Serba serbi
Mengenal Kulkul, Media Komunikasi yang Disucikan dalam Masyarakat Hindu Bali
Secara filosofi, makna kulkul tertulis di dalam lontar Awig-Awig Desa Sarwaada, Markandeya Purana.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Secara filosofi, makna kulkul tertulis di dalam lontar Awig-Awig Desa Sarwaada, Markandeya Purana.
"Hal ini dinyatakan bahwa kulkul adalah benda suci, sehingga keberadaannya sangat disakralkan, juga menurut kepercayaan agama Hindu di Bali. Kulkul media komunikasi yang diagungkan kesuciaannya," jelas Jero Mangku Ketut Maliarsa kepada Tribun Bali, Selasa 5 Oktober 2021.
Selain itu, dikatakan juga merupakan bagian dari Panca Gita yang berfungsi melengkapi pelaksanaan kegiatan upacara yadnya, khususnya upacara Dewa Yadnya.
Baca juga: Selain Sebagai Alat Komunikasi, Ini Penjelasan Terkait Makna Kulkul di Bali
"Jika melaksanakan upacara Dewa Yadnya di tempat suci, yaitu pura pasti membunyikan suara kulkul yang diyakini sebagai sarana menyambut para dewa atau para bhatara untuk menerima persembahan yadnya dari umat Hindu," ucap pemangku asli Bon Dalem ini.
Panca Gita yang dimaksud adalah lima nyanyian atau suara, meliputi suara gamelan musik tradisional Bali, suara pesantian (kekidungan), suara genta dari para pemangku atau sulinggih (jika menggunakan sulinggih), suara rapalan mantra dan juga disertai suara kulkul.
Baca juga: Kulkul Bergerak Sendiri Hebohkan Medsos, Harapan Pertanda Baik di Banjar Merta Rauh
"Itulah sebabnya sarana kulkul merupakan bagian dari Panca Gita yang sudah sepantasnya selalu ada dalam melaksanakan kegiatan upacara/ upakara Dewa Yadnya," jelasnya. Termasuk penanda upacara yadnya yang lainnya.
Kulkul ada di Bali, sejak zaman dahulu adalah sebagai sarana komunikasi tradisional.
Di samping itu, bunyi kulkul dikatakan sebagai bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan komunitas masyarakat.
Bahkan dikatakan media kulkul, adalah sebagai alat pemersatu masyarakat Hindu di Bali sesuai dengan penggunaan dan fungsi kebutuhannya.
Baca juga: Kulkul Bergerak Sendiri di Banjar Merta Rauh Denpasar, Bale Banjar Terkenal Cukup Mistis
Kulkul juga dinyatakan sebagai tanda turunnya para dewa, atau para bhatara jika sudah diperdengarkan bunyinya pada saat pelaksanaan upacara Dewa Yadnya.
Kemudian sebagai tanda bahaya, sebagai isyarat adanya pertemuan atau rapat (sangkep).
Lalu sebagai tanda untuk mengerahkan masyarakat, untuk bekerja atau gotong-royong.
Serta sebagai tanda adanya gejala alam seperti terjadi gerhana bulan atau matahari, gempa bumi dan lainnya. Termasuk jika ada kebakaran, kemalingan dan banyak lagi.
"Kulkul ditempatkan dan dibuatkan bale kulkul yang agak tinggi, karena diyakini sebagai benda suci dan disakralkan. Sehingga tidak boleh ditempatkan sembarang tempat atau tempat asal- asalan, dan tidak boleh dibunyikan atau dipukul sembarangan," tegasnya.
Penempatannya agak strategis dan kerap di tempat paling tinggi dengan maksud agar suaranya dapat didengar dari segala penjuru. Bahkan hingga radius beberapa kilometer.
Media kulkul berdasarkan jenisnya ada empat, yaitu kulkul dewa letaknya di tempat suci atau pura. Lalu kulkul bhuta, yakni sarana yang digunakan sebagai pelengkap upacara bhuta yadnya berupa pecaruan.
Kulkul manusia yang berfungsi untuk untuk mengumpulkan warga dalam kegiatan rapat (sangkep), bekerja dan sebagainya. Ada juga kulkul variasi atau hiasan saja.
"Kulkul yang ditempatkan di pura atau tempat suci ada dua yaitu kulkul lanang (laki) dan kulkul wadon (perempuan). Ini sebagai simbol Rwa Bhineda atau dua yang berbeda sebagai lambang ibu pertiwi dan bapa akasa," sebut pensiunan kepala sekolah ini. Termasuk pula lambang ardhanareswari. (*)
Artikel lainnya di Serba Serbi