Serba Serbi
Sayut Pangenteg Bayu dan Pageh Urip Digunakan Saat Otonan, Ini Maknanya dalam Hindu Bali
Sayut pageh urip, adalah sesayut permohonan agar orang melakukan upacara, sehat selalu dan mencapai usia panjang.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Ini bermakna menyucikan dan menetralisir kembali Sang Hyang Atma.
Dengan harapan jiwa yang bersangkutan, senantiasa tetap suci, baik, dan dalam genggaman keselamatan sekala niskala.
Prosesi selanjutnya adalah matetebus. Sang ibu akan mengambil dua helai benang berwarna putih. Helai pertama diletakkan di kepala yang meoton.
Dan ada pula yang di telinga. Selanjutnya benang yang agak panjang, dililitkan layaknya gelang ke pergelangan tangan si anak. Di sini pula ada sesontengannya.
Bunyinya 'Jani cening magelang benang, apang cening mauwat kawat matulang besi'.
Artinya dengan gelang itu, diharapkan anaknya bisa memiliki tubuh yang sehat kayaknya memiliki otot kawat dan tulang besi.
Usai prosesi itu, si anak diberikan tirta Hyang Guru. Hal ini memiliki makna, agar yang bersangkutan memperoleh kesehatan dan kesempatan lahir batin.
Kemudian selalu mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasiNya. Barulah ngayab sesayut, dengan memutar searah jarum jam.
Bunyi sesontengannya 'ne cening ngilehang sampan, ngilehang perahu, batu mokocok, tungked bungbungan, teked dipasisi napetang perahu bencah'.
Hal itu, sebagai pangenteg Bayu agar sang anak tetap pendiriannya serta memiliki kepribadian stabil. Di dalam menjalani kehidupan di dunia.
"Kalau dilihat filosofinya, upacara otonan ini adalah pembersihan raga kasar dari segala Mala," katanya. Hal ini khususnya ketika masesapuh.
Kemudian setelah badan kasar bersih, jiwa disucikan dengan prosesi matepung tawar atau masegau. Sehingga Sang Hyang Atma yang bersih kembali terhubung dengan badan kasar yang juga bersih. Melalui sarana benang tebus itu.
Diakhiri dengan menstabilkan pikiran agar jiwa raga stabil dan bersih dalam menjalani kehidupan. (*)
Artikel lainnya di Serba Serbi