Saat Wanita Afghanistan Dicekam Ketakutan, Putri Ashraf Ghani Jadi Seniman Bebas di New York

Mariam Ghani, jadi seorang seniman visual dan pembuat film, menikmati gaya hidup bebas di Brooklyn

Editor: Bambang Wiyono
AFP/HOSHANG HASHIMI
Dalam gambar yang diambil pada 1 Agustus 2021, pasukan komando Tentara Nasional Afghanistan berjalan di sepanjang jalan di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di distrik Enjil, Provinsi Herat. 

TRIBUN-BALI.COM, NEW YORK - Pada saat ayahnya, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani digulingkan oleh Taliban, sang putri yang diasingkan ditemukan menjalani kehidupan seniman di New York City.

Mariam Ghani, seorang seniman visual dan pembuat film, menikmati gaya hidup bebas di Brooklyn. Kondisinya kontras dengan pemerintahan Taliban yang keras terhadap perempuan dan anak perempuan di negara asalnya.

New York Post mendatangainya pada Selasa (17/8/2021), beberapa hari setelah ayahnya meninggalkan negaranya dan warganya di bawah kendali kelompok militan ekstremis Taliban.

Dia menolak untuk menjawab pertanyaan dari seorang reporter di luar apartemennya, yang terletak di kawasan mewah di blok Clinton Hill yang tenang dan rindang.

Baca juga: Diburu Taliban, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Berlindung di Uni Emirat Arab

Ayahnya yang sebelumnya dipercaya sebagai pemimpin Afghanistan oleh Barat, menyelinap keluar dari istana kepresidenan pada Minggu (15/8/2021), bersama orang kepercayaannya.

Menurut kedutaan Rusia di Kabul, Ashraf Ghani melarikan diri dengan empat kendaraan dan sebuah helikopter yang penuh dengan uang tunai. Kini Ashraf Ghani diakui berlindung di Uni Emirat Arab (UEA).

Laporan terbaru menyebut Ashraf Ghani berada di UEA, membantah membawa uang dalam pengasingannya.

Dalam sebuah unggahan media sosial dari lokasi yang tidak diketahui, Ashraf Ghani (72 tahun), mengklaim bahwa dia telah melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa.

“Jika saya tetap tinggal, banyak orang sebangsa saya akan menjadi martir dan Kabul akan menghadapi kehancuran dan berubah menjadi reruntuhan yang dapat mengakibatkan bencana manusia bagi enam juta penduduknya,” kata dia.

Namun, para politisi dan pakar mengatakan kepergiannya yang tiba-tiba menghambat negosiasi untuk kelancaran transfer kekuasaan dengan Taliban.

Ashraf Ghani dituding meninggalkan rakyatnya sendirian dalam kesulitan menghadapi kekacauan, dan ketakutan tentang kembalinya kekuasaan brutal kelompok militan itu.

Baca juga: KISAH Mullah Abdul Ghani Baradar, Peimimpin Taliban yang Usir Soviet hingga Negosiator Ulung

Dalam sebuah unggahan di Instagram-nya Senin (16/8/2021), Mariam Ghani mengatakan dia “marah dan berduka dan sangat takut dengan kondisi keluarga, teman dan kolega yang ditinggalkan di Afghanistan.”

Menurutnya, dia pun “bergegas bekerja untuk melakukan apa pun yang saya bisa atas nama mereka (Afghanistan).”

Tidak jelas apakah Ghani, yang lahir di Brooklyn dan dibesarkan di pinggiran kota Maryland, telah mendengar kabar dari ayahnya atau bahkan tahu di mana ayahnya berada.

Ayahnya bekerja di pemerintah Afghanistan mulai 2002, sebelum dia terpilih sebagai presiden pertama kali pada tahun 2014, dan kemudian lagi pada tahun 2019.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved