Serba Serbi
Hubungan Suami Istri Dalam Usada Hindu di Bali
Hubungan suami istri memang ada dan dibahas dalam Usada Hindu di Bali. Adapun yang diatur adalah hari baik bersenggama
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Sesuai dengan isi lontar Pameda Smara.
“Hari yang tidak baik untuk bertemu (bersenggama) dengan istri, adalah pada saat hari kelahiran, Purnama, Tilem, Purwani. Itu amatlah tidak baik, karena akan terkena malapetaka dari Dewa Surya dan Dewa Candra," tegasnya.
"Hal itu, karena perbuatan yang menyamai perbuatan dari para dewata," katanya.
Serta ada juga hari lainnya, Anggara Kliwon, Budha Kliwon, Saniscara Kliwon, yakni semua hari yang disebut sebagai rerahinan.
Sehingga pada hari tersebut, semuanya tidak boleh dilanggar, apalagi untuk melakukan persenggamaan.
"Pada hakekatnya, sanggama adalah kelanjutan dari kama, dan kata kama memiliki pengertian keinginan, cinta, kasih sayang, kesenangan, indria, air mani, nama Dewa Cinta," jelas dosen UNHI ini.
Pada pengertian ini, Hindu di Bali menyebut Kama Tattwa.
Dan arti dari tattwa adalah kesejatian.
Pada posisi ini, kama itu mesti terarah dan memiliki landasan yang jelas yaitu Dharma.
Merujuk pada Catur Purusa Artha, yaitu salah satu konsep dari etika Hindu.
Disebutkan bagiannya antara lain Dharma, Arta, Kama, Moksa.
"Hal inilah disambungkan dengan Catur Asrama yaitu Brahmacari, Grehasta, Wanaprasta dan Bhiksuka," sebutnya.
Maka jika manusia mendalami, kedua konsep ini.
Keduanya amatlah berhubungan, kata dia, dimana pada saat Brahmacari maka seseorang mencari dan menguatkan Dharma.
"Lalu pada saat Grehasta, kita memenuhi dan mencari Arta, pada saat Wanaprasta kita mengurangi keinginnan, dan pada Bhiksuka kita mencapai kebebasan," jelasnya.