Berita Denpasar

GUPBI Bali Akan Gelar Mepatung Massal Guna Permudah Masyarakat Bali untuk Dapatkan Daging Babi

Ketua Gabungan Babi Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali, Ketut Hary Suyasa membuat beberapa gerakan baru

Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Karsiani Putri
Tribun Bali/I Komang Agus Aryanta
Ketua GUPBI Bali Ketut Hary Suyasa 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketua Gabungan Babi Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali, Ketut Hary Suyasa membuat beberapa gerakan baru untuk memulihkan kondisi peternakan babi jelang hari raya Galungan dan Kuningan. 

"Langkah-langkah yang diambil pertama kirim babi ke luar wilayah Bali. Kedua, kita memberikan pemahaman kepada masyarakat secara umum bahwa harga pokok produksi babi sekian, harganya harusnya sekian, itu sudah kami informasikan," paparnya pada, Jumat, 5 November 2021. 

Yang terpenting menurutnya, adalah mencoba mengkomunikasikan kepada pemerintah berkaitan tentang teori GUPBI, yakni mepatung massal.

Nantinya dalam enam bulan sekali pihaknya akan mempertemukan antara peternak babi dengan konsumen daging babi.

Sehingga jika nantinya konsumen membeli babi dengan harga diatas HPP, sedangkan perekonomian di konsumen saat ini tengah bermasalah, jadi dapat membeli daging babi dengan harga yang relatif murah. 

"Teorinya mepatung massal, kita beli babi harga di atas HPP, kemudian dijual perkilo dalam bentuk karkas, patungan, itu nilainya Rp65 ribu. Sedangkan harga daging di pasaran itu Rp90 ribu sampai Rp110 ribu. Jadi bisa dibayangkan murahnya. Ini hanya enam bulan sekali," lanjutnya. 

Baca juga: Sang Hyang Kala Tiga Galungan, Tetap Hati-hati Saat Ia Turun 

Baca juga: Menjelang Hari Raya Galungan, Harga Bunga Gumitir dan Pacah Alami Peningkatan

Baca juga: Stok Babi Aman Sambut Galungan dan Kuningan, GUPBI: Konsumsi Daging Babi di Bali Kecil

Jelang Galungan ini ia pun berharap ada kenaikan harga babi, tetapi tidak melampaui Rp45 ribu agar masyarakat juga dapat membeli babi untuk keperluan persembahyangan.

Umumnya pasokan untuk hari raya sendiri tidak menentu karena di Bali itu babi tidak menjadi satu-satunya pilihan walaupun produk utama. 

"Jadi pada dasarnya Bali bukan konsumen daging babi, serapan kecil daging babi di masyarakat kecil tetapi lebih banyak ke upacara atau upakara. Masalahnya di situasi Covid-19 ini, inilah yang mengakibatkan serapan babi kecil," tandasnya.

(*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved