Berita Bali
Kemarau Panjang, Bali Terancam Kekeringan, Buleleng dan Karangasem Masuk Wilayah Siaga
Adanya kemarau panjang ini membuat kekhawatiran akan datangnya kekeringan lahan pertanian di Bali, Buleleng dan Karangasem siaga
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Irma Budiarti
Pun begitu, hingga kini menurutnya, pihaknya belum menemukan data adanya kekeringan atau lahan pertanian yang puso akibat musim kemarau.
Terkait ketersediaan pangan, Lihadnyana juga memastikan, stok pangan di Bali masih dalam kategori aman, karena pola tanam para petani Bali menurutnya telah tertib sesuai adat istiadat yang berlaku.
Mantan Pjs Bupati Badung ini mengatakan, pihaknya juga terus memantau terkait ketersediaan pangan di Bali.
“Ketersediaan pangan di Bali kan pola tanamnya tertib ya, tidak khawatir soal itu. Karena kita selalu memantau stok-stok yang ada,” ucapnya.
Baca juga: Masuki Musim Kemarau Bali Terancam Kekeringan Panjang,Dewan Minta Pemprov Tanggap Lakukan Antisipasi
DPRD Minta Pemprov Antisipasi
Terkait fenomena tersebut, Anggota Komisi II DPRD Bali, Kade Darmasusila mendesak Pemprov Bali tanggap mempersiapkan datangnya kemarau panjang.
Pasalnya, saat ini Bali mulai mendasarkan perekonomiannya dari sektor pertanian di masa pandemi ini. Apalagi, karena sektor pariwisata lesu darah akibat pandemi.
"Di satu sisi pariwisata seperti ini dan pertanian adalah second line daripada ekonomi di Bali, tentu sebagai wakil rakyat di provinsi.
Kebijakan pemerintah bagaimana di pertanian kalau sumber air tidak bisa dimanfaatkan kan nggak mungkin kita paksanakan petani menanam kan rugi," kata Darmasusila.
Ini karena dua daerah di Bali yang dikenal sebagai lumbung beras Pulau Dewata yakni Kabupaten Tabanan dan Jembrana dipastikan akan menjadi daerah yang terparah terdampak kekeringan.
"Tentu pemerintah kan harus cepat tanggap dan sadar dalam menghadapi kondisi alam yang tidak bisa kita hindari.
Bali sebagai daerah lumbung padi Tabanan dan Jembrana pasti akan terdampak dari sektor pertanian," paparnya.
Wakil rakyat dari Dapil Jembrana ini menyebutkan, selain sektor pertanian, sektor hortikultura lainnya seperti perkebunan juga ikut terkena dampak keras akibat kekeringan.
"Bahkan bisa saja tanaman-tanaman hortikultura, seperti cengkih, vanili, buah-buahan ada di ladang kena dampak karena nggak pernah kena air," tegas Ketua DPC Gerindra Jembrana ini.
Untuk itu, dia meminta pemerintah tidak lepas dan cepat mengantisipasi melalui berbagai langkah yang tepat dalam menyelamatkan perekonomian dan pertanian Bali.
Darmasusila mendorong Pemprov dan Pemkab/Pemkot se-Bali yang saat ini tengah menyusun anggaran perubahan di APBD 2021 untuk memperhatikan secara khusus sektor pertanian dalam anggaran perubahan.
"Menurut saya bicara pertanian dalam arti luas maka pemerintah harus mengantisipasi melalui program apa kira-kira bisa mempertahankan ekonomi dari sektor pertanian.
Pemerintah kabupaten maupun provinsi ini kan sedang membahas anggaran perubahan. Sehingga apakah prioritas utama anggaran perubahan di sektor pertanian,” pintanya.
Pihaknya mendorong Pemprov Bali berani mengambil langkah tegas dengan meningkatkan anggaran pertanian menjadi 5 persen dari APBD.
Seperti diketahui, selama ini alokasi anggaran sektor pertanian di Bali hanya 2 persen per tahun.
“Kenapa dengan sektor pariwisata tidak berjalan, pertanian diangkat 5 persen lah untuk mengantisipasi masa paceklik atau kemarau panjang,” katanya.
Dengan langkah tersebut, diharapkan pemerintah dapat memberikan berbagai stimulus ekonomi atau hibah kepada masyarakat, khususnya para petani yang terdampak kekeringan.
“Sehingga masyarakat bisa lah pelihara kambing, pelihara ayam atau petelur sehingga masih ada perputaran ekonomi sektor pertanian melalui stimulus ekonomi atau hibah kepada kelompok masyarakat melalui program padat karya,” tukasnya.
Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan berbagai antisipasi terkait musim kemarau ini. Salah satunya dengan memantau ketersediaan pangan di pasaran, utamanya Bulog.
Hal ini menurutnya bakal menjadi dasar bagi rekomendasi dewan kepada Gubernur Bali, Wayan Koster apakah harus mendatangkan beras dari luar daerah atau tetap menggunakan stok yang ada.
"Ya tentu kita akan antisipasi. Komisi terkait akan kita sarankan memantau kesediaan beras sebagai dasar rekomendasi kepada pemerintah apakah perlu mendatangkan beras dari luar atau tidak.
Perlu tidak perlu kita harus bicara dengan data. Kalau menurut data Bulog cadangan beras cukup kan itu dulu dimanfaatkan,” terangnya. (ian/ful/gil)