Berita Bali
KISAH Ketut Wiku, Guru Kontrak yang Nyambi Jualan Baju Online, Gaji Sebulan Hanya Cukup untuk Makan
KISAH Ketut Wiku, Guru Kontrak yang Nyambi Jualan Baju Online, Gaji Sebulan Hanya Cukup untuk Makan
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - I Ketut Wiku Budi Laksana merupakan salah satu dari ribuan guru berstatus kontrak di Bali.
Guru mata pelajaran Bahasa Bali di SMPN 3 Tabanan patut diteladani.
Gaji yang tak seberapa membuatnya survive dan kreatif memenuhi biaya hidup sehari-hari.
Selain mengajar, ia nyambi membuat usaha dengan jualan baju online.
Usaha sampingan tersebut sudah dia lakoni sejak masih kuliah di jurusan Bahasa Bali IHDN Denpasar.
Tak hanya itu, Wiku juga sempat kerja sampingan di sebuah restoran di Denpasar.
Setelah lulus kuliah pada 2015 lalu, ia selesai bekerja di restoran dan langsung melamar menjadi tenaga pendidik di Kabupaten Tabanan.
Ia diterima sebagai guru berstatus kontrak di SMPN 3 Tabanan.

"Setidaknya sudah enam tahun menjadi guru di Tabanan hingga saat ini," tuturnya, Minggu 2 Mei 2021.
Dia melanjutkan, selama menjadi guru kontrak di Tabanan hanya memperoleh satu kali kenaikan gaji.
Awalnya ia mendapat gaji senilai Rp 1.1 Juta dan dipotong biaya BPJS Rp50.000 sehingga yang diterima senilai Rp1.050.000.
Gaji yang ia terima tersebut hanya cukup untuk membeli makan sehari-hari dan kuota internet.
Sedangkan untuk uang bensin sepeda motornya harus dicarikan celah lain.
"Kalau dihitung gaji kita hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Angglah kita menghabiskan Rp 30 ribu sehari saja sudah Rp 900 ribu dalam sebulan. Kemudian kuota internet Rp 125 ribu perbulan, kemudian uang bensin beberpa kali," ceritanya.
Namun, ia merasa sangat bersyukur karena selama ini kehidupan sehari-harinya juga ditopang oleh penghasilan dari usaha sampingannya.
Tak jarang, penghasilan dari usaha sampingan ini bisa lebih besar dari penggasilan yang ia terima menjadi guru dalam sebulan.
"Astungkara usaha sampingan ini masih tetap bisa berjalan sampai saat ini. Semoga saja kedepannya bisa tetapenopang biaya hidup ini," ujar lulusan IHDN Denpasar itu.
Apakah tidak tertarik mengikuti seleksi CPNS atau seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)?
Pria kelahiran Jembrana 7 April 1992 ini mengaku sudah dua kali mengikuti seleksi CPNS dan tidak lulus.
Sekitar dua hari lalu, ia pun mendaftar PPPK dan berharap bisa menjadi salah satu yang lolos.
"Sudah pernah dua lali ikut (CPNS) tapi belum lulus. Semoga dengan dibukannya seleksi PPPK ini nantinya bisa berhasil," harapnya.
Ia berharap adanya pemerataan gaji guru berstatus kontrak di Bali. Sebab, selama ini masih terjadi ketimpangan gaji di satu daerah dengan daerah lainnya berdasarkan pendapatan daerah bersangkutan.
Dia mencontohkan, gaji guru kontrak di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar sudah diatas Rp2.5 Juta sebulan, sedangkan di Tabanan mendapat kurang dari separuhnya.
"Kita sadar mungkin Tabanan pendapatannya tidak sebanyak Badung dan Denpasar. Sehingga yang kita harapkan daerah lainnya selain Badung dan Denpasar bisa diberikan pemerataan agar tidak terlalu jauh ketimpangannya. Karena kita ketahui tugas seorang guru sangatlah berat di saat ini. Jadi ini perlu dicarikan solusi oleh pemerintah Tabanan dan Bali," harapnya.
Lebih Baik Pembelajaran Tatap Muka
Ketut Wiku Budi Laksana menceritakan, selama masa pandemi covid-19, proses pembelajaran dinilainya kurang maksimal.
Salah satu faktornya adalah dukungan orang tua. Tak jarang orang tua yang bersikap cuek dengan anaknya ketika mendapat tugas dari guru kelasnya secara online.
Misalnya ketika guru menyampaikan soal tugas ke WhatsApp Group (WAG), orang tua justru tak menyampaikannya ke anaknya (siswa).
Sehingga, siswa tersebut tak mengetahui dan tak membuat tugas serta mengumpul tugas hingga tenggat waktu yang sudah disepakati.
"Jika gadget rata-rata siswa sudah semua punya. Tapi terkadang gadgetnya dipegang orang tuanya. Sehingga ketika orang tua tak menyampaikannya ke anak, praktis anak tersebut tak mengetahuinya dan tak mengumpul tugas," ungkapnya.
Faktor lain yang menjadi penyebab siswa tak mengumpul tugas adalah pergaulan.
Wiku menyatakan kerap menerima laporan bahwa siswa yang tak pernah mengikuti pelajaran daring dan tak pernah mengumpul tugas ini memang tak pernah berniat.
Artinya ia lebih mementingkan bermain dengan pergaulannya dan mengacuhkan tugas yang diberikan oleh guru sekolahnnya.
"Jadi sangat jauh perbandingannya dengan pembelajaran tatap muka. Jika PTM kita bisa mengontrol kondisi dan situasi para siswa, namun jika saat pandemi ini kita lebih sulit mengontrolnya karena mereka di rumah," jelasnya.
Dia berharap, seluruh orang tua siswa agar ikut andil dalam pengawasan anak-anaknya selama pembelajaran daring di masa pandemi.
"Kami sangat berharap dukungan dan pengawasan anaknya oleh orang tua siswa seluruhnya. Jika dukungan sudah dilakukan sangat baik oleh mereka, pembelajaran daring ini bisa berjalan dengan sangat baik," harapnya. (*)