Berita Bali
Pemerintah Akan Terapkan Syarat Kartu Vaksinasi di Tempat Umum,Ahli Virus Asal Bali Ingatkan Hal Ini
"Ini terobosan yang sangat diperlukan, juga untuk mendorong kesediaan masyarakat untuk divaksinasi, ini cara yang efektif.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ahli Virologi Universitas Udayana Bali, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika menyoroti rencana Pemerintah Republik Indonesia menerapkan kartu vaksin sebagai syarat aktivitas di tempat umum atau area publik.
Pada dasarnya, Prof. Mahardika mengapresiasi terobosan dari pemerintah terkait strategi tersebut.
Hanya saja pihaknya memberikan sejumlah rekomendasi berkaitan dengan penerapan kartu vaksinasi itu agar berjalan dengan optimal.
"Ini terobosan yang sangat diperlukan, juga untuk mendorong kesediaan masyarakat untuk divaksinasi, ini cara yang efektif.
Baca juga: Serbuan Vaksinasi Covid-19 di Lanud I Gusti Ngurah Rai Kini Masuki Dosis Kedua
Namun yang perlu diperhatikan adalah validasi dari paspor vaksin, artinya harus ada barcode, selain itu tidak hanya membawa kartu vaksin tetapi juga identitas diri apakah sesuai tidak dengan pemegang kartu tersebut, jangan - jangan pinjam atau dipalsukan," kata Prof. Mahardika saat dikonfirmasi Tribun Bali, Selasa 10 Agustus 2021.
Ia mewanti-wanti terkait upaya-upaya pemalsuan yang dilakukan oknum tidak bertanggungjawab hanya untuk bebas beraktivitas di tempat umum, padahal sejatinya belum menerima vaksin.
"Saya juga khawatir di luar beredar isu, entah valid atau tidak, bahwa hasil PCR bisa dipalsukan, jangan-jangan juga nanti kartu vaksin bisa dipalsukan, jadi PR pemerintah bagaimana mengendalikan ini.
Ini yang perlu dipertanyakan," ucapnya.
Prof. Mahardika juga menilai sebaiknya diberlakukan kartu vaksinasi kedua sebagai syarat, bukan tanpa alasan.
Dijelaskan dia vaksin Covid-19 setelah suntikan kedua lebih efektif memperkuat imun.
"Vaksin efektif setelah vaksinasi kedua baru kita akan mempunyai daya lindung yang cukup. Kalau Vaksinasi pertama belum, sebaiknya dua kali vaksinasi," kata dia.
Di samping itu, pemerintah harus terus menggenjot vaksinasi kepada masyarakat, dimana di Indonesia baru sekitar 25 juta penduduk atau 10 persen penduduk yang baru menerima vaksin kedua.
Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar vaksinasi massal tidak menimbulkan kerumunan, yang justru menjadi klaster baru.
"Vaksinasi massal justru jangan sampai menghasilkan kerumunan, ini bisa mempunyai efek negatif.
Baca juga: Menkes Hapus Aturan Vaksinasi Gotong Royong Berbayar untuk Individu
Pertama masyarakat melihat bahwa kita tidak serius mengatasi Covid-19, kerumunan, upacara adat ditiadakan, sementara kerumunan vaksin dibiarkan, kesannya menjadi kita tidak serius.
Dan kedua adalah munculnya klaster vaksinasi," pungkas Prof. Mahardika.(*)
Artikel lainnya di Berita Bali