Serba serbi

Hari Kotor, Ini yang Harus Dilakukan pada Jumat Wage Wuku Wayang

Pada wuku Wayang, yakni pada hari Minggu Wage Wayang merupakan hari pertemuan Sang Sinta dengan Sang Wayang sehingga disebut hari kotor.

http://suaratuhan.blogspot.com via Tribun Travel
Ilustrasi - Wayang kulit kristus. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pada wuku Wayang, yakni pada hari Minggu Wage Wayang merupakan hari pertemuan Sang Sinta dengan Sang Wayang sehingga disebut hari kotor.

Hari ini tidak baik melakukan penyucian diri, mengheningkan pikiran, memakai minyak wangi, bersisir, atau bahkan berhias.

Hal ini dilakukan hingga  Jumat Wage Wuku Wayang.

Sebab akan dapat memusnahkan segala kualitas diri. Demikian disebutkan di dalam Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama. 

Baca juga: Dibalik Kelahiran pada Wuku Wayang, Ada Kisah Bhatara Rare Kumara yang Diselamatkan Seorang Dalang

Disebutkan pula, pada hari Jumat Wage Wayang dinamakan Alapaksa.

Yakni hari yang sangat kotor dan buruk, sehingga umat manusia wajib menyelipkan duri pandan di pinggang dan menorehkan kapur sirih di ulu hati.

Lalu menyisipkan susuhuk duri pandan di rumah atau tempat tidur.

Keesokan paginya, susuhuk duri pandan itu, dikumpulkan dan diwadahi sidi lalu dibuang ke jalan keluar masuk rumah. 

Baca juga: Lahir Selasa Umanis Wayang, Banyak Ilmu, Hidup Mewah di Akhir Hidupnya

Diberi sesajen segehan, disertai doa-doa untuk mengusir segala keburukan, bencana, dan kotoran diri.

Pada hari Sabtu Kliwon Wayang, dinamakan Tumpek Wayang dan merupakan hari suci pemujaan Bhatara Iswara.

Tepatnya di tempat-tempat persemayaman beliau.

Yakni berbagai jenis alat musik, seperti gamelan gong, gambang, gender, ketongan, genta, atau segala jenis peralatan seni dan wayang. 

Baca juga: I Gede Agus Mertayasa, Difabel yang Suka Melukis Wayang, Pernah Jual 45 Lukisan di Sebuah Pameran

Sesajennya adalah suci, pras ajuman, rayunan perangkatan, sajeng, daging itik putih, sedah woh, canang raka, dan pasucian.

Adapun sesajen untuk manusia, sebagai wujud bayangan Sang Hyang Suksma yang dipuja di dalam diri manusia.

Terdiri dari sasayut agung satu buah, prayascita, panyeneng. Hal ini karena raga manusia pada hakekatnya adalah wujud bayangan Sang Hyang Suksma. 

Baca juga: Uang Kertas Kuno Seri Wayang Ini Ternyata Harganya Miliaran Rupiah

Sang Hyang Iswara sebagai dalang, pada hakekatnya menjadi pengundang dan sekaligus yang diundang.

Yakni yang harus benar-benar diketahui Ki Dalang.

Sebagaimana halnya Ki Dalang jika tidak diundang, maka ia tidak akan mau pentas.

Demikianlah adanya sehingga jangan lalai. Maka dari itu, umat manusia tidak boleh lalai memuja Sang Hyang Tri Jnana.

Sebab akan menimbulkan penderitaan apabila lupa. (*)

Artikel lainnya di Serba serbi

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved