Nadiem Makarim Akan Ajukan Revisi PP Standar Nasional Pendidikan

Menurut Nadiem, ada masyarakat yang menganggap PP ini meniadakan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib.

Editor: DionDBPutra
ANTARA FOTO/ Reno Esnir/hp.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Senin 16 November 2020. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021.

Hilangnya 'frasa agama' dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, dan sekarang hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib untuk perguruan tinggi.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sebelumnya mengatakan ada mispersepsi di masyarakat mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP).

Menurut Nadiem, ada masyarakat yang menganggap PP ini meniadakan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib.

Baca juga: Nadiem Makarim Targetkan Sekolah Dibuka Juli 2021 Setelah Vaksinasi Guru Selesai

Baca juga: Menteri Nadiem Tantang Mahasiswa Mengajar SD Terpencil, Dapat Bantuan Uang Kuliah dan Biaya Hidup

"Jadi ada mispersepsi dari masyarakat bahwa dengan adanya PP ini, mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia itu dikeluarkan dan bukan lagi menjadi muatan mata kuliah wajib di pendidikan tinggi," ujar Nadiem, Jumat 16 April 2021.

Anwar Abbas mengaku heran dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut. Pasalnya, saat bertemu dengan Presiden Jokowi, masih ingat dia percakapan soal mencetak anak-anak bangsa berkarakter.

"Saya bertanya kepada Presiden apa maksud dari bapak presiden untuk mencetak anak-anak bangsa yang memiliki karakter? Kira-kira seperti apa karakter yang harus dimiliki oleh anak-anak bangsa ini? Apakah mereka harus menjadi manusia-manusia yang pancasilais? Lalu dengan tegas beliau menjawab iya," kata Anwar, Senin 19 April 2021.

Menurutnya, kurikulum yang ada dalam dunia pendidikan, terutama kurikulum yang ada di perguruan tinggi tidak mendukung maksud dan tujuan Presiden Jokowi.

Anwar bingung melihat fenomena yang terjadi, karena sepengetahuannya, menteri itu adalah pembantu presiden.

"Semestinya yang mereka lakukan itu adalah bagaimana mewujudkan apa yang diinginkan dan yang dimaksudkan oleh presiden, tapi yang terjadi saya lihat malah sebaliknya, mereka malah membuat konsep dan kurikulum yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh Presiden," katanya.

Anwar mengatakan, saat ini melalui rancangan kebijakan tersebut, terlihat semacam upaya dari pihak-pihak tertentu untuk semakin menjauhkan anak-anak bangsa dari Pancasila, yang dilakukan secara sistematis dan sangat terencana.

"Kelihatannya mereka-mereka tersebut tidak percaya bahwa dengan agama dan Pancasila kita akan bisa maju," katamya.

"Padahal kalau kita yakin dan mau secara bersungguh-sungguh mengimplementasikannya, maka dengan agama dan Pancasila yang kita anut tersebut kita akan bisa menjadi negara dan bangsa yang maju yang diperhitungkan dan yang akan diteladani oleh bangsa-bangsa dan negara lain di dunia," kata Anwar.

Sebelumnya Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP PA GMNI) menyatakan kekecewaannya dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tidak mencantumkan Pancasila sebagai mata pelajaran/mata kuliah wajib di seluruh jenjang pendidikan.

Profesor Nanang T Puspito, Ketua DPP PA GMNI Bidang Ideologi berharap presiden segera merevisi PP tersebut dengan mencantumkan Pancasila secara eksplisit sejak di pasal tentang landasan Hukum dan menetapkan Pancasila sebagai mata pelajaran/mata kuliah wajib di seluruh jenjang pendidikan.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved