Berita Bangli
Kendala Akses Jalur Darat, Hasil Panen Petani di Tiga Desa Wilayah Bangli Menumpuk
Disisi lain, kondisi ini justru berdampak pada hasil panen warga dari tiga desa yang tidak bisa dipasarkan, sehingga terjadi penumpukan
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Satu-satunya akses darat yang menghubungkan Desa Kedisan hingga Desa Terunyan Kintamani hingga kini belum direkomendasikan untuk dilintasi.
Hal ini dikarenakan tebing di sekitar yang masih rawan terjadi longsor susulan.
Disisi lain, kondisi ini justru berdampak pada hasil panen warga dari tiga desa yang tidak bisa dipasarkan, sehingga terjadi penumpukan.
Hal ini diakui Kadis Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli, I Wayan Sarma, Senin (1/11/2021).
Baca juga: Masih Terjadi Longsor Susulan, Status Kedaruratan di Kintamani Bangli Diperpanjang hingga 5 November
Ia mengungkapkan dampak tanah longsor yang terjadi pada Sabtu (16/10/2021) selain menyebabkan warga terisolasi, tidak dipungkiri juga berdampak pada sektor pertanian. Hanya dampaknya tidak terlalu parah.
"Begitupun dengan kerusakan lahan pertanian akibat dampak longsoran, juga ada. Namun, tidak terlalu banyak.
Dari ratusan hektare luas lahan pertanian mulai dari Terunyan hingga Buahan, kerusakannya sekitar 0,35 hektare," ujarnya.
Sarma juga mengungkapkan jika sebelumnya warga dari Desa Terunyan sempat mengeluh karena hasil produksi bawang merah warga sekitar tidak bisa dipasarkan.
Pejabat asal Desa/Kecamatan Tembuku itu bahkan menyebut total hasil panen bawang yang menumpuk mencapai 135 ton.
"Itu merupakan hasil panen bulan September hingga Oktober. Terjadinya penumpukan hasil panen karena kendala akses jalur darat yang tertutup longsor. Tak hanya bawang, namun juga produksi sayuran warga dari tiga desa sempat menumpuk," kata dia.
Kendati demikian, imbuh Sarma, sejak akses jalur darat terbuka seluruhnya pada Senin (19/10/2021), perlahan penumpukan produksi pertanian sudah mulai berkurang.
Sehingga untuk produksi bawang merah yang sempat menumpuk, saat ini hanya tersisa sekitar 40 hingga 50 ton yang belum dipasarkan.
"Setelah akses jalan terbuka itulah baru bisa dikeluarkan barangnya. Itupun mereka harus eksra hati-hati saat melintas," ungkapnya.
Lantas terkait upaya pemerintah dalam membantu pemasaran hasil produksi pertanian warga terdampak bencana, Sarma mengatakan yang terpenting adalah pembukaan akses jalan untuk mengambil hasil pertanian warga.
Baca juga: Perempuan Muda Asal Bangli Nekat Mengakhiri Hidupnya di Denpasar, Polisi Sebut Mengeluh Sakit Ini
Sementara disinggung penggunaan jalur danau, Sarma menjelaskan bisa dilakukan, hanya saja biaya angkutnya cukup tinggi.
"Selain itu, angkutan danau juga terbatas jumlahnya. Itu yang menyulitkan petani," tandasnya. (*)
Artikel lainnya di Berita Bangli