Berita Jembrana
Petani Kakao di Jembrana Hasilkan 50 Kilogram Biji Cokelat Per Bulan, Wirahadi: Cukuplah untuk Makan
Meskipun di tengah masa pandemi yang tidak berujung hingga saat ini, hasil panen kakao petani Jembrana mampu mencapai puluhan kilogram per bulannya
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Petani Kakao di Jembrana dapat tersenyum lebar.
Meskipun di tengah masa pandemi yang tidak berujung hingga saat ini, hasil panen kakao petani Jembrana mampu mencapai puluhan kilogram per bulannya.
Meskipun, tidak seperti sebelum masa pandemi terjadi. Hal itu diakibatkan permintaan yang cukup minim.
Petani kakao Jembrana, di Banjar Adnyasari, Desa Ekasari, Komang Wirahadi, mengatakan, bahwa dimulai pada tahun 2017 lalu.
Baca juga: Bertahan di Tengah Pandemi, Ekspor Cokelat Jembrana ke Belanda Capai Ratusan Kilogram per Bulan
Kurang lebih dari lahan yang saat ini dikelolanya selama empat setengah tahun, sudah belasan ton dihasilkan.
Meskipun pandemi, memang ada saja permintaan, namun tidak sebesar di saat sebelum pandemi.
“Kalau sekarang sudah mulai agak ramai lagi.
Sebelum pandemi, kami bisa panen dua minggu sekali dapat basah 125 kilogram,” ucapnya, Kamis 30 September 2021.
Menurut dia, masa panen kakao sendiri ada pada bulan keempat hingga ketujuh selama setahun.
Dahulu sebelum pandemi, permintaan itu dapat mencapai 200 kilogram untuk kering atau fermentasi.
Di saat pandemi hasil tetap sama, hanya saja permintaan menurun. 50 kilogram, per kilogram dengan harga fermentasi Rp 40 ribu.
“Ya berkurang tapi tidak terlalu. Cukup lah buat kami makan. Ya tidak seperti sektor lain (pariwisata) yang ambruk. Syukur. Satu Astungkara lah, mas,” ungkapnya.
Dijelaskannya, untuk menghasilkan buah kakao dari awal sampai bisa panen dan dijual.
Tahapan yang dilalui pihaknya mulai masa tanam, kemudian petik.
Setelah petik, dilanjutkan dengan buah kakao dibelah menjadi dua dan diambil bijinya.
Baca juga: Pecetakan Akta Kelahiran di Jembrana Menurun Tahun 2021, Hanya 4.850 Akta Baru
Selanjutnya ialah proses dimasukkan ke kotak fermentasi selama enam hari. Dibolak-balik. Dalam rentang enam hari itu, dilakukan untuk mencapai suhu 48-50 derajat Celcius. Baru biji cokelat bisa dijemur.
“Setelah dijemur ditunggu sampai kering. Dimasukkan ke karung langsung dijual ke pembeli,” jelasnya.
Ia menambahkan, bahwa meskipun tidak terpengaruh pandemi, pihaknya juga tetap waspada terhadap gagal panen. Terutama di masa musim penghujan.
Sebab, saat musim hujan terlalu deras, maka muncul penyakit pada tanaman kakao. Yakni, jamur buah. Sehingga dapat menyebabkan rugi total disebabkan satu pohon hitam semua.
“Kami berharap hujan satu Minggu sekali. Karena hasil petani itu tidak menentu. Apalagi saya adalah Petani mandiri tanpa ada bantuan pemerintah,” bebernya. (*)
Artikel lainnya di Berita Jembrana