Serba Serbi
Makna Rahinan Pegatwakan, Hari Suci yang Menandakan Berakhirnya Rangkaian Galungan dan Kuningan
"Hari ini merupakan hari suci dari berakhirnya rangkaian hari suci Galungan dan Kuningan, yang berlangsung selama 42 hari atau dalam bahasa Bali
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Dimana dilandasi dengan sifat- sifat keraksasaan ( sifat kala) yang mamurti. Sehingga pada saat ini, tidak baik untuk melaksanakan kegiatan upacara yadnya.
Selama kurun waktu ini, umat Hindu dangat menghindari melaksanakan upacara yadnya karena tidak merupakan dewasa ayu (hari baik).
"Ditilik dari kata Buncal Balung ini, yang beranalogi bahwa pada saat itu termasuk hari kurang baik. Sehingga dapat menimbulkan hal- hal yang negatif," jelas pemangku Pura Campuhan Windhu Segara ini.
Apa makna hari suci Buda kliwon Pegatwakan atau Buda Kliwon Pahang, dari etimologinya hari suci ini terdiri dari kata pegat dan kata uwakan.
Kata pegat berarti putus atau berakhir, dan kata uwakan berarti kembali atau terbuka.
"Ini berarti bahwa hari suci Pegatwakan adalah mulai berakhirnya atau putus selesai dan kembali atau terbuka," sebutnya.
Yang berkaitan dengan perayaan hari suci Galungan dan hari suci Kuningan, sehingga para umat Hindu mulai membuka lembaran baru.
Untuk nelaksanakan kegiatan upacara yadnya, karena sudah ada hari- hari baik atau dewasa ayu.
Pada hari suci ini, para umat Hindu melakukan persembahyangan ngaturang canang asebit sari atau sekemampuan berupa canang burat wangi, sasayut dirgayusa, panyeneng, tatebus di parahyangan atau tempat-tempat persembahyangan untuk memohon anugerah-Nya.
"Hari suci ini sebagai berakhirnya rangkaian hari suci Galungan dan hari suci Kuningan, sehingga pada saat ini penjor dan perlengkapannya seperti gantungan tamiang serta lain sebagainya sudah bisa diturunkan dan dibakar kemudian abunya dimasukkan ke dalam kelungah nyuh gading dan ditanam di belakang sanggah rong tiga," katanya.
Baca juga: Ini Makna Tilem Jyesta yang Datang Setiap Setahun Sekali dalam Hindu Bali
Dengan tujuan agar kehidupan manusia, tetap memperoleh karunia atau anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya.
Untuk mencabut penjor, didahului dengan menghaturkan canang asebit sari atau sekemampuan.
Kemudian di bawah penjor menghaturkan segehan dengan tujuan nyomya bhuta kala. Agar terwujud keharmonisan antara bhuana alit dan bhuana agung.(*)
Artikel lainnya di Serba Serbi