Berita Bali

Buda Cemeng Warigadean Bertepatan dengan Purnama Kalima, Hari Istimewa Bagi Pejalan Sunyi

Rabu 20 Oktober 2021 ada dua hari istimewa bagi umat Hindu di Bali, yakni Buda Wage Warigadean dan Purnama Kalima

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Rizal Fanany
ILUSTRASI umat Hindu melaksanakan persembahyangan. Rabu 20 Oktober 2021 ada dua hari istimewa bagi umat Hindu di Bali, yakni Buda Wage Warigadean dan Purnama Kalima. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Rabu 20 Oktober 2021 ada dua hari istimewa bagi umat Hindu di Bali, yakni Buda Wage Warigadean dan Purnama Kalima.

Buda Wage atau Buda Cemeng Warigadean dirayakan seriap enam bulan sekali, tepatnya pada Rabu Wage wuku Warigadean.

Budayawan Bali yang juga Penyarikan Agung Majelis Desa Adat (MDA) Bali I Ketut Sumarta mengatakan, dalam hal tradisi kewaktuan, hari Rabu merupakan hari yang istimewa di Bali.

Alasan pertama karena Rabu merupakan hari yang berada pada posisi pertengahan di antara siklus tujuh harian atau saptawara.

Baca juga: Buda Wage Warigadean, Apa yang Seharusnya Dilakukan Umat Hindu?

"Posisi ini seakan menjadi titik equilibrium, keseimbangan nan prima," kata Ketut Sumarta kepada Tribun Bali.

Alasan kedua, karena secara kosmologis maupun geomitologis Bali, hari Rabu dikaitkan dengan posisi arah barat dengan pangurip atau neptu tujuh.

"Barat berarti posisi Matahari tenggelam.

Keteraturan hukum kosmik meniscayakan, usai Matahari tenggelam maka datanglah malam.

Malam identik dengan gelap. Malam juga bersahabat dengan Candra atau rembulan.

Karena itu, gelap lantas dikaitkan dengan elemen dasar pertiwi, yang padat, berupa tanah," katanya.

Ia menambahkan, paham pertiwi, berarti tidak melupakan tanah, apalagi mengabaikan dan menyembarangkan tanah. 

Ketika tanah dilupakan, diabaikan, diperlakukan sembarangan, kehidupan pun menjadi teracuni, sehingga yang gelap menjadi kian gulita. 

"Sebaliknya, ketika pertiwi, tanah, disadari, maka di titik itu pula tanah yang semula gelap berubah menjadi sinar terang cemerlang gilang-gemilang.

Secara spiritual dinamakan Mahadewa yang artinya Mahacahaya sinar terang cemerlang gilang-gemilang," imbuhnya.

Baca juga: Buda Cemeng Warigadean, Lakukan Pengendalian Nafsu, Ini Persembahannya

Dalam tradisi susastra kesadaran Bali menuturkan jika tubuh-ragawi merupakan pertiwi. 

"Badan inilah tanah, sehingga dianjurkan manakala tak punya karang sawah, maka sepatutnya olahlah karang awak, tanah-tubuh sendiri.

Gali-gali, tanamilah badan-ragawi ini sendiri dengan benih-benih kebaikan demi kebaikan yang membaikkan hidup dan kehidupan bersama.

Sayangilah tubuh agar sehat segar bugar, pahamilah tubuh agar paham keberadaan sang Jiwa yang menghidupi tubuh," paparnya.

Sehingga menurut Sumarta, manakala Rabu bertepatan dengan purnama seperti saat ini, Buda Wage Warigadean bertemu Purnama Kalima, tradisi pelaku olah jiwa Bali pun memaknainya dengan istimewa. 

Hal Ini dinamakan Buda Kembang, atau ada pula yang menyebut Buda Nadi.  

"Kembang berarti mekar, merekah, cerah ceria.

Layaknya bunga yang mekar merekah, cerah ceria, begitu tenang nan damai dan bahagia muncul alamiah dari dalam kedalamannya sendiri.

Yang mekar merekah, cerah ceria, tenang nan damai dan bahagia muncul alami dari dalam kedalamannya sendiri itu dinamakan Buddha.

Baca juga: Buda Cemeng Warigadean, Kendalikan Hawa Nafsu, Lakukan Renungan Suci Saat Malam

Tiada ubahnya dengan bulan purnama sempurna," katanya.

Bagi para penekun dan penempuh ”jalan sunyi”, momentum Buda Kembang ini sungguh dimaknai sebagai kesempatan emas.

Untuk menyadari sambungan tali-rasa kalbu-hati antara pertiwi-tanah-tubuh-dan candra atau rembulan.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved