Berita Badung
Tak Patuh, Terancam Pidana, Perusahaan di Badung Harus Bayar Gaji Sesuai UMK
Perusahaan yang ada di Kabupaten Badung kini harus membayar gaji karyawannya sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ditetapkan.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA- Perusahaan yang ada di Kabupaten Badung kini harus membayar gaji karyawannya sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ditetapkan.
Jika hal itu tidak ditetapkan maka perusahaan bisa dipidana atau denda ratusan juta rupiah.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK).
Namun jika perusahaan tidak bisa membayar gaji sesuai UMK, bisa melakukan penangguhan ke pemerintah kabupaten Badung khususnya ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disprinaker) Kabupaten Badung.
Baca juga: Terkait Kasus Begal Payudara di Kuta Badung, Begini Kata Polisi
Baca juga: Mulai Besok, PTM di Badung Tak Lagi 50 Persen, Belajar Dilakukan Seperti Biasa dan Terapkan Prokes
Baca juga: Tujuh Aplikasi Penghasil Uang Resmi yang Diawasi OJK, Salah Satunya Aplikasi Baca Plus
Kepala Disprinaker Kabupaten Badung Ida Bagus Oka Dirga, Senin (3/1) mengatakan, terkait dengan UMK sudah ada aturan yang mengaturnya.
"Besaran UMK kan sudah jelas untuk Badung. Namun kalau realisasi di lapangan sudah diatur dalam undang-undang. Bahkan kami sudah melakukan sosialisasi terkait UMKM saat ini," katanya.
Disebutkan, ketentuan yang mengatur UMK, yakni Pasal 185 ayat (1) Jo Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perusahaan yang membayar upah di bawah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK) menyatakan: Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
Pasal 185 ayat (1) UUK menyatakan: barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).
Baca juga: Mengawali Tahun 2022, 58 Personil Polres Badung Naik Pangkat
Baca juga: Jokowi Keluarkan Perpres Baru, Premium Kini Dapat Didistribusikan di Seluruh Wilayah Indonesia
Sehingga berdasarkan bunyi ketentuan di atas, bisa diketahui ada perusahaan yang membayar gaji karyawan di bawah upah minimum sebagaimana ditetapkan pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).
"Setidaknya ada sekitar lima ribuan perusahaan di Badung yang wajib menggaji tenaga kerjanya sesuai standar upah sebesar Rp 2.961.285,40 per bulan," jelasnya.
Pihaknya mengakui, jika sampai satu bulan ke depan tidak ada perusahaan mengajukan penangguhan, artinya Disperinaker Badung pun beranggapan semua perusahaan tersebut telah sanggup menggaji sesuai UMK.
Jika dalam praktiknya ada perusahaan tidak menggaji sesuai besaran UMK, maka dilakukan tindakan tegas.
"Tindakan tegas yang kami lakukan berupa sanksi pidana maupun denda sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Namun sampai saat ini perusahaan-perusahaan tersebut tidak ada meminta penanguhan UMK ke Disperinaker," ucapnya.
Oka Dirga mengatakan, pelaksanaan UMK tersebut sejatinya sudah jalan.
Hanya saja sampai saat ini tidak ada satu perusahaan yang meminta penangguhan.
Artinya semua sudah mampu membayar gaji karyawan sesuai standar UMK, yakni Rp 2.961.285,40.
Baca juga: Momen Pergantian Tahun, Jumlah Kunjungan Wisatawan ke DTW Taman Ayun Badung Tercatat 150 Orang/Hari
Sesuai ketentuan bila ada perusahaan yang tidak sanggup menggaji sesuai UMK, sebenarnya sudah diberikan ruang untuk menggaji lebih rendah dari UMK.
Asalkan, sebelumnya mengajukan penangguhan.
Seperti diketahui, Besaran UMK tahun 2022 sudah ditetapkan oleh Pemprov Bali melalui Keputusan Gubernur Bali No 790/03-M/ HK/ 2021 tentang Upah minimum Kabupaten Kota tahun 2022.
Keputusan itu pun sudah sesuai dengan usulan kabupaten/kota sebelumnya.
Dengan disahkannya besaran UMK tersebut, Disprinaker pun sudah melakukan sosialisasi ke perusahaan-perusahaan yang ada di Badung.
Pasalnya perusahaan yang ada di Gumi Keris diwajibkan membayar gaji karyawannya sesuai UMK.
"Iya karena sudah ditetapkan, kita sosialisasikan kini besaran UMK. Bahkan sudah kita sampaikan lewat media sosial, termasuk dilakukan oleh pemerintah provinsi," ujar Oka Dirga sebelumnya.
Jika sebelumnya perusahaan bisa melakukan penangguhan namun kini perusahaan yang ada tidak bisa melakukan penangguhan untuk membayar gaji sesuai dengan UMK.
Oka Dirga menegaskan, tahun 2022 ini tidak ada istilah penangguhan pelaksanaan UMK.
"Tidak boleh ada penangguhan UMK lagi. Ini sesuai aturan dan Undang-undang Cipta Kerja," ungkap Oka Dirga.
Dalam UU cipta kerja, semua perusahaan wajib tunduk dan patuh pada UMK yang di Badung ditetakan sebesar Rp 2.961.285,40.
Sehingga dirinya mengingatkan para pengusaha agar mengikuti besaran UMK tersebut.
"Jadi sesuai UU Cipta Kerja tidak boleh perusahaan sampai melakukan penangguhan pelaksanaan UMK seperti tahun-tahun sebelumnya," tegasnya.
Bila ada perusahaan tidak sanggup menggaji sesuai UMK, mantan Kabag Umum Setda Badung ini meminta agar dikoordinasi ke dalam dengan para pekerjanya.
Sehingga masalah UMK bisa diselesaikan secara internal.
"Jadi perusahaan yang melakukan perundingan dengan pekerja. Sehingga masalah dapat diselesaikan," katanya.
Selaku pemerintah, birokrat asal Desa Taman Abiansemal Badung itu mengaku tetap akan mengawal pelaksanaan UMK ini, agar ditaati oleh semua pihak, baik perusahaan maupun pekerja.
"Kami selaku pemerintah harus menegakkan aturan yang ada. Sekali lagi, kalau ada yang tidak sanggup, silahkan merundingkan dan tidak perlu melibatkan pemerintah," jelas Oka Dirga.
Sejatinya katanya di Badung ada 5 ribu perusahaan yang harus mematuhi aturan yang baru ini.
Namun saat ini dirinya memahami sejumlah perusahaan saat ini masih ada yang belum beroperasi maksimal.
"Kalau bisa kan semua melaksanakan sesuai UMK. Sehingga tidak ada masalah ke depan, apa lagi nanti bisa dipermasalahkan," ungkapnya.
Untuk diketahui, berdasarkan hasil rapat Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Badung bersama Dewan Pengupah serta Apindo. Dalam rapat tersebut UMK 2022 naik sebesar 1,06 persen atau Rp 31.192,76 dari UMK 2021 yaitu Rp 2.930.092,64.
Sehingga untuk tahun 2022 UMK ditetapkan menjadi Rp 2.961.285,40.
Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Bali Kabupaten Badung Wayan Suyasa mengatakan, penetapan UMK 2022 telah merujuk kepada Undang-Undang Cipta Kerja.
Suyasa yang juga menjabat Wakil Ketua I DPRD Badung ini pun berharap pelaksanaan UMK 2022 tidak ada masalah.
Namun, bila dalam pelaksanaannya nanti ada perusahaan yang tidak sanggup dengan alasan tertentu, pihaknya pun menyarankan agar diselesaikan secara kekeluargaan.
(*)