Berita Badung

Keberadaan Subak di Badung Semakin Diperkuat, Pasedahan Agung Buatkan Awig-Awig

Pembuatan awig-awig itu dilakukan Pasedahan Agung setempat, agar keberadaan organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur irigasi di Gumi Keris tidak

Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN BALI/I KOMANG AGUS ARYANTA
Kepala Bapenda dan Pasedahan Agung Badung, I Made Sutama 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Ratusan Subak di Kabupaten Badung, masih tetap eksis di tengah serbuan alih fungsi lahan pertanian. Bahkan keberadaan subak pun terus diperkuat dengan pembuatan awig-awig (aturan).

Pembuatan awig-awig itu dilakukan Pasedahan Agung setempat, agar keberadaan organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur irigasi di Gumi Keris tidak ikut tergerus.

Organisasi itu pun dikhawatirkan juga bisa tergerus lantaran semakin masifnya alih fungsi lahan.

Kepala Bappeda dan Pasedahan Agung Kabupaten Badung, Made Sutama yang dikonfirmasi Minggu 2 Mei 2021 mengakui pihaknya selalu berupaya mempertahankan keberadaan Subak di Kabupaten Badung.

Baca juga: Ratusan Baliho dan Spanduk Kembali Diturunkan Satpol PP Badung

Hal itu dilakukan untuk menjaga eksistensi keberadaan lahan pertanian di Badung.

"Untuk menjaga eksistensi keberadaan mereka sudah diperkuat dengan awig-awig," ujar Sutama.

Dirinya mencatat sampai saat ini jumlah subak di Badung mencapai 214 dengan jumlah pekaseh 210 orang.

Jumlah itu pun masih sama dari sebelumnya.

"Astungkara tidak ada penurunan, jumlah mereka tetap segitu," imbuhnya

Birokrat asal Pecatu, Kuta Selatan ini mengatakan seluruh Subak yang tercatat di Badung telah memiliki awig-awig.

Aturan tradisional ini menyepakati tiga hal, yakni Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.

Dijelaskan untuk Parahyangan terkait dengan aci-aci (upacara) ke Pura Subak, Pawongan terkait dengan pemilihan Pekaseh dan Palemahan terkait dengan alih fungsi lahan dan batas batas subak.

"Jadi kalau ada alih fungsi lahan itu ada di palemahan. Sehingga bisa diatur pada masing-masing subak," bebernya.

Keberadaan Awig-awig Subak, kata Sutama akan dievaluasi setiap 5 tahun sekali.

Hanya saja dalam evaluasi tetap mengacu pada Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan tersebut

Baca juga: Pemasangan Internet ke Rumah-rumah di Badung Capai 1.360 Titik

"Dari 214 subak, ada awig-awignya yang berlakunya lewat dari 5 tahun sebanyak 60 persen dan yang baru sebanyak 40 persen. Ini yang perlu terus bina, karena salah satu syarat pembentukan subak  harus memiliki awig-awig," terangnya.

Di sisi lain, puluhan hektar lahan pertanian di Kabupaten Badung tergerus alih fungsi lahan setiap tahunnya.

Dinas Pertanian dan Pangan setempat mencatat terjadi alih fungsi lahan pertanian hingga 95 hektar pertahunnya.

Sesuai statistik luas lahan pertanian 2018 tercatat 9.631 hektar.

Namun, di tahun 2019 mengalami penurunan 38 hektar sehingga luasnya 9.593 Hektar.

"Rata-rata memang 95 hekar pertahun, data ini pun kami catat dari 5 tahun terakhir. Kami berharap masyarakat tidak sembarangan dalam melakukan alih fungsi lahan maupun menjual tanahnya," ungkap Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Badung, I Wayan Wijana.

Dirinya mengakui  alih fungsi lahan sebelumnya marak terjadi di beberapa desa yang mulai padat penduduk seperti di Wilayah Kuta Utara, Abiansemal dan Mengwi.

 Termasuk beberapa lahan pertanian kini dibangun beberapa villa di lokasi yang berkembang pariwisatanya.

"Tahun ini mengalami penurunan, sehingga bisa mempertahankan lahan pertanian di Badung," katanya

Menurutnya, pembangunan sektor pertanian dari tahun ke tahun menghadapi tantangan alih fungsi lahan, sehingga hasil pertanian di Badung setiap tahunnya bisa menurun lantaran lahan yang semakin berkurang.

"Iya kalau alih fungsi lahan terus ada, tentu mempengaruhi produksi pertanian kita," tungkasnya. (*)

Artikel lainnya di Berita Badung

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved