be nyatnyat (be genyol), dan penyon (lawar nangka).
Tradisi ini memang selalu dilakukan setiap Hari Raya Galungan tepatnya pada Penampahan Galungan. Sedangkan, tradisi ngejot dilakukan umat kristiani saat perayaan Hari Natal.
"Tradisi ngejot ini sudah dilakukan secara turun temurun. Hal ini meruapakan wujud dari kerukunan beragama dan toleransi," jelasnya.
Dia menyatakan, meskipun berbeda keyakinan, antara warga umat Hindu dan Kristen juga memiliki keterikatan keluarga karena sebagian warga Hindu juga menikah dengan Warga Kristen, begitu juga sebaliknya.
"Setiap Galungan kami ngejot untuk nyama kristen disini. Begitu juga sebaliknya kami mendapat jotan ketika Hari Natal," tuturnya.
Selain ngejot, kata dia, seluruh warga disini diperlakukan sama hanya berbeda pada cara sembahyangnya saja. Kegiatan seperti ngayah, ngopin, dan matulungan juga sama dilakukan oleh seluruh warga. Bahkan seluruh warga juga tergabung salam sebuah wadah yang bernama suka duka, sehingga keluarga suka duka ini juga sangat berperan penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan.
"Kami juga sudah membentuk sebuah wadah bernama suka duka, jadi tidak ada yang membedakan semua warga juga ikut dalam berkegiatan baik itu sosial, budaya, dab lainnya juga," katanya.
Setiawan menegaskan, seluruh warga yang tinggal di banjar yang memiliki luas sekitar 100 hektare ini juga tetap menjaga persatuan dan sama sekali tidak pernah ada perpecahan.
Hal itu dijaga dengan sistem gotong royong atau saling membantu dalam segala hal seperti, keagaman, sosial, budaya, dan lainnya.
Untuk soal politik, di wilayah ini sudah disosialisasikan kepada pemuka agama, pemuda, agar tetap menjaga kerukunan.
"Meskipun berbeda pandangan, di dalam kegiatan suka duka tetap bersatu. Semua masih bersatu di bawah suka duka. Sehinnga sebuah wadah yang dinamakan suka duka ini merupakan pemersatu umat," tegasnya seraya menyatakan hal yang paling utama adalah toleransi. (*)
Berita lainnya di Berita Tabanan