Berita Bali
Menelaah Peredaran Narkoba di Bali hingga Benturan Pendekatan Pidana Vs Rehabilitasi
Menelaah Potensi Peredaran Narkoba di Bali hingga Benturan Pendekatan Pidana vs Rehabilitasi
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Widyartha Suryawan
Dalam hal ini ada kesempatan bagi mereka para pelaku maka muncul niat untuk melakukan.
"Mereka ada kesempatan. Ada celah mengedarkan narkoba atau jual beli narkoba. Lalu dimanfaatkan. Yang jelas, memang ada faktor ekonomi terpuruk dengan kejahatan yang bisa terjadi. Salah satunya bentuk kejahatan dalam bidang narkotika," jabarnya.

Prof Rai berharap, perhatian serius lebih diberikan oleh aparat penegak hukum yang berwenang sebagai ujung tombak, baik secara pencegahan aspek preventif maupun represif.
"Khusus untuk pencegahan bisa dilakukan melalaui kegiatan-kegiatan yang terkait, khususnya dengan generasi muda, sosialisasi anti narkoba. Dan pendekatan keluarga. Masing-masing keluarga supaya berperan untuk upaya pencegahan," ujarnya.
"Perlu pengawasan atau peran serta masyarakat, terutama masyarakat sekitar karena kejahatan narkoba sangat besar dipengaruhi lingkungan. Perlu kontrol sosial dari masyarakat. Kalau kontrolnya kuat, apa yang diinginkan oleh masyarakat, seperti terhindar dari bahaya narkoba bisa terbentuk," pungkas Guru Besar Hukum Pidana dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali itu.
Pendekatan Pidana Penjara vs Rehabilitasi
Prof Rai menilai, pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna narkoba belum maksimal diterapkan.
Ditetapkannya Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menjadi payung hukum untuk mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari bahaya penyalahgunaan narkotika termasuk seharusnya menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna narkotika.
"Penegak hukum harus lebih banyak merehabilitasi pecandu narkoba. Upaya rehab medis dan sosial bagi penyalahguna yang menjadi ikon UU 35/2009 untuk lebih banyak merehabilitasi bagi pecandu atau korban penyalahguna narkotika yang dulu dihukum penjara sekarang direhab," kata Prof Rai.
Dalam mekanisme pemberantasan narkoba, kata Prof Rai, masih terjadi benturan pedekatan kriminal pidana penjara dan pendekatan kesehatan berupa rehabilitasi.
Baca juga: Sopir Truk Ekspedisi Itu Merinding, Barang yang Diangkutnya ke Bali Ternyata Puluhan Kilogram Ganja
"Rehabilitasi medis dipandang masih belum efektif berjalan. Sebab dari kasus narkotika yang ada, 90 persen jaksa menuntut hukuman pidana penjara sehingga jarang menuntut rehabilitasi, 10 persennya menuntut rehab," ujarnya.
Rehabilitasi medis kepada penyalahguna belum efektif juga terlihat dari data penelitian yang menyebutkan bahwa 94 persen hakim menjatuhkan vonis pidana penjara, dan hanya 6 persen menjatuhkan tindakan rehabilitasi. Itu pun hanya terhadap anak-anak.
"Itulah sebabnya penjara penuh 70-80 persen kejahatan narkotika," bebernya.
Albert Wirya dalam buku yang ia tulis berjudul Diujung Palu Hakim, Dokumentasi Vonis Rehabilitasi di Jabodetabek tahun 2014 diterbitkan oleh Lembaga Bantuan Hukum.

Dalam buku tersebut penulis menguraikan bahwa kasus narkotika yang mendapat putusan rehabilitasi tidak sesuai dengan harapan.
"Misal ada tuntutan rehab sebesar 71,4 persen namun yang diputuskan hanya 28,6 persen," kata Prof Rai.