Berita Badung
Hobi Bersepeda dan Pecinta Kopi, Komang Gede Suastika Jualan Keliling Demi Bertahan Hidup di Bali
Komang Gede Suastika (36) menyeduh kopi di kawasan Jalan Raya Pantai Kuta, Badung, Bali, Rabu 4 Agustus 2021
Penulis: Rizal Fanany | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Komang Gede Suastika (36) menyeduh kopi di kawasan Jalan Raya Pantai Kuta, Badung, Bali, Rabu 4 Agustus 2021.
Pria yang sebelum pandemi bekerja di sebuah hotel di kawasan Jalan Kartika Plaza itu, kini mencoba peruntungan menjual kopi keliling dengan menaiki sepeda MTB (mountain bike) untuk menambah pundi pendapatan keluarga.
Ia mengatakan keinginan menjual kopi ini sudah ada di benaknya saat awal pandemi mewabah.
"Awal pandemi itu saya sudah ada keinginan jual kopi. Pertama, itu saya hobi naik sepeda. Kedua, pecinta kopi. Dan ketiga, pas sekali kena pandemi. Ya waktu itu punya uang sedikit, terus saya tabung. Awal Juli kemarin saya proyeksikan untuk buat boks dan beli alat untuk membuat kopi. Modal awal Rp 1,5 juta itu mulai dari boks hingga alat-alat membuat kopi," katanya.
Baca juga: Kisah Pasutri Tunanetra di Gianyar Bali, Berjuang Demi Keluarga Dengan Berjualan Air Klebutan
Ia menceritakan, belajar membuat kopi sudah dari awal pandemi 2020 lalu. Kala itu ia mengumpulkan referensi dan terus menambah ilmu melalui dunia maya.
"Google dan YouTube jadi guru. Saya belajar dari situ, mulai proses hingga menjadi kopi dengan metode manual," ceritanya.
Ia menginginkan pembuatan kopi yang simpel, namun tidak mengeluarkan biaya yang tinggi.
"Saya pilih manual brew yang bisa diaplikasikan di pinggir jalan. Kalau ekspreso, kendalanya di alat. Latte art harus belajar lagi dan cost juga tinggi," ujarnya.
Kopi yang ia jual tidak terlalu mahal dengan alasan agar masyarakat bisa menikmati kopi buatannya dengan harga terjangkau.
"Biar tahu lah masyarakat dan bisa menikmati kopi. Tidak melulu kopi sachetan. Harga yang saya tawarkan tidak terlalu mahal," katanya.
Ia mengaku baru seminggu berjualan kopi. Awal berjualan di kawasan Jalan Dewi Sri Kuta, tetapi di sana sepi pembeli.
Dan akhirnya ia memutuskan pindah berjualan di kawasan depan Pantai Kuta.
"Saya sempat hari pertama jualan di Dewi Sri, tapi di sana sepi. Cuma laku 1 cup. Akhrinya saya pindah ke sini. Jualan lumayan, kalau ramai bisa lima sampai delapan cup," kata pria asal Kuta ini.
Kopi yang ia tawarkan yakni Kopi Tubruk, Vietnam drop dan Calita.
"Saya jual ada tiga varian, kopi tubruk, Vietnam drip, calita. Harganya Rp 5 ribu untuk kopi tubruk. Kalau Vietnam drip dan calita Rp 8 ribu," jelasnya.
Komang mengaku, pendapatan bersih penjualan kopi ini Rp 25 ribu per hari.
"Pendapatan bersih Rp 25 ribu per hari. Kalau kopi saja nggak nutup, maka saya tambahin jual teh anget d es kelapa muda. Ya disyukuri aja. Semoga semakin banyak yang beli," harapnya.
"Keuntungan Rp 25 ribu sehari sebenarnya tidak menutup kebutuhan sehari-hari keluarga, tetapi masih ada lah penghasilan di kondisi seperti sekarang. Daripada berdiam diri saja di rumah tanpa bisa menghasilkan, lebih baik ada pemasukan sedikit demi sedikit bisa membantu kan lumayan," paparnya.
Ia mengaku terbantu oleh istrinya yang sekarang masih bekerja di koperasi.
"Sehari-hari kebetulan istri kerja di koperasi. Itu pun sama pendapatannya dengan saya. Dan saya saat ini sangat terbantu dengan istri karena saya menanggung 2 anak dan orangtua. Kalau kita diam saja di rumah hanya ngandalin gaji istri, juga nggak cukup. Ya, saya juga harus bantu juga. Nanti hasil jualan kopi ini sedikit bisa saya sisihkan untuk keperluan lainnya. Saya juga belum tahu omzetnya berapa karena masih satu minggu jualan," paparnya.
Ia mengisahkan, selama pandemi dan penerapan PPKM Darurat masih bekerja di hotel, tetapi hari kerja dikurangi.
"Kalau di awal pandemi 2020 masih ada kerjaan. Di hotel masih ada event dan wisatawan yang menginap. Tapi selama PPKM, sistem kerjanya setiap orang dijatah harinya. Saya kalkulasi dalam 1 bulan jadwal kerja saya hanya empat kali. Sistem penggajiannya setiap kerja digaji saat itu. Mulai awal PPKM berlaku memang hotel turun drastis. Sepi sekali," ceritanya.
Ia tidak menduga virus Covid-19 ini dapat membuat tak berdaya pariwisata di Bali.
"Kalau sekarang jujur kita dari kecil tumbuh di Kuta sebagai objek dan destinasi pariwisata. Kita terlena di sini. Dari kecil orangtua kerja di hotel. Kita santai di sini. Segala apa yang kita inginkan terpenuhi. Sekarang kita nggak kepikiran kena pandemi dan dampaknya seperti ini. Pariwisata mati," jelasnya.
Baca juga: Kisah Greysia/Apriyani Sebelum Sukses Raih Emas Olimpiade, Lanny: Paling Rajin, Sering Tambahan
Ia berharap pemerintah mengkaji ulang penerapan PPKM sebab Bali mengandalkan pariwisata.
"Harapannya, mudah-mudahan pemerintah mengkaji kembali PPKM karena di Bali mengandalkan pariwisata. Biar kami bisa kerja kembali. Pariwisata dibuka dan semoga kehidupan kembali seperti dulu,” katanya seraya menyebutkan, ia berencana terus berjualan kopi seandainya PPKM masih diperpanjang. (zal/zae)
Kumpulan Artikel Bali