Pura di Bali
Kisah Pura Beji Campuhan Tampaksiring, Tempat Malukat Bikin Awet Muda Hingga Sembuhkan dari Bebai
karena campuhan di lokasi ini arusnya cukup kuat. Maka disarankan yang tidak bisa berenang, bisa malukat di pinggirnya saja.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
“Biasanya kalau kena bebai, di campuhan dia akan teriak-teriak ketakutan atau kepanasan. Bahkan ada yang dari atas tangga saja sudah lari, tidak berani ke sungai,” ujarnya menceritakan.
Palinggih di sana adalah Dewa Siwa, yang memang bertugas sebagai pelebur alam semesta dan memberikan anugerah kepada umatnya. Bahkan ada, lanjut dia, yang kena bebai berputar seperti buaya di campuhan.
Pamedek yang datang ke lokasi biasanya ramai saat rahinan Kajeng Kliwon, Purnama, serta Tilem. Begitu juga saat Banyupinaruh, maka lokasi malukat ini akan sangat ramai dan padat oleh pamedek. Baik dari masyarakat lokal sekitar, maupun dari seluruh pelosok Bali dan bahkan luar Bali serta tamu asing.
Namun karena masih dalam kondisi pandemi, protokol kesehatan tentu tetap dijalankan di lokasi misalnya dengan menjaga jarak aman.
Banyak pula yang datang dengan orang pintar, khususnya tengah malam untuk mendapatkan hasil maksimal dan berdoa lebih khusyuk karena lebih sepi. Sebab sore hari, masyarakat yang mandi juga datang memadati lokasi.
“Namun karena lokasi di sini adalah karunia beliau, maka tanpa orang pintar pun biasanya penyakit non medis akan keluar sendiri,” jelasnya.
Ada seorang pamedek, kata dia, datang ke sana dan awalnya kerasukan karena pengaruh penyakit non medisnya.
“Waktu datang pertama kali, aura wajahnya gelap sekali. Namun lambat laun dia ke sini, semakin bersih dan bersinar,” ucapnya.
Orang itu pun mengaku juga lebih enak badannya, dan gangguan niskala berkurang.
Keunikan lainnya dari lokasi malukat ini, adalah adanya tirta klebutan atau air yang muncul dari dalam tanah.
Air ini berada di antara sungai dan di dekat aliran campuhan. Warnanya berbeda dengan air sungai, yakni lebih jernih.
“Tirta ini sudah ada sejak lama, namun baru disekat dengan semen sejak lima tahun lalu,” jelasnya. Tujuannya agar tidak bercampur dengan air sungai dan bisa diminum oleh pamedek. Dahulu sebelum disekat dengan semen, cara mengambil air tersebut adalah dengan disendok saja. Kala itu penyekat air agar tidak tercampur dengan air sungai adalah batu-batuan.
Bhatari yang malinggih di tirta tersebut bernama Dewi Tunjung Sekar Taji. Konon kepercayaannya adalah air klebutan itu memberi efek awet muda dan kesembuhan.
Karena air ini muncul dari tanah, maka ketika disemen, airnya naik ke atas dan terus meninggi.
Ada tiga pancoran untuk mengalirkan airnya, namun saat ini masih satu pancoran saja yang dibuka.