Berita Bali
Cerita Wayan Suparta Sopir Angkot Denpasar Harus Hadapi Tantangan Zaman
Jurusan angkot yang Wayan Suparta kemudikan adalah Ubung-Sanglah, Ubung-Kreneng, dan Kreneng-Sanglah
Penulis: Harun Ar Rasyid | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ia buru-buru undur diri ketika penumpang pertama setelah dirinya menunggu sekitar 1 jam itu datang.
Setidaknya, Ia bisa menghabiskan beberapa gelas kopi sebelum penumpang yang dia tunggu-tunggu tiba.
Suparta merupakan supir angkutan kota (Angkot) di Kota Denpasar.
Ia sudah menjadi supir angkot sekitar 30 tahun lebih.
Baca juga: Berlangsung Secara Hybrid, Kemen Kominfo Jadikan Kota Denpasar Peluncuran Literasi Digital Nasional
Angkot yang Ia kemudikan merupakan miliknya sendiri.
Angkotnya bisa ditemui di depan pasar Badung.
Menunggu penumpang, yang kadang tak kunjung datang.
Ia mengisahkan kondisi hari ini sangat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kondisi pandemi dan saingan yang semakin banyak membuat dirinya merasa kesusahan.
Ia mengatakan dulu Ia bisa mendapatkan penumpang dengan mudah.
Trayek-trayek yang sudah tersedia tinggal Ia ikuti.
Namun, dewasa ini, Ia harus menunggu berjam-jam hanya untuk mendapatkan satu dua penumpang.
“Dulu gampang, tinggal ngikutin jalur dan nunggu penuh bisa langsung jalan [bawa penumpang], sekarang ini susah sekali, nunggu sambil ngopi tiga gelas juga masih belum ada,” keluhnya.
Jurusan angkot yang Wayan Suparta kemudikan adalah Ubung-Sanglah, Ubung-Kreneng, dan Kreneng-Sanglah.
Namun dirinya mengakui jurusan angkot di zaman sekarang tidak begitu terlalu penting.
“Dapet penumpang aja susah, ya gimana mau tetep-tetep pake trayek,” jelasnya.
Baca juga: Kisah Berdirinya KooD Denpasar, Makanan Sehat dan Murah Untuk Semua
Ia menambahkan angkot yang ia kemudikan akan mengantar kemana penumpang ingin diantar.
Dulu sebelum maraknya angkutan yang berbasis online dan angkutan umum seperti bus-bus yang beroperasi di dalam kota, Dia bisa mendapatkan penghasilan lebih dari cukup.
Bahkan sebagian penghasilan yang ia dapatkan bisa disimpan untuk keperluan-keperluan lain.
Misalnya untuk perbaikan angkot miliknya.
Hari-hari ini tidak berlangsung demikian, zaman berubah hidup makin susah.
Namun, ia menolak tuk mengeluh, ia mengatakan adanya transportasi baru yang menyaingi angkotnya merupakan hal biasa.
"ya, itu bentuk persainganlah," ujarnya.
Ia malah mendukung program pemerintah terkait transportasi umum.
“Tidak masalah itu, kan namanya persaingan,” ujarnya, pada kamis 20 Mei 2021.
Jika dari pasar Badung ke Ubung, para penumpang membayar biaya sebesar Rp 5 ribu.
Namun, para penumpang juga ada yang membayar hingga Rp 7 ribu.
Ongkos tersebut dirasa kurang oleh Wayan Suparta, namun Ia memaklumi bawa kondisi pandemi seperti ini membuat orang kesusahan.
Selain itu, ia juga paham bahwa kondisi ekonomi orang berbeda-beda.
Suparta kemudian menjelaskan masyarakat yang masih menaiki angkotnya berasal dari pedagang-pedagang yang berbelanja ke Pasar Badung dan Pasar Kumbasari.
Baca juga: Arus Balik Lebaran 2021, Disdukcapil Denpasar Gelar Sidak Kependudukan, Data 29 Penduduk Luar Bali
Orang-orang yang membawa barang belanjaan lebih dari tiga kresek juga akan menghentikan angkot milik Wayan Suparta untuk dipakai jasanya.
Ia berandai-andai, mungkin suatu hari angkot yang hari ini Ia gunakan sebagai mata pencahariannya akan hilang.
Ia merasa angkot yang ia kemudikan lambat laun akan tidak layak pakai.
Ditanya bagaimana cara bertahan di tengah situasi yang penuh persaingan dirinya mengatakan, “bertahan ya bertahan, gimanapun caranya”
Disamping itu, Suparta mengatakan angkot yang ia bawa menjadi harapan untuk terus menghidupi keluarganya.
Biaya dapur, biaya kuota untuk sekolah anaknya membuat ia setiap hari harus keluar dengan angkotnya untuk mencari penumpang.
Meskipun gelas-gelas kopi yang ia minum mungkin akan bertambah.
“Kadang capek sih,” ujarnya.
Ia sudah menjadi supir sejak tahun 1990. Sudah sekitar 30 tahun. Waktu itu ia baru berumur 21 tahun.
Kendaraan yang ia kendarai mulai dari roda tiga hingga kendaraan angkot miliknya hari ini.
Jumlah angkot yang beroperasi di Kota Denpasar hari ini menurutnya sebanyak sekitar 50 armada.
Kelimapuluh armada tersebut dimiliki secara pribadi oleh para sopir angkot.
Menurutnya, hal ini membuat penghasilan berkurang.
“Jadinya mandek, ada tambahan biaya perbaikan, samsat, semuanya mandek,” ungkapnya.
Namun di tengah persaingan yang makin ketat, dirinya berharap angkutan kendaraan umum resmi milik pemerintah dan angkotnya bisa saling mengisi.(*)
Artikel lainnya di Berita Bali