Berita Bangli
Pingit, Kisah Bale Kulkul di Pura Kehen Bangli yang Dibuat Alami Tanpa Tangga
Pura yang telah ada sejak tahun 1126 Icaka atau 1204 Masehi ini, merupakan pura yang disungsung hampir seluruh warga Bangli
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pura Kehen di Bangli, adalah salah satu pura yang memiliki kisah unik di Bali.
Pura yang telah ada sejak tahun 1126 Icaka atau 1204 Masehi ini, merupakan pura yang disungsung hampir seluruh warga Bangli.
Sebab ada 25 banjar adat di Bangli, yang menjadi pengempon pura ini dari wilayah utara di Kubu hingga selatan di Bebalang termasuk wilayah barat dan timur Bangli. Termasuk wilayah kota Bangli, yang tergabung dalam gebog domas.
Hal ini dijelaskan Sang Mangku Gede Dalem Selaungan, kepada Tribun Bali dalam acara bertajuk Bali Sekala-Niskala beberapa hari lalu.
Baca juga: Rangkaian Karya Ngusaba di Pura Kehen, Pemkab Bangli Laksanakan Upacara Mepeed
Pemangku Pura Gede Selaungan ini, menjelaskan bahwa sesuai dengan prasasti Kehen bahwa dilakukan karya ngusaba bhatara turun kabeh setiap tiga tahun sekali.
Dan upacara tersebut telah dimulai sejak pertengahan Oktober 2021.
“Pada saat Purnamaning Kalima, melakukan upacara ngusaba dengan menghaturkan kebo cemeng,” sebutnya.
Lanjut pemangku, seluruh banjar adat yang menjadi pengempon turun ngayah saat upacara ngusaba di Pura Kehen.
Karena masih dalam situasi pandemi akibat virus Covid-19, maka protokol kesehatan pun tetap dijaga saat upacara dan persembahyangan.
“Kebetulan sekarang sudah level dua, ada keringanan sedikit. Walaupun demikian tetap menjalankan protokol kesehatan,” jelasnya.
Sebab karya ngusaba tersebut juga penting, sebagai upaya spiritual memohon ke Tuhan agar pandemi segera mereda bahkan kalau bisa berakhir.
Bahkan ditambah beberapa upakara dan bakti, untuk meredam pandemi ini saat ngusaba di Pura Kehen, Bangli.
Pembuatan bebantenan pun diatur di masing-masing banjar, agar tidak terjadi kerumunan di pura.
Salah satu hal unik di Pura Kehen, adalah adanya bale kulkul di atas pohon beringin yang tetap dijaga kesakralannya. Bahkan sengaja tidak dibuatkan tangga, agar tidak sembarang orang bisa menaikinya.
Baca juga: Nimbang Lanlanan, Prosesi Unik yang Dilaksanakan saat Karya Ngusaba di Pura Kehen Bangli
Jadi pemangku yang akan menepak atau memukul kulkul itu, harus menaiki akar pohon beringin.
“Kulkul sudah ada sejak zaman dahulu, dan kulkul yang asli sudah hilang setengah karena terus dipukul saat karya,” ujarnya.
Untuk itu dibuatkan duplikat dari kulkul ini di belakang kulkul yang asli tersebut.
Saat memulai menyuarakan kulkul tersebut, dimulai dengan nada dong-dong-tut baru disambung dengan suara kulkul duplikatnya.
Suara kulkul pun tidak boleh sembarangan dibunyikan, karena harus dibunyikan dari awal sampai selesai upacara oleh orang yang dipilih bernama Jero Mangku Waringin.
Kayu pengganti untuk kulkul pendamping pun tidak boleh sembarang kayu, dan tentunya melalui proses upacara dengan banten khusus karena berada di area pura.
Ada pula kulkul di bale kulkul, yang disuarakan dalam hal tertentu atau hal yang tidak bersifat begitu sakral.
Kulkul di pohon beringin itu pun, ada kaitannya dengan kulkul yang berada di wilayah perempatan Bangli. Dimana dari cerita para tetua di sana, kulkul ini saling dibunyikan.
Jero Mangku Waringin yang biasa membunyikan kulkul ini, menjelaskan bahwa di area kulkul ada palinggih Bhatara Sakti Hyang Waringin.
“Tugas saya memang untuk memukul kulkul panjenengan sekaligus muput bakti di area tersebut,” jelasnya.
Jero Waringin yang terbiasa naik ke atas dengan kaki telanjang, tanpa menggunakan tangga mengaku sudah biasa.
Baca juga: 50 Anggota Polres Bangli Ngayah di Pura Kehen Bangli
Ia sudah tahu mana celah kakinya harus berpijak di akar beringin tersebut. Apalagi memang tidak boleh sembarang orang naik ke atas bale kulkul ini.
“Kecuali keputusan dari saya untuk naik ke atas menggantikan saya itu bisa,” tegasnya. (*)
Artikel lainnya di Berita Bangli