Berita Bali
Tayeb Dituntut 3 Tahun Penjara di Bali, Kasus Dugaan Masukkan Keterangan Palsu ke Akta Autentik
Terdakwa Zainal Tayeb dituntut pidana penjara selama tiga tahun oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terdakwa Zainal Tayeb dituntut pidana penjara selama tiga tahun oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung.
Surat tuntutan dibacakan tim JPU dalam sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dengan majelis hakim pimpinan I Wayan Yasa, Selasa 16 November 2021.
Zainal Tayeb yang dikenal sebagai pengusaha sekaligus promotor tinju ini dituntut pidana terkait perkara dugaan menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik dengan korbannya, Hedar Giacomo Boy Syam.
Terhadap surat tuntutan JPU, terdakwa Zainal Tayeb didampingi tim penasihat hukumnya akan menanggapi melalui pembelaan (pledoi) secara tertulis.
Baca juga: Dituntut Tiga Tahun Penjara, Zainal Tayeb Berserah pada Majelis Hakim
"Kami akan mengajukan pembelaan tertulis, Yang Mulia," ucap Mila Tayeb selaku anggota penasihat hukum Zainal Tayeb. Sidang pembacaan nota pembelaan digelar, Kamis 18 November 2021.
Sementara itu dalam surat tuntutannya, JPU menyatakan, terdakwa Zainal Tayeb terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif kesatu Pasal 266 ayat (1) KUHP.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Zainal Tayeb dengan pidana penjara selama tiga tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," tegas JPU Dewa Arya Lanang Raharja.
Seusai persidangan, Zaenal Tayeb tidak bersedia memberikan keterangan panjang lebar dan mempercayakan kepada penasihat hukumnya.
"Saya tidak (menanggapi). Coba ke pengacara saja. Kalau saya tidak tahu apa-apa," ucapnya.
Ditanya apa harapannya, Zainal mengatakan, menyerahkan sepenuhnya pada keputusan majelis hakim.
"Nanti kita serahkan saja ke majelis hakim," katanya.
Terpisah, tim penasihat hukum menilai tuntutan pidana yang dilayangkan tim JPU terhadap Zainal Tayeb terlalu berat.
"Menurut kami (tuntutan) terlalu berat. Jadi kami akan tanggapi melalui pledoi, hari Kamis (18 Nopember 2021) ini," ujar Mila Tayeb selaku anggota penasihat hukum Zainal Tayeb.
Mila menyatakan, apa yang dipaparkan JPU dalam analisis yuridis perkara sangat bertentangan.
"Analisis yuridis dalam tuntutan jaksa, jelas bertentangan dari pihak kami. Jaksa berpatokan pada Pasal 266 ayat (1) KUHP. Itu formalnya saja, sedangkan materinya tidak. Intinya hitungan matematika yang dipakai. Luasan, pembayaran, kemudian delapan sertifikat. Sementara kan ada materiil. Ada lokus, tempos. Itu kan harus diperhatikan juga. Ada kronologi di balik itu," tegasnya.
Terkait tuntutan JPU tersebut, Bernadin selaku kuasa hukum korban, Hedar Giacomo Boy Syam pun angkat bicara.
Menurut pengacara yang dikenal bergaya nyentrik ini, apa yang menjadi tuntutan JPU berdasarkan fakta persidangan.
"Jaksa menuntut berdasarkan pertimbangan fakta persidangan. Tidak mungkin diluar fakta persidangan. Dari Pasal 226 ayat (1) KUHP itu ancaman pidananya tujuh tahun. Kalau diancam pidana (tiga tahun) segitu masih rasional. Tergantung nanti majelis hakim memutus perkara ini berapa putusannya," terangnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon selularnya.
Ditanya apakah kliennya sudah mengetahui tuntutan JPU, Bernadin pun mengatakan telah menginformasikan.
"Sudah saya beritahu. Saya jelaskan ke dia (Hedar Giacomo Boy Syam), bahwa tuntutan jaksa sesuai fakta persidangan dan sudah sangat rasional," jawabnya.
Seperti diketahui, perkara ini terjadi berawal ketika saksi korban Hedar Giacomo Boy Syam dihubungi oleh terdakwa Zainal, meminta bertemu membicarakan perihal kerjasama pembangunan rumah vila.
Tanggal 25 September 2017, saksi korban menemui terdakwa di rumahnya dan terjadilah percakapan mengenai materi yang akan dituangkan dalam Akta Perjanjian Notaris.
Selain itu, hadir juga dalam pertemuan itu saksi Yuri Pranatomo selaku orang kepercayaan terdakwa, saksi Luh Citra dan saksi Kadek Swastika selaku pegawai PT Mirah Bali Konstruksi.
Dalam pertemuan itu terdakwa menyampaikan kepada saksi korban akan menjual tanah dengan luas keseluruhan 13.700 meter persegi dengan harga Rp 4,5 juta per meter.
Itu akan menjadi salah satu klausul dalam Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Penjualan.
Kemudian saksi korban menyetujui dan menyanggupi membayar tanah milik terdakwa.
Saat itu saksi korban percaya kepada terdakwa bahwa total luasan tanah tersebut benar memiliki luas 13.700 meter persegi.
Selanjutnya, terdakwa memerintahkan Yuri membuat draft berdasarkan hasil pertemuan dengan saksi korban.
Draf itu akan diajukan ke notaris untuk dibuatkan akta.
Kemudian Yuri membuat draft yang pada pokoknya berisi, bahwa terdakwa selaku pihak pertama dan saksi korban selaku pihak kedua sepakat untuk membuat perjanjian kerjasama pembangunan dan penjualan.
Obyek kerjasama adalah delapan SHM yang seluruhnya atas nama terdakwa dengan luas total 13.700 persegi dengan harga dan nilai kerjasama Rp 4,5 juta per meter persegi.
Sehingga total pembayaran yang harus dibayarkan oleh saksi korban kepada terdakwa Rp 61.650.000.000.
Pembayaran atas harga keseluruhan kerjasama dibayar oleh saksi korban dengan cara mencicil sebelas kali termin pembayaran.
Setelah draft perjanjian selesai dibuat, Yuri kemudian menghubungi Notaris BF Harry Prastawa, meminta dibuatkan Akta.
Lalu Yuri memberikan draft yang sebelumnya sudah dibuat olehnya serta mengirimkannya melalui e-mail kepada staf notaris yang bernama saksi I Made Sukarma.
Atas permintaan Yuri, kemudian notaris tersebut meminta fotokopi kedelapan SHM atas nama terdakwa yang dijadikan objek perjanjian.
Namun Yuri menyatakan, kedelapan SHM itu sedang dalam proses pemecahan dan penggabungan di Kantor BPN Badung.
Yuri juga memastikan, total luas tanah delapan SHM atas nama terdakwa tersebut adalah 13.700 meter persegi.
Delapan sertifikat yang dijadikan obyek dalam Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Penjualan adalah SHM Nomor 339/Desa Cemagi, SHM Nomor 849/Desa Cemagi, SHM Nomor 1503/Desa Cemagi, SHM Nomor 1506/Desa Cemagi SMH Nomor 1509/Desa Cemagi, SHM Nomor 1510/Desa Cemagi, SHM Nomor 1601/Desa Cemagi, dan SHM Nomor 1606/Desa Cemagi. Semuanya atas nama terdakwa.
Baca juga: Sosok Zainal Tayeb, Perantau Asal Sulawesi yang Fenomemal di Bali,Punya Banyak Hotel & Dikenal Bares
Atas hal itu, notaris tersebut membuatkan Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017.
Namun di dalam akta tidak dicantumkan luas masing masing delapan SHM yang dijadikan objek perjanjian, sebagaimana tertuang dalam draft yang dibuat oleh Yuri.
Hanya dicantumkan luasan total yakni 13.700 meter persegi.
Bahwa sampai dengan Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017 selesai dibuat, baik Yuri maupun terdakwa sendiri selaku pemilik SHM tidak pernah memberikan fotokopi SHM yang dijadikan objek perjanjian maupun memberikan keterangan luas masing-masing SHM.
Padahal notaris sudah berulang kali memintanya.
Selanjutnya notaris tersebut menghubungi Yuri, menyampaikan Akta Nomor 33 telah selesai dibuat.
Yuri lalu meminta notaris agar datang ke rumah terdakwa untuk dilakukan penandatanganan akta tersebut oleh para pihak.
Atas permintaan itu, notaris mendatangi rumah terdakwa dengan membawa Akta Nomor 33 yang selanjutnya membacakan dan menjelaskan isi satu per satu klausul dalam akta dimaksud kepada terdakwa dan saksi korban selaku para pihak dalam perjanjian.
Saat akta dibacakan dan dijelaskan mengenai objek perjanjian berupa delapan SHM yang seluruhnya atas nama terdakwa memiliki luas total 13.700 M persegi, terdakwa tidak melakukan bantahan ataupun melakukan koreksi.
Padahal faktanya total luas tanah hanya 8.892 meter persegi.
Untuk memastikan keabsahan isi Akta itu, terdakwa juga telah membaca dan membubuhkan paraf di setiap lembar halaman akta dan diakhiri dengan membubuhkan tanda tangan.
Sehingga itu menandakan bahwa terdakwa membenarkan dan setuju atas isi akta tersebut yang dibuat oleh terdakwa selaku pihak pertama dan saksi korban selaku pihak kedua.
Sebagai bentuk pemenuhan prestasi Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017, saksi korban telah membayar lunas kedelapan SHM.
Berdasarkan akta tersebut memiliki luas total 13.700 meter persegi dengan total harga Rp 61.650.000.000 dan telah diterima seluruhnya oleh terdakwa.
Berlanjut, pada Desember 2019, saksi Kadek Swastika dan saksi Luh Citra Wirya Astuti selaku staf PT Mirah Bali Konstruksi melakukan penghitungan luas tanah atas fotokopi SHM beserta bukti pendukungnya.
Didapati kedelapan SHM yang dijadikan objek perjanjian dalam Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017 hanya memiliki luas total 8.892 meter persegi.
Padahal di akta tercantum kedelapan SHM yang seluruhnya atas nama terdakwa memiliki luas total 13.700 meter persegi.
Akibat perbuatan terdakwa memasukkan keterangan yang tidak benar ke dalam Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017 mengakibatkan saksi korban Hedar mengalami kerugian sekitar Rp 21.600.000.000.
Sosok Pengusaha Dermawan
SOSOK Zainal Tayeb dikenal sebagai pengusaha pariwisata asal Sulawesi yang sukses di Pulau Bali.
Zainal Tayeb adalah pengusaha Bugis yang lahir dan besar di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
Hingga tahun 2005, Mamasa yang masih bergabung dengan Polewali, masih masuk wilayah Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan.
Zainal Tayeb merantau ke Bali 51 tahun lalu.
Ia datang ke Bali dengan bermodal nekat.
Tapi kini ZT dikenal sebagai pengusaha tajir dan fenomenal di Bali.
Baca juga: Perkara Dugaan Memasukkan Keterangan Palsu ke Akta Autentik, Zainal Tayeb Dituntut 3 Tahun Penjara
Ia memiliki sejumlah hotel, vila, tempat wisata yang tersebar tidak hanya di Bali.
Tapi juga di Lombok hingga Makassar.
Dia juga merupakan mantan promotor tinju internasional, salah satunya jadi promotor petinju terbaik Indonesia Chris John dan Daud Jordan.
Kecintaannya pada olahraga tinju juga diwujudkan dengan mendirikan sasana tinju Mirah Boxing Camp di kawasan Legian, Kuta, Badung.
Zainal merupakan tokoh warga Bugis-Makassar di Bali.
Ia pun menjabat sebagai Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan atau KKSS Bali.
Zainal dikenal juga sebagai pengusaha yang bares alias dermawan.
Belum lama ini, ia bahkan rela menjual dua mobil mewahnya yakni Jeep Rubicorn dan Toyota Alphard.
Hasil penjualan mobil itu dipakai untuk membeli sembako lalu disumbangkan kepada warga yang terdampak Covid-19.
“Di saat seperti ini (pandemi Covid-19), kita memang seharusnya saling membantu, khususnya masyarakat kurang mampu,” ujar Zainal kepada Tribun Bali, Jumat 15 Mei 2020 lalu.
Zainal tidak menyebutkan berapa total hasil penjualan mobil mewah miliknya, tetapi hasil penjualannya digunakan untuk membeli sembako hingga masker.
Paket sembako tersebut kemudian dibagikan ke empat daerah, yakni Makassar, Bali, Lombok, dan Banyuwangi.
Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Bali ini memerinci, paket beras dibagikan di Bali sebanyak 20,5 ton, Makassar 2 ton, Lombok 3 ton, dan Banyuwangi 2 ton.
Sepanjang periode April dan Mei 2020, Zainal Tayeb dan keluarga telah menyalurkan bantuan kurang lebih 28,5 ton beras dan parcel sembako kepada warga terdampak di Bali, NTB, Banyuwangi, dan Makassar.
Sebelum ditetapkan tersangka dan kini menjadi terdakwa, Zainal pernah mengungkapkan dirinya sudah ingin pensiun dari dunia bisnis.
"Sebenarnya saya sudah mau pensiun urus bisnis. Lima anak saya ini saya sekolahkan untuk bisa melanjutkan bisnis. Anak saya di Australia kuliah di sebuah perguruan tinggi tersohor dengan latar manajemen perhotelan. Saya akan panggil dia balik, permulaan awal, lima hotel saya masing-masing dikelola anak saya lima-limanya," katanya kepada Tribun Timur, Juni 2019 lalu.
Zainal memiliki 4 hotel di Lombok dan satu di Banyuwangi.
"Saya juga developer. Pengembang perumahan dan rumah inap seperti guest house. Saya punya tanah di Lombok, Bali, dan Banyuwangi. Makanya kalau mau bangun hotel mudah, karena saya punya lahannya,” katanya.
Kumpulan Artikel Bali