Berita Buleleng

Harga Kedelai Import Naik, Ramdhani Pengusaha Tempe dan Tahu di Buleleng Kurangi Jumlah Produksi

Harga kedelai import merangkak naik. Kenaikan ini terjadi sejak hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Noviana Windri
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Warga di Lingkungan Taman Sari, Kecamatan Buleleng saat membuat tempe dan tahu, Senin (31/5). 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Harga kedelai import merangkak naik.

Kenaikan ini terjadi sejak hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah.

Kondisi ini lantas membuat para pengusaha tempe dan tahu yang ada di kawasan Lingkungan Taman Sari, Kecamatan/Kabupaten Buleleng mengeluh.

Pasalnya mereka harus mengurangi jumlah produksi, hingga berdampak pada penghasilannya. 

Salah satu pengusaha tempe dan tahu di Lingkungan Taman Sari, Ramdhani (40) mengatakan, harga kedelai import saat ini mencapai Rp 10.700 per kilogram.

Harga Kedelai Impor Naik, Profesor I Wayan Windia: Segera Implementasikan Konsep Kemandirian Pangan

Jokowi Peringatkan Agar Hati-hati, Indonesia Masih Banyak Impor Pangan Mulai Kedelai Hingga Gula

Sementara sebelumnya hanya Rp 6 ribu per kilogram.

Kenaikan ini terjadi secara perlahan, sejak hari Raya Idul Fitri lalu.

"Naiknya pelan-pelan, dari Rp 6 ribu perkilo, terus besoknya naik Rp 7.800 per kilo, siangnya sudah naik lagi jadi Rp 8000 per kilo, sorenya naik lagi Rp 8.500 per kilo. Besoknya naik lagi ke Rp 9000 per kilo, jadi naiknya bertahap sampai hari ini jadi Rp 10.700 per kilo," ungkapnya saat ditemui, Senin 31 Mei 2021.

Dengan kenaikan ini, Ramdhani pun mengaku terpaksa mengurangi jumlah produksinya.

Dari yang biasanya menghabiskan 50 kilogram kedelai per hari, menjadi 40 kilogram per hari.

Hal ini juga praktis berdampak pada keuntungan yang diperoleh. Jika biasanya mencapai Rp 400 ribu per hari, kini berkurang menjadi Rp 200 ribu per hari. 

"Saya tidak bisa menaikan harganya, karena pembeli pasti protes. Saingannya juga banyak. Jadi terpaksa mengurangi produksi saja, yang penting lancar dan cukup untuk makan anak-anak," katanya. 

Pria yang sudah menekuni bisnis tempe dan tahun sejak belasan tahun ini menyebut, kedelai yang digunakan untuk membuat tempe dan tahu ini memang harus menggunakan kedelai yang diimport dari Amerika.

Sebab kualitasnya jauh lebih baik.

Untuk itu, ia berharap kepada pemerintah agar mengatasi masalah ini, sehingga harga kedelai import bisa kembali normal. 

Kisah Penjual Tahu Keliling Berjuang di Tengah Pandemi, Tambah Berat dengan Kenaikan Harga Kedelai

"Kalau pakai kedelai lokal, lebih kotor. Saya trauma, karena banyak batu dan tanahnya. Jadi makan waktu untuk membersihkan. Kalau pakai kedelai import, lebih bersih dan kualitasnya lebih bagus," jelasnya. (rtu)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved