Berita Bali

Ihwal Pencabutan Pengayoman PHDI terhadap Sampradaya ISKCON, Begini Penjelasan Ida Pandita

Ihwal Pencabutan Pengayoman PHDI terhadap Sampradaya ISKCON, Begini Penjelasan Ida Pandita

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun bali/Ida Ayu Made Sadnyari
Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda. Ihwal Pencabutan Pengayoman PHDI terhadap Sampradaya ISKCON, Begini Penjelasan Ida Pandita 

“Jadi ketika beradat di desa adat, sejauh mana adat itu bisa 100 persen dilembagakan di dalam ajaran yang mereka anut. Kan itu dulu masalahnya. Karena kalau kita bicara masalah adat-istiadat itu, masalah pranata di wilayah kebudayaan agama. Karena bagaimanapun bicara masalah agama tidak lepas dari budaya dalam Hindu di Bali,” kata Ida.

“Agamanya memberi makna, dan budaya memberi bentuk,” tegas Ida Pandita.

Ketika berbicara makna, kata Ida, maka kita juga berbicara masalah nilai. Nilai kemudian diturunkan menjadi kerangka berpikir, baik sebagai sebuah tata pikir, tata laku, dan tata sarana Hindu di Bali.

Ilustrasi - Umat Hindu di Bali saat sembahyang.
Ilustrasi - Umat Hindu di Bali saat sembahyang. (Tribun Bali/Rizal Fanany)

“Kita kan juga sudah banyak berubah di Bali, contohnya bagaimana banten gebogan sekarang berisi minuman kaleng dan hal yang bersifat moderen,” jelas ida.

Kata Ida, itulah pertanda bahwa agama Hindu bersifat dinamis dan fleksibel, tetapi harus tetap mempertahankan nilai luhur adiluhung warisan nenek moyang atau leluhur.

Artinya meskipun mengikuti perkembangan zaman yang dinamis, tetap mengacu kepada nilai-nilai tattwa dan Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Hindu di Bali dan Nusantara. 

Ida Pandita juga mengingatkan agar tidak alergi dengan perubahan, asalkan paham pakem dan batasannya. Hal ini sesuai dengan ajaran Tri Kona, yaitu terdiri dari Utpti (pencipta), Stiti (pemelihara), dan Pralina (pelebur).

“Nah ciptakan yang memang harus diciptakan, demi kelangsungan nilai spirit agama Hindu. Kemudian memelihara yang masih cocok dan penting dilakukan, apalagi kalau memang itu dibutuhkan. Dan dipralina atau dilebur hal yang tidak cocok lagi dengan perkembangan zaman,” tegas sulinggih dari Gianyar ini.

“Kita waktu lahir dibuatkan otonan, sambutan, celemik bengor, porosan dan lainnya. Mari apa yang telah diinvesatsikan leluhur kita itu dilestarikan oleh generasi penerusnya. Mari pulang kampung lagi, yang telah lama berkelana dan jangan pindah ke lain hati,” ucap beliau. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved