Serba Serbi

Hubungan Suami Istri Dalam Usada Hindu di Bali

Hubungan suami istri memang ada dan dibahas dalam Usada Hindu di Bali. Adapun yang diatur adalah hari baik bersenggama

Gambar oleh Anastasiya Babienko dari Pixabay
Foto ilustrasi pasangan suami istri - Hubungan Suami Istri Dalam Usada Hindu di Bali 

Sesuai dengan isi lontar Pameda Smara.

“Hari yang tidak baik untuk bertemu (bersenggama) dengan istri, adalah pada saat hari kelahiran, Purnama, Tilem, Purwani. Itu amatlah tidak baik, karena akan terkena malapetaka dari Dewa Surya dan Dewa Candra," tegasnya.

"Hal itu, karena perbuatan yang menyamai perbuatan dari para dewata," katanya.

Serta ada juga hari lainnya, Anggara Kliwon, Budha Kliwon, Saniscara Kliwon, yakni semua hari yang disebut sebagai rerahinan.

Sehingga pada hari tersebut, semuanya tidak boleh dilanggar, apalagi untuk melakukan persenggamaan.

"Pada hakekatnya, sanggama adalah kelanjutan dari kama, dan kata kama memiliki pengertian keinginan, cinta, kasih sayang, kesenangan, indria, air mani, nama Dewa Cinta," jelas dosen UNHI ini.

Pada pengertian ini, Hindu di Bali menyebut Kama Tattwa.

Dan arti dari tattwa adalah kesejatian.

Pada posisi ini, kama itu mesti terarah dan memiliki landasan yang jelas yaitu Dharma.

Merujuk pada Catur Purusa Artha, yaitu salah satu konsep dari etika Hindu.

Disebutkan bagiannya antara lain Dharma, Arta, Kama, Moksa.

"Hal inilah disambungkan dengan Catur Asrama yaitu Brahmacari, Grehasta, Wanaprasta dan Bhiksuka," sebutnya.

Maka jika manusia mendalami, kedua konsep ini.

Keduanya amatlah berhubungan, kata dia, dimana pada saat Brahmacari maka seseorang mencari dan menguatkan Dharma.

"Lalu pada saat Grehasta, kita memenuhi dan mencari Arta, pada saat Wanaprasta kita mengurangi keinginnan, dan pada Bhiksuka kita mencapai kebebasan," jelasnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved