TERKINI, Hambali, Sosok yang Disebut ‘Otak’ Bom Bali akan Dihadirkan di Persidangan Militer AS

Selain Bom Bali 2002, menurut As'ad Said Ali, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, Hambali berada 'di belakang' bom Marriot (5 Agustus 2003),

AFP
Hambali, pria yang bernama asli Encep Nurjaman. Terkini, Hambali dilaporkan akan mulai dihadirkan dalam persidangan militer Amerika Serikat, Senin 30 Agustus 2021 waktu setempat. 

Aparat kemanan AS juga menuduh Hambali merencanakan penyerangan terhadap kedutaan besar Amerika Serikat, Inggris dan Australia di Singapura.

Sekarang, mendekati 15 tahun masa penahanannya di penjara Guantanamo, yang berulangkali dikritik para pegiat HAM terkait 'teknik interogasinya', Hambali menunggu sidang pertamanya untuk mendengarkan dakwaan atas dirinya.

Hanya saja persidangannya digelar oleh Mahkamah Militer AS dan bukan peradilan sipil. Hal yang dikritik sejak awal oleh pengacaranya dan pegiat HAM dunia.

Baca juga: 3 Terduga Pelaku Bom Bali dan Hotel JW Marriot Jakarta Segera Disidangkan Amerika

Apakah Hambali masih berstatus WNI?

Kementerian Luar Negeri Indonesia, melalui juru bicaranya, Teuku Faizasyah, mengaku "belum mendapat informasi atas hal ini [rencana persidangan Hambali di AS]."

Hal itu disampaikan Teuku Faizasyah melalui pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Selasa 17 Agustus 2021.

Ditanya apakah Hambali masih berstatus warga negara Indonesia (WNI), Faizasyah menulis:

"Sepengetahuan saya saat Hambali ditangkap di Thailand, yang bersangkutan memegang paspor non-Indonesia," katanya. "Jadi status kewarganegarannya merujuk ke paspor tersebut."

Pada Maret 2010 lalu, Hambali mengajukan permohonan pembebasan dari penahanan tanpa tuduhan kepada pengadilan distrik di Washington. Namun permintaannya tidak diluluskan.

Hambali 'penghubung' Jemaah Islamiyah dan Al-Qaedah

Baca juga: Amerika Serikat Umumkan Segera Adili 3 Tersangka Bom Bali yang Ditahan di Guantanamo

Hambali, awalnya, terlibat gerakan jihad saat bertemu Abdullah Sungkar dan Abubakar Baasyir — dua tokoh Negara Islam Indonesia (NII) — di Malaysia pada 1980an.

Dua orang ini melarikan diri ke Malaysia karena menjadi buronan pemerintahan Orde Baru, akibat terlibat gerakan pendirian Negara Islam.

Pada 1987, ketika Afghanistan dicaplok Soviet, Hambali dikirim ke sana untuk mengikuti pelatihan militer dan ikut bertempur mendukung kelompok Mujahidin.

Menurut mantan Wakil Kepala BIN, As'ad Said Ali, Hambali merupakan "kader paling cerdas", terbukti dia terpilih "sebagai lulusan terbaik angkatan keempat."

"Hambali pernah mendapat pendidikan militer di Afghanistan. Dia angkatan ke-4 dan lulus 1989, dan sempat menjadi instruktur," kata Nasir Abas, bekas pimpinan Jemaah Islamiyah, kepada BBC News Indonesia, Sabtu (28/08).

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved