TERKINI, Hambali, Sosok yang Disebut ‘Otak’ Bom Bali akan Dihadirkan di Persidangan Militer AS
Selain Bom Bali 2002, menurut As'ad Said Ali, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, Hambali berada 'di belakang' bom Marriot (5 Agustus 2003),
Fungsi pelatihan militer itu, ungkap Nasir yang juga pernah mengikuti pelatihan itu, dapat digunakan untuk kepentingan NII.
Dalam perkembangannya, ketika Abdullah Sungkar keluar dari NII dan mendirikan Jemaah Islamiyah pada Juni 1993, di mana Hambali ikut membahas konsep 'ideologi' JI, tulis As'ad.
Dan ketika Hambali menjadi salah-seorang pimpinan mantiqi (wilayah) satu JI (meliputi Malaysia, Singapura, Thailand selatan), dia dipercaya mewakili JI ke Afghanistan.
Saat itu kelompok Taliban yang berkuasa dan Osama bin Laden diizinkan membuka kamp pelatihan militer di sana.
Di sanalah, menurut Nasir Abbas, yang pernah menjadi pimpinan JI dan menyatakan keluar, Hambali menjadi penghubung JI dan Al-Qaeda serta Taliban
"Hambali kemudian bertemu Osama bin Laden," ungkap Nasir. Pertemuan itu, antara lain, membahas bahwa JI akan mengirim anggotanya untuk berlatih militer di kamp-kamp di Afghanistan.
Dalam amatan Al Chaidar, peneliti tentang terorisme, Hambali kemudian memiliki "hubungan khusus" dengan Al-Qaeda dan Taliban.
"Hambali memainkan peranan sebagai penghubung paling utama antara Abdullah Sungkar, Abubakar Baasyir dari JI dengan Al-Qaeda dan Taliban," papar Al Chaedar kepada BBC News Indonesia.
Mengapa Hambali yang dipilih, Al Chaidar menganggap karena dia sosok yang paling dipercaya, sudah dikenal, dan memiliki kemampuan berbahasa Arab.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), As'ad Ali Said:
'Kami berbicara bahasa Sunda dan Arab dengan Hambali di Guantanamo, dan dia akui semua perbuatannya'
Sejumlah perwira Badan Intelijen Negara (BIN) dan Mabes Polri pernah bertemu Hambali di penjara Guantanamo yang di bawah kendali militer AS.
Di hadapan Hambali, mereka mengkonfirmasi hasil penyelidikan tentang dugaan dirinya, Jemaah Islamiyah, serta Al-Qaedah dalam serangkaian serangan bom di awal 2000 hingga 2009.
"Hambali bicara apa-adanya, karena tim yang kami kirim pintar bahasa Arab dan juga bahasa Sunda," kata As'ad Said Ali, sambil tergelak, kepada BBC News Indonesia, Minggu (29/08).
Menurutnya, timnya yang menggunakan "pendekatan budaya", melakukan konfirmasi atas hasil penyelidikan sebelumnya yang mengarah pada dugaan keterlibatannya.