Pura di Bali
Sejarah Pura Kahyangan Tiga, Berikut Kisahnya di Masa Pemerintahan Sri Dharma Udayana Warmadewa
Sebelum beliau dinobatkan menjadi raja di Bali, beliau adalah seorang pangeran yang bernama Udayana. Sedangkan istrinya bernama Mahendradatta (seorang
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sri Dharma Udayana Warmadewa, adalah raja yang memerintah di Bali dengan istrinya Gunapriya Dharmapatni.
Sebelum beliau dinobatkan menjadi raja di Bali, beliau adalah seorang pangeran yang bernama Udayana. Sedangkan istrinya bernama Mahendradatta (seorang putri dari Jawa).
Jero Mangku Ketut Maliarsa, menjelaskan sekilas sejarahnya ke Tribun Bali, Senin 20 September 2021.
Pemangku asli Bon Dalem ini juga menuliskan, beberapa kisah kerajaan Bali lainnya pada buku 'Kahyangan Jagat, Pura Purwa Siddhi Ponjok Batu Buleleng' Bali.
Baca juga: Kiamat atau Pralaya, Wisnu Purana Berikut Arti dan Maknanya Dalam Hindu
Raja suami-istri ini, di Bali lebih dikenal dengan sebutan Mahendradatta dan Udayana.
Perkawinan raja suami-istri ini, tercantum pada piagam batu bertulis yang berangka tahun 1006-1007 Masehi.
Beliau berkuasa di Bali, lebih kurang selama 23 tahun. Yaitu dari tahun 988 sampai 1011 Masehi. Baginda Raja Dharmaudayana Warmadewa adalah pangeran atau putra mahkota Sri Janasadhu Warmadewa.
Kemudian istrinya Gunapriya Dharmapatni, adalah salah seorang putri dari Makutawangsa Wardana yang menjadi raja di Jawa Timur.
"Nah di dalam prasasti-prasasti dan piagam-piagam tertulis. Bahwa pemerintahan dipegang oleh Baginda raja suami-istri," sebutnya.
Bahkan konon baginda istri yang lebih berkuasa. Prasasti-prasasti tersebut masih tersimpan sampai kini di Desa Bebetin, Desa Serai, Desa Buahan, Desa Batur, Desa Sading, dan sebuah piagam batu tertulis yang terletak di Gunung Penulisan.
"Pemerintahan bagianda raja suami-istri ini membawa perkembangan dan perubahan yang sangat signifikan, terutama dalam struktur pemerintahan. Selain perubahan dalam bidang kebudayaannya," jelas pemangku Pura Campuhan Windhu Segara ini.
Kemudian dalam pemerintahan, beliau mulai banyak menggunakan bahasa Jawa Kuno yang pemerintahan sebelumnya menggunakan bahasa Bali Kuno.
Dalam pemerintahan terbentuklah suatu badan penasehat yang beranggotakan banyak orang. Sebagai pendamping baginda raja suami-istri.
Anggota pendamping ini adalah para pandita Siwa-Budha dan para senopati.
Baca juga: Sulinggih Lebar, Berikut Prosesi Pelebonnya dalam Masyarakat Hindu Bali