Berita Bali
Memaknai Tumpek Krulut: Gambelan, Kasih Sayang, hingga Pemujaan Kepada Bhatara Iswara
Memaknai Tumpek Krulut: Gambelan, Kasih Sayang, hingga Pemujaan Kepada Bhatara Iswara
Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
Tumpek merupakan perwujudan dalam menghormati infrastruktur yang menyertai manusia dalam rangka meraih tujuan.
Seperti Tumpek Wariga, di mana umat Hindu di Bali menghaturkan sesajen pada tumbuh-tumbuhan sebagai rasa syukur manusia terhadap kelimpahan makanan dan banyak fungsi dari tumbuhan yang membantu manusia.
Nah, sekarang ada juga Tumpek Krulut.
Kalau berbicara mengenai Tumpek Krulut, berarti kita berbicara masalah lulut atau dalam bahasa umum artinya cinta atau love.
Di mana tumpek ini jatuh setiap enam bulan sekali, yakni Sabtu, Kliwon, Wuku Krulut.
Tumpek Krulut menurut teks Aji Gurnitha, disebutkan bahwa hari yang tepat untuk mengupacarai gambelan.
Lalu bagaimana hari penyucian gambelan ini bisa dikaitkan dengan hari kasih sayang?
Sejatinya hal ini berkaitan dengan pemaknaan.
Gambelan itu terdiri dari banyak instrumen. Meski berbeda-beda suara, namun ketika dipukul bersamaan sesuai fungsinya, maka akan melahirkan satu melodi atau alunan musik yang indah.
Hidup manusia ini sebenarnya tidak ubahnya seperti gambelan dalam pementasan.
Di mana setiap orang memiliki peranannya masing-masing, yang bertujuan untuk melengkapi satu sama lain.
Bukan untuk merusak satu sama lain.
Jadi untuk menjalin hubungan harmonis dengan sesama manusia, maka di situlah kita harus menjadi gambelan.
Kita meski tahu kedudukan kita. Dari kedudukan itu kita akan melaksanakan fungsi kita sehingga dengan demikian kita melengkapi satu sama lainnya untuk mewujudkan satu bunyi yang harmoni.
Titilaras atau nada suara gambelaan Bali adalah ndang, nding, ndung, ndeng, ndong.