Berita Bali
Peternak Mengadu ke Dewan, Anggota DPRD Bali akan Usulkan Perda Perlindungan Babi
Puluhan peternak babi yang tergabung dalam Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali menggeruduk gedung DPRD Bali
Penulis: Ragil Armando | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Puluhan peternak babi yang tergabung dalam Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali menggeruduk gedung DPRD Bali, Kamis 16 Desember 2021.
Mereka datang mengadukan kondisinya yang selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Apalagi, dengan danya wabah penyakit yang menyerang babi peternak sebelumnya membuat berimbas pada stok babi.
"Saat ini tidak lebih dari 40 persen dari populasi awal 1 juta ekor. Artinya memang ada yang sangat berbahaya yang terjadi di Bali ini. Kemudian situasi ini menjadi sedikit bermasalah dengan daya serap daging (babi) di Bali sangat rendah," kata Ketua GUPBI Bali I Ketut Hary Suyasa saat audiensi dengan Komisi II DPRD Bali bersama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali di Gedung DPRD Bali.
Baca juga: Peternak Babi Mesadu Tak Dapat Perhatian Pemerintah, DPRD Bali Bakal Usulkan Perda Perlindungan Babi
Malah, menurutnya, saat ini stok babi menjadi cukup langka di Bali.
Tetapi, justru harga babi di Bali malah menurun dari harga pokok produksi.
"Malahan menyentuh di bawah Rp 2.000 dari harga pokok produksi menjelang Galungan," terangnya.
Berbeda dengan harga pasar di luar Bali, seperti di Jakarta dan Surabaya.
Harga babi justru sangat tinggi mencapai Rp 60.000 per kg hidup.
Sehingga, selisih harga yang tinggi inilah menjadi peluang untuk mengirimkan dan menjual babi keluar daerah.
"Banyak babi kita yang kita kirim keluar. Nah, masalahnya sekarang, kalau perusahaan besar tidak masalah. Di Bali kan ini ada keunikan, Bali ini orangnya yang beternak, beda dengan di luar. Di luar itu ternaknya yang dipelihara oleh satu orang. Jadi ternaknya banyak," papar dia.
Yang menjadi permasalahannya saat ini, para peternak di Bali mengalami kendala dalam pengiriman babi keluar daerah. Lantaran ada regulasi yang memberatkan.
Salah satunya uji laboratorium dengan mengambil sampel darah hanya boleh dilakukan di satu tempat.
Pihaknya memahami jika syarat dan regulasi tersebut demi kesehatan, baik kondisi babi, peternak, atau konsumen.
"Sangat kami pahami. Maka dari itu, kami minta kepada pemerintah, lapor kepada Komisi II agar lebih dibijaksanai. Aturan boleh lah aturan, tapi rakyat di Bali saat ini jual babi sangat lah lesu. Mengapa kita nggak kita jual ke luar, sedangkan pasar di sini sedang lesu dan pasar di luar sangat terbuka lebar," tandasnya.
GUPBI Bali khawatir jika stok babi kedepan akan semakin berkurang.
Tentunya akan berdampak pada kegiatan budaya dan keagamaan di Bali.
Seperti diketahui, kegiatan upacara keagamaan di Bali tak pernah lepas dengan babi.
Inilah yang menjadi kekhawatiran tersendiri apabila banyak peternak yang gulung tikar dan beralih profesi.
Sebab selama beternak tak pernah mendapatkan untung.
"Kalau peternak yang mencoba beternak tanpa bantuan dari pemerintah ini, kemudian harga babi tertekan dan sangat murah, kedepan mereka tidak berani beternak. Bayangkan akan terjadi kekosongan produksi di Bali, dan berbahaya untuk menjaga budaya," tegasnya.
Sebelum adanya Pandemi Covid-19, serapan daging babi di Bali cukup tinggi karena adanya pariwisata.
Namun, sejak pandemi serapan daging babi menurun drastis.
Hal tersebut lantaran sektor pariwisata mati suri, penerapan social distancing, hingga pembatasan kegiatan upacara keagamaan.
"Dengan adanya Covid-19, mempengaruhi pariwisata. Sehingga daya serap babi kecil. Yang kita andalkan adalah upacara-upacara. Masalahnya sekarang social distancing lagi nih. Ada regulasi yang melarang kerumunan. Makin kecil lah serapan," tandasnya.
Hary Suyasa menambahkan, babi di Bali bukan hanya sebagai produk ekonomi, melainkan juga produk budaya.
Oleh karenanya, peran pemerintah dalam memberikan perlindungan sangat dibutuhkan.
Misalnya saja, intervensi harga melalui penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Baca juga: Start Up di Sektor Peternakan Hadir di Bali, Panak.id Ajak Investor Bantu Peternak Mendapat Modal
"Kami minta kebijakan pemerintah, bisa tidak membuat kebijakan atau regulasi yang melindungi peternak," pintanya.
Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi menyatakan, pihaknya sangat mengapresiasi dan mendukung masukan dari para peternak babi tersebut.
"Ini sangat memprihatinkan, kami mohon kepada Pak Gubernur," akunya.
Sebagai wakil rakyat, pihaknya akan terus memperjuangkan nasib para peternak di Bali untuk mendapatkan perhatian dan keberpihakan pemerintah.
Misalnya saja dari segi penganggaran.
"Kami di dewan akan memperjuangkan anggaran untuk peternak babi di Bali," ujarnya.
Menurutnya, jumlah peternak di Bali sangat banyak sekali.
Untuk itu perlu ada support dari segala lini.
Baik itu regulasi, penganggaran, kesiapan bibit, ataupun pakan.
Selain itu, Komisi II DPRD Bali juga memandang perlunya ada HET yang ditetapkan.
Ini dilakukan supaya ada kestabilan harga daging babi maupun babi hidup.
Pihaknya juga akan mendorong dibentuknya Perda tentang Babi.
Seperti diketahui, saat ini Bali telah memiliki Perda yang mengatur tentang sapi.
"Kami akan mendorong adanya Perda yang mengatur Babi. Kita akan usulkan itu," pungkasnya. (*).
Kumpulan Artikel Bali