Serba serbi

Apa Makna Filosofi Memuja Roh Leluhur di Bali?

Banyak orang bertanya-tanya. Mengapa roh leluhur yang telah meninggal, diupacarai dan disucikan masih dipuja oleh keturunannya?

Ilustrasi - Apa Makna Filosofi Memuja Roh Leluhur di Bali? 

Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Banyak orang bertanya-tanya. Mengapa roh leluhur yang telah meninggal, diupacarai dan disucikan masih dipuja oleh keturunannya?

Kemudian apakah roh leluhur yang dipuja ini, membuat roh tersebut menjadi terikat dengan dunia dan tidak bebas ke alam Tuhan? 

Berikut penjelasan Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, kepada Tribun Bali, Jumat 25 Juni 2021.

"Memuja berasal dari kata puja, yang artinya mengagungkan," jelas Ida Rsi.  

Baca juga: Reinkarnasi Leluhur, Berikut Penjelasan Sulinggih

Begitu juga arti puja, kemudian akan menjadi kata pujian. Jadi memuja, kata beliau, adalah aktivitas mengagungkan atau memuji akan keberadaan Tuhan.

"Semua mantra-mantra yang dilantunkan kepada Tuhan akan terdiri dari tiga bagian yaitu, pertama pujian, kedua permohonan, dan yang tiga permohonan maaf," sebut pensiunan dosen Unhi ini. 

Sehingga apabila umat Hindu memuja roh leluhur, tujuannya sama seperti yang umat lakukan dalam pemujaan setiap hari ke hadapan Tuhan. 

Baca juga: Arti dan Makna Wuku Sungsang Dalam Hindu Bali, Roh Leluhur dan Para Dewa Turun ke Bumi

Yaitu adalah untuk memuji keadaan beliau serta mengagungkan beliau, agar beliau (leluhur) dapat dekat dengan keberadaan Tuhan. "Karena tujuan kita agar leluhur bisa bersatu dengan Tuhan. Itu juga harapan pada ucapan Dumogi Amor Ing Acintya," sebut beliau. 

Dengan memuja roh leluhur, justru membuat roh leluhur akan kembali kepada Tuhan.

Karena leluhur selalu didoakan untuk kesuciannya. Termasuk upacara yang dilakukan untuk menyucikan rohnya ketika meninggalkan dunia. 

Sedangkan sebaliknya, apabila leluhur sudah disucikan dengan upacara ngaskara saat ngaben dan saat nyekah. Lalu dipanggil dengan media 'matuwun' atau 'matakon' dan bertanya di balian. 

Baca juga: Para Dewa dan Roh Turun ke Dunia, Hari Baik Dalam Sundarigama

Justru hal inilah, yang menghambat perjalanan roh leluhur untuk mencapai Tuhan.

"Karena ibarat seseorang mau ke Surabaya dari Denpasar, sudah sampai di Probolinggo kemudian dipaksa dipanggil untuk  pulang gara-gara hanya ketinggalan buku yang tidak begitu berguna," ujar beliau. 

Maka dengan baliknya dari Probolinggo ke Denpasar, pasti menghambat tujuan perjalanan ke Surabaya, bahkan bisa-bisa ke Surabaya batal karena kelelahan. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Medium

Large

Larger

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved