Serba Serbi
Sarana Roh Halus, Ini Bedanya Cetik dan Bebai di Bali
konsep Tri Hita Karana sangat dipegang teguh masyarakat Bali. Yakni saling menghormati, antar manusia, kepada alam semesta atau lingkungan dan kepada
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Dunia supranatural atau metafisika (niskala), rasanya tidak bisa dilepaskan dari dunia nyata (sekala) dalam kehidupan masyarakat di Bali.
Kepercayaan akan adanya sekala-niskala ini, telah ada sejak lama bahkan sejak zaman nenek moyang.
Untuk itu, konsep Tri Hita Karana sangat dipegang teguh masyarakat Bali. Yakni saling menghormati, antar manusia, kepada alam semesta atau lingkungan dan kepada Tuhan.
Tak hanya itu, kepercayaan lain yang masih melekat adalah tatkala membahas tentang bebai atau cetik.
Baca juga: Kisah Angker Pura Goa Sudamala di Selat Karangasem, Bila Terkena Desti Hingga Cetik Bisa Disembuhkan
Walau teknologi sudah canggih, dan zaman semakin modern. Namun masyarakat masih memercayai bahwa bebai atau santet dan cetik masih ada di sekitarnya.
Untuk itulah, masih banyak masyarakat yang rutin sembahyang dan bahkan malukat ke berbagai mata air suci. Guna mendapatkan kesembuhan dan keselamatan di dalam kehidupannya.
Apalagi terkadang dibuktikan, dengan masih adanya masyarakat yang sakit namun tidak bisa ditemukan masalahnya secara medis.
Namun seperti apakah sejatinya bebai, santet, hingga cetik ini. Berikut penjelasan Jero Master Made Bayu Gendeng, kepada Tribun Bali, Senin 12 Juli 2021.
“Dunia supranatural itu sejatinya di setiap daerah ada, dan keyakinan akan black magic pun juga ada,” ujarnya. Satu diantaranya adalah bebai, atau santet, kemudian guna-guna dan pelet hingga cetik.
“Hanya saja untuk cetik, masih tergantung berapa lama telah tersimpan di dalam tubuh seseorang,” katanya.
Penekun crystal healing ini, menyebutkan ada beberapa cetik yang masih bisa disembuhkan dengan metode itu. Sedangkan untuk bebai dan santet masih lebih mudah disembuhkan, dengan metode crystal healing.
“Nah salah satu cetik yang masih bisa dibantu adalah cetik kerikan gangsa, kemudian cetik badung masih bisa kita bantu,” katanya.
Contoh lain, seperti cetik gringsing harus dengan menggunakan bahan tertentu dari hewan yang kemudian digabungkan dengan metode crystal healing. Untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal dalam penyembuhannya.
Namun demikian, penekun tenung Bayu Gana ini menegaskan bahwa dalam pengobatannya harus diketahui weton atau wewaran yang terkena cetik dan bebai itu.
Baca juga: Cetik Bruwang, Ini Gejala dan Pengobatannya
Diantaranya harus diketahui, wuku, saptawara, dan pancawara serta hari lahirnya. Kemudian jam saat seseorang berobat juga sangat berpengaruh, dalam membantu proses pengobatannya.
“Setelah diketahui semuanya baru bisa ditentukan batu apa yang akan digunakan untuk mengobati,” sebutnya di Denpasar.
Ia menjelaskan, satu diantara sarana untuk membantu menyerap energi negatif adalah fosil dari kayu atau di Bali disebut les.
Fosil kayu ini, harus sudah mengalami pengerasan dalam usia tertentu sampai memasuki 3-4 skala mohs.
“Ada beberapa fosil yang bisa kita gunakan untuk mengobati penyakit. Contohnya penyakit dari laut kita bisa menggunakan fosil tersebut. Namun harus disadari dengan jnana dari seorang praktisi crystal healing,” tegasnya. Sehingga apa yang dijalankan dapat dilakukan dengan baik dan benar.
Jero Bayu Gendeng, sapaan akrabnya, menjelaskan bebai dan santet biasanya menggunakan sarana roh atau mahluk hidup dengan ritual tertentu.
“Jadi saya sarankan, ketika menggunakan media crystal healing itu harus praktisi yang jnananya bagus sekali, sebab harus mengurangi sentuhan,” katanya.
Menangani bebai, tegas ia, maka seorang praktisi harus mengurangi sentuhan ke pasiennya karena sifat bebai ini hidup dan bisa berpindah ke sang praktisi.
Hal itu ia dapatkan dari mempelajari berbagai literasi, contohnya lontar bebai, cetik, dan lain sebagainya. Serta mendapatkan arahan dari berbagai maha guru, nabe, dan lain sebagainya.
Khusus untuk cetik, kata dia, adalah racun yang didoakan atau diberikan mantra dan diberikan energi kekuatan. Arsenik pun, atau lebih dikenal dengan sebutan portas masih digolongkan ke dalam cetik.
Baca juga: Mengenal Cetik, Racun Tradisional Bali, Dua Jenis Cetik Ini Paling Berbahaya
Salah satu sarana cetik, adalah kepiting berwarna merah dengan doa tertentu untuk menguatkannya. Kerikan gangsa atau gong yang dikerik adalah salah satu bahan daripada cetik. Ada juga cetik cerongcong polo dan lain sebagainya.
“Makanya cetik pada umumnya lebih dahsyat bila masuk ke dalam tubuh manusia,” katanya.
Ketika masuk ke dalam tubuh manusia, cetik ini biasanya melalui perantara makanan dan minuman. “Jarang cetik itu melalui perantara udara, walaupun ada tapi jarang terjadi,” imbuhnya.
Berbeda dengan bebai, yang bisa melalui perantara udara. Namun apabila cetik harus masuk ke dalam tubuh manusia. “Jadi kalau dicek medis akan keluar hasil penyakit medis padahal aslinya dari non medis,” tambah pria asli Klungkung ini.
Cetik ini, tergantung daripada waktu kerjanya. Sehingga semakin lama waktu kerjanya semakin bagus cetik itu bekerja.
“Cetik yang kurang bagus, biasanya sekarang kena sekarang kelihatan,” katanya. Tetapi cetik yang dianggap bagus adalah yang hasilnya terlihat tiga bulan, enam bulan, bahkan setahun.
Fungsinya agar tidak terlacaknya praktisi cetik tersebut. “Nah inilah yang tidak gampang disembuhkan,” tegasnya. Sebab cetik dengan jangka waktu lama ini, telah menjalar ke seluruh tubuh dan darah.
“Nah crystal healing ini, adalah sebagai sebuah media yang membantu dalam pengobatan medis atau usaha di Bali,” jelasnya.
Dalam upaya peningkatan kesembuhan bagi penderita terkena cetik. Sebab batu kristal pilihan yang sesuai, mengandung energi luar biasa.
Contohnya untuk rematik maka sangat bagus dengan terapi batu giok. “Berdasarkan penyelidikan tenaga ahli di dunia, batu giok ini mampu menyerap energi negatif dan membantu penyembuhan,” jelasnya. (*)
Artikel lainnya di Berita Bali