Indef Tak Yakin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Mencapai 5 Persen

Untuk mencapai 5 persen pada triwulan berikutnya, kata Eko, pemerintah tidak cukup hanya mengandalkan belanja fiskal.

Editor: DionDBPutra
via Tribunnews.com
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economic and Finance (Indef) tidak yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dapat mencapai 5 persen.

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2021 kemungkinan masih akan minus 1 persen, dan artinya triwulan berikutnya harus konsisten tumbuh 5 persen lebih untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5 persen.

"Tapi itu tetap pertumbuhan ekonomi tidak sampai 5 persen, paling 3,5 persen kalau konsisten 5 persen pertumbuhan triwulan," kata Eko saat webinar, Senin 3 Mei 2021.

"Walaupun ada proyeksi- proyeksi dari Bloomberg menyatakan 6,7 persen, atau Pak Jokowi targetnya 7 persen triwulan kedua. Ya mudah-mudahan dapat," imbuhnya.

Baca juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, KBI Jalankan Fungsi Lembaga Kliring Perdagangan Timah Dalam Negeri 

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Bali Dihantam Pandemi, Akademisi Undiksha: Momentum Tepat Reorientasi Pariwisata

Untuk mencapai 5 persen pada triwulan berikutnya, kata Eko, pemerintah tidak cukup hanya mengandalkan belanja fiskal, tetapi perlu mendorong penyaluran kredit perbankan yang saat ini negatif pertumbuhannya.

Selain itu, kunci mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini, yaitu penanganan pandemi Covid-19. Untuk hal ini, pemerintah harus bersunguh-sungguh mengatasi persoalan tersebut dengan cepat.

"Tidak ada jalan lain, negara yang berhasil mengakselerasi perekonomiannya, itu berkaitan dengan vaksinasi atau setidaknya berhasil menangani pandemi. Amerika, China, ya mereka pasti mengimbangi kemampuan penanganan kesehatan, kuncinya penanganan pandemi," tutur Eko.

Makin parah

Dalam kesempatan terpisah, ekonom Indef Drajad Wibowo mengatakan bahwa kondisi impor dan kedaulatan pangan cenderung semakin parah sejak Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998.

Di zaman orde baru pangan bukan sekadar penopang ekonomi dan mensejahterakan rakyat, tapi juga sebagai bagian dari pertahanan keamanan nasional

Kekinian masalah impor ini terjadi lantaran produksi pangan pokok seperti beras, gula, dan daging sudah jauh di bawah konsumsi nasional.

"Dengan pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita Indonesia otomatis kebutuhan pangan naik dengan cepat. Kenaikan ini jauh lebih cepat dari kenaikan produksi pangan, apalagi sebagian produksi tersebut stagnan," kata Drajad dalam webinar Permasalahan Impor dan Kedaulatan Pangan, Senin 3 Mei 2021.

Menurutnya, akar permasalahan Indonesia sangat bergantung terhadap impor pangan lantaran harga produksi petani/peternak Indonesia yang jauh lebih mahal dari negara tetangga.

"Produksi pangan tidak mencukupi konsumsi sehingga mau tidak mau harus impor pangan agar harga stabil," jelasnya.

Di sisi lain selisih harga yang besar tersebut membuat impor menjadi bisnis yang super menggiurkan. Itu pula sebabnya para raja impor pangan mampu menjadi raksasa bisnis di Indonesia.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved