Serba serbi
Terkendala Suara, Begini Kisah Dewa Mangku Dalang Samerana Menjadi Dalang
Dewa Mangku Dalang Samerana, memiliki kisah tersendiri sampai akhirnya menjadi seorang dalang wayang di Bali.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
“Saya mulai menekuni wayang calonarang dari tahun 1999, sampai sekitar 2007. Lalu dari 2007 itu ada saja yang meminta agar saya meruwat,” katanya.
Sampai akhirnya ia memulai sebagai dalang wayang sapuhleger, khususnya setelah ia mawinten mangku dalang.
Pada tahun 2010, ia pula menjadi mangku kawitan atau mangku merajan yang disaksikan oleh prajuru desa adat dan bendesa serta pemangku kahyangan tiga.
Sejak saat itu, ia menjadi mangku merajan dan mangku dalang.
“Makanya saya kadang-kadang ngeruwat memakai bajra, karena fisik saya mangku paibon dan mangku merajan,” jelasnya.
Sebelum kuliah di ISI dan tamat kuliah tahun 2001, jero mangku juga bersekolah di SMKI yang sebelumnya bernama Kokar dari tahun 1993 sampai 1997.
“Kalau sekolah menengah waktu itu jurusan saya adalah tari,” sebutnya.
Mengingat ada warisan wayang dari leluhur, ia pun mulai belajar dari nol sebelum akhirnya mendalami dunia pedalangan sejak duduk di bangku kuliah.
Lanjut pemangku yang bisa magender ini, tatkala ia masih menjadi dalang calon arang. Ia membawakan cerita tentang kisah Ratna Manggali, Walu Nateng Dirah, Prabu Erlangga, dan Empu Bradah.
“Kalau penyalonarangan seperti basur, Dalem Bungkut, yang menceritakan pangiwa atau pangleakan,” ujarnya.
Leak ini, kata dia, adalah ‘li’ atau lingga dan ‘ak’ yang berarti aksara atau linggih aksara di angga sarira.
Selain itu, jero mangku ini juga mengambil dalang wayang ruwatan termasuk wayang sapuh leger.
“Kalau saya mengambil ruwatan wayang sapuh leger, sesuai dengan hari lahirnya. Kalau lahir hari Minggu ya diruwat hari Minggu, begitu seterusnya sampai hari Sabtu wuku Wayang,” tegasnya.
Sebab memang tidak boleh sembarangan dalam meruwat sapuh leger.
Ia menegaskan kembali, sebab hal itu disebut bayuh oton sapuh leger.