75 Persen Karyawan Wajib WFH Selama Penguatan PPKM Mikro Mulai 22 Juni
Selain, selain zona merah, WFH dan WFO diterapkan 50 persen banding 50 persen karyawan.
Di luar zona merah, kegiatan di tempat-tempat tersebut diizinkan dibuka 25 persen dari kapasitas tempat dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
Pembatasan serupa juga akan diterapkan pada kegiatan seni budaya dan sosial kemasyarakatan di zona merah.
Di luar zona merah, kegiatan seni budaya dan sosial kemasyarakatan dibatasi 25 persen dari kapasitas total lokasi.
"Juga dengan catatan bahwa kegiatan hajatan kemasyarakatan paling banyak 25 persen dari kapasitas ruangan dan tidak ada hidangan makan di tempat, artinya makan itu dibawa pulang," kata Airlangga.
Selanjutnya, kegiatan rapat dan seminar di zona merah wajib dilakukan secara daring sampai situasi dinyatakan aman. Di zona lainnya, kegiatan tersebut diizinkan paling banyak 25 persen dari kapasitas tempat.
"Kemudian transportasi umum dilakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional oleh pemerintah daerah dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat," kata Airlangga.
Adapun sebelumnya pemerintah menerapkan PPKM mikro tahap ke-10 selama 15-28 Juni 2021. Kebijakan itu diberlakukan di 34 provinsi di Tanah Air.
Ambil langkah radikal
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) meminta pemerintah untuk berani menentukan langkah radikal mengatasi lonjakan kasus Covid-19 di tanah air.
Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra menyatakan ada dua opsi yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) nasional.
Kedua, lockdown regional secara berkala di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
"Usul yang paling radikal yaitu lockdown regional. Ini bentuk paling logis. Karena seluruh negara yang sudah melewati kasus, tidak ada cara lain," kata Hermawan dalam konferensi pers 'Desakan Emergency Responses: Prioritas Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi' secara daring, Minggu 20 Juni 2021.
Menurut Hermawan, kerugian ekonomi yang timbul akibat penerapan lockdown dapat diukur oleh pemerintah. Dengan demikian, ketika kesehatan pulih, ekonomi nasional pun bisa dipulihkan. Ia menegaskan, pemerintah harus mampu menentukan prioritas.
"Dulu kita takut, ketika bahasa lockdown, takut PSBB nasional dengan asumsi butuh ratusan triliun. Kira-kira berapa duit yang sudah habis hingga 15 bulan berlalu ini? Tapi tidak mampu kita ukur," ujarnya.
Ia mengatakan, hingga saat ini belum ada kebijakan yang cukup kuat dari pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Hermawan mengungkapkan, jika kebijakan pemerintah seperti ini terus, Indonesia tidak akan pernah selesai mengatasi pandemi.
"Rasa-rasanya kalau negara kita begini-begini saja, kita tidak akan pernah keluar dari pandemi Covid-19. Rem, gas, rem, gas itu adalah kebijakan yang terkatung-katung yang membuat kita hanya menunda bom waktu," tandasnya.