Berita Denpasar
Mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar Gelar Webinar Semesta 'Seni Virtual dan Masa Depan Seni Tradisi'
Mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar angkatan 2020 menggelar webinar Semesta bertajuk Seni Virtual dan Masa Depan Seni Tradisi
Penulis: Putu Supartika | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar angkatan 2020 menggelar webinar Semesta bertajuk Seni Virtual dan Masa Depan Seni Tradisi pada Minggu 25 Juli 2021 petang.
BACA JUGA: Aksi Solidaritas di Buleleng, Kelompok Pemuda di Buleleng Bagikan Paket Sembako dan Sayuran
Webinar ini digelar serangkaian dengan Dies Natalis ke-18 ISI Denpasar.
Tampil dua orang narasumber dalam kegiatan ini, yakni Aris Setiawan yang merupakan dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Surakarta dan pegiat seni sekaligus pemilik Antida Music Production, Anom Darsana dan dipandu Vanesa Martida.
Aris Setiawan mengatakan dunia virtual dalam kesenian tradisi merupakan sebuah keniscayaan, dan harus diakui bahwa pelaku kesenian tradisi gagap dalam menyikapi hal itu.
Mereka pun baru sadar ketika pandemi menyerang.
“Jauh sebelum pandemi mengoyak, kajian-kajian ilmiah tentang seni tradisi virtual jarang dilakukan, tidak menarik minat para peneliti dan akademisi. Kita masih beranggapan bahwa kesenian tradisi mampu tumbuh dan hidup dalam dunianya yang khas, di mana keramaian, persentuhan tubuh, bahkan tatapan mata para penonton secara langsung menjadi tolok ukur keberhasilan,” katanya.
Sehingga di saat ada keharusan untuk tampil di jagat virtual, seniman tidak memiliki acuan dan peta jalan yang jelas, tentang bagaimana mekanisme ideal saat seni tradisi harus masuk ke dalam dunia virtual.
Segala hal yang awalnya diagung-agungkan sebagai daya tarik kesenian tradisi, terutama atas nama adi luhung kini layak dipertanyakan kembali karena episentrum jagat digital hanya mensyaratkan satu hal, yakni bahasa sinema.
Ia menambahkan, sebagus dan seindah apapun kesenian tradisi jika tidak masuk dalam kategori itu maka dianggap gagal.
Dan kegagalan itulah yang kini diratapi oleh seniman.
Sementara itu, Ia menganggap masuknya tradisi dalam budaya layar berdalih konten tidak sepenuhnya menjadikan kesenian itu merdeka, namun sangat mungkin terintervensi dengan keharusan mengubah sajian, isi, bentuk, karakter, dan gaya.
Budaya digital kini memang dirayakan secara masif, menjadikan semua sebagai artis namun miskin penikmat.
“Terlebih untuk kasus-kasus seni tradisi. Keberhasilan sajian yang ditentukan oleh kalkulasi jumlah penonton agar mampu mendatangkan iklan terhitung sangat rendah. Mayoritas penontonnya adalah seniman sealiran, teman, sahabat, dan keluarga, alih-alih menikmati sajian pertunjukan digital yang ada justru empati, rasa prihatin, memberi semangat, dan saling salam,” katanya.
Rendahnya jumlah penonton itu berakibat pada semakin tak berdayanya tradisi di musim pandemi.
Seniman-seniman mulai berpikir untuk terus bertahan hidup dengan menjual peralatan seni yang dimiliki seperti gamelan, wayang, dan lain sebagainya.
Sementara itu, Anom Darsana mengatakan pandemi tak bisa mematikan ide dan gagasan meskipun tak ada pertunjukan atau festival nyata lagi.
Semua itu bisa dialihwahanakan menjadi sebuah pertunjukan lewat live streaming.
“Semua penuangan ide dan gagasan dalam dunia seni pertunjukan kini hanya bisa disajikan lewat virtual. Karena semua harus mengikuti protocol kesehatan salah satunya tak boleh berkerumun,” kata Anom.
Anom mengatakan, saat ini Antida Music Production memiliki sebuah program telusur seni tradisi atau panggung seni tradisi Bali.
Hal ini merupakan sebuah upaya untuk mendokumentasikan berbagai kekayaan seni tradisi Bali.
“Apalagi saat ini kita tahu generasi muda lebih akrab dengan teknologi, sehingga ini adalah cara untuk menjembatani generasi muda dengan seni tradisi,” katanya.
Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. Wayan Kun Adnyana mengatakan jika seni virtual ini akan menjadi genre baru saat ini.
Seni virtual ini pun akan selalu hadir hingga nanti.
Ia pun menyebut estetika tradisi akan secara leluasa masuk ke dalam inti kreativitas dan inovasi seni virtual.
“Dengan adanya kegiatan webinar ini tentu akan berkontribusi dalam penumbuhan tradisi wacana di lingkungan mahasiswa pascasarjana,” katanya. (*)