Peringati Hari Anti Narkotika Internasional, Kepala BNNP Bali Tekankan Pentingnya Smart & Soft Power
Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) yang diperingati setiap tanggal 26 Juni menjadi refleksi pelbagai pihak terkait dengan masih maraknya kasus
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) yang diperingati setiap tanggal 26 Juni menjadi refleksi pelbagai pihak terkait dengan masih maraknya kasus narkotika baik di dunia, maupun Indonesia, termasuk Provinsi Bali.
Kepala BNNP Bali, Brigjen Pol Drs Gde Sugianyar Dwi Putra S.H. M.Si, merefleksikan bahwa dalam rangka menekan peredaran narkotika di wilayah Bali upaya yang dilakukan BNNP tentunya sesuai dengan program tag line War On Drugs menuju Indonesia Bersinar (Bersih Narkoba).
"Maknanya bahwa perang melawan narkoba di Bali tidak hanya konteks penegakan hukum semata tidak hanya fokus pada para bandar pengedar dengan tindakan tegas menangkap jaringannya tetapi juga melakukan kegiatan soft power dan smart power menggunakan teknologi," ujar Sugianyar kepada Tribun Bali, Sabu 26 Juni 2021.
Baca juga: Lima Puluh Personel Kodim 1610/Klungkung Tes Urin, Dandim Minta Antisipasi Narkoba dari Keluarga
Kata Sugianyar, yang menjadi atensi adalah strategi BNN dalam upaya P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) dengan strategi soft power karena berdasarkan data yang dihimpun BNN bahwa kasus penyalahgunaan narkoba menyasar usia produktif rentang 15-64 tahun.
"Soft power menjadi atensi berdasarkan beberapa penelitian kasus meningkat menyasar usia produktif 15-64 tahun yang notabene adalah generasi muda yang diharapkan untuk menuju Indonesia emas tahun 2045, bonus demografi diharapkan menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
"Kalau tidak produktif, banyak terlibat penyalahgunaan narkoba menadi tidak sejalan dengan visi Indonesia emas tahun 2045, ini yang menjadi perhatian di HANI," sambungnya.
Baca juga: Pak Sekda yang Terciduk Pesta Narkoba dengan Lima Wanita, Punya Harta Rp 20 Miliar
Strategi soft power dilakukan dengan upaya-upaya edukasi meningkatkan persepsi generasi agar memahami paparan bahaya narkoba.
"Jangan sampai ada kesan trust terhadap penyalahgunaan narkoba. Dalam konteks tertentu ada yang mencoba untuk mengatakan bahwa memakai narkoba tidak membahayakan bagi kesehatan fisik dan jiwa, padahal pemahaman komprehensif dari ilmu kesehatan, kelompok harus memberikan pemahaman bahwa apapun alasannya memang narkoba itu membahayakan," ujarnya.
"Masalah ganja banyak yang menyampaikan tidak membahayakan namun dari jurnal secara resmi bahwa itu berbahaya dan di Indonesia masuk Golongan 1," imbuh dia.
"Ganja untuk penelitian kesehatan bukan untuk digunakan, ada rule regulasi yang mengatur, jadi jangan kita yang dibenturkan, kita aparat penegak hukum sepanjang hukum mengatur kita tegakkan," beber dia.
Baca juga: Kriminolog Asal Bali Ini Sebut Upaya Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba di Indonesia Belum Maksimal
Upaya edukasi yang penting adalah bagaimana menyampaikan jangan pernah mencoba memakai narkoba, apabila kecanduan mengenai sistem saraf dapat rusak dan tidak dapat disembuhkan.
"Bagi yang terlanjur kita rangkul kita ajak rehabilitasi, kita mensosialisasikan bahwa sesuai UU korban penyalahguna wajib direhab, BNN hadir untuk itu asalkan bukan dari pengedar atau bandar," ujarnya.
Selain soft power, strategi yang digunakan BNNP Bali dalam memberantas narkoba adalah dengan smart power mengikuti arus perkembangan teknologi karena kejahatan narkoba kini merambah ke ranah cyber.
"Dengan smart power kita menggunakan teknologi mengikuti kemajuan zaman, jaringan dan pengedar sekarang menggunakan sistem online, lewat daring, kemudian ditaruh di satu tempat, memang menyulitkan aparat penegak hukum, namun kita harus selangkah lebih maju," ujarnya.