Berita Bali
Ihwal Pencabutan Pengayoman PHDI terhadap Sampradaya ISKCON, Begini Penjelasan Ida Pandita
Ihwal Pencabutan Pengayoman PHDI terhadap Sampradaya ISKCON, Begini Penjelasan Ida Pandita
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Termasuk terkait pencabutan pengayoman sampradaya yang sempat menjadi perbincangan di masyarakat.
Menurut Ida Pandita, sampradaya memiliki grand design dan narasi besar tersendiri dalam menjalankan ajarannya.
Sampradaya pun selama ini dilihat memiliki agenda internasional, karena memiliki lembaga induknya masing-masing.
“Agama dalam aspek teososiologi itu kan tidak hanya urusan agama, juga bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan secara vertikal dan lainnya. Ketika dia (sampradaya) bersama-sama akan mengajak orang lain, entah bagaimana caranya. Tentunya melihat situasi dan secara kelembagaan kita melihat sampradaya ini, lebih banyak agenda internasionalnya karena ada induknya masing-masing,” kata Ida Pandita.
“Minimal ada pernyataan ‘menghindukan orang Hindu’, ini kan berarti selama ini orang Hindu belum Hindu,” tegas beliau.
Sampradaya selama ini juga dikenal gencar dalam penyebaran kitab yang mereka percaya. Menurut Ida Pandita, hal itu sebenarnya tidak menjadi masalah karena kitab adalah benda mati.
Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika tafsir atas isi kitab tersebut yang berbeda-beda. Penafsir yang masih hidup itu, kemudian menyebarluaskan tafsirnya dan membuat kerancuan.
Pola seperti itu miripgerakan zaman misionaris atau mengajarkan penyebaran agama kepada seluruh orang di dunia.
Jika selama ini Hindu di Indonesia bersifat klasik khas Nusantara, maka sampradaya menggunakan pola post modern yang siap saji.
“Jadi ini tentu akan berbeda dengan agama kita (Hindu), yang bersifat klasik kenusantraaan. Agama kita lebih banyak ke agama pola lama,” jelas ida.
“Makanya saya sebut ada sosiologi makro dan mikro, karena ketika masuk ke budaya post modern yang diawali dengan modern tentu efisiensi praktis itu yang menjadi marwah mereka,” tegas Ida Pandita.
Mulat Sarira
Terkait kisruh keberadaan sampradaya dalam tubuh Hindu di Indonesia, khususnya Bali, Ida Pandita meminta umat Hindu di Bali juga harus mulat sarira (introspeksi diri).
Hal itu penting dilakukan untuk bisa memperkuat pertahanannya di Bali dan Nusantara.
Tak hanya itu, keberadaan desa adat di Bali juga seharusnya bisa melembagakan ajaran-ajaran Hindu Bali yang dianut.
Oleh karena itu, desa adat juga perlu mengambil peran dalam upaya memahami atau memaknai ajaran-ajaran Hindu Bali di masyarakat.