Breaking News

Berita Bali

Dapat Anugerah Dewi Durga, Alasan Sukmawati Soekarnoputri Masuk Hindu

Dapat Anugerah Dewi Durga, Alasan Sukmawati Soekarnoputri Masuk Hindu. Sukmawati Soekarnoputri mengejutkan publik setelah memutuskan memeluk Hindu

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Istimewa
Sukmawati saat menarikan tarian topeng keras, dan beberapa tarian khas daerah di Indonesia. Dapat Anugerah Dewi Durga, Alasan Sukmawati Soekarnoputri Masuk Hindu. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Dapat Anugerah Dewi Durga, Alasan Sukmawati Soekarnoputri Masuk Hindu.

Sukmawati Soekarnoputri mengejutkan publik setelah memutuskan memeluk Hindu. Namun bukan tanpa dasar, putri keempat mendiang Presiden Soekarno ini memiliki alasan kuat untuk itu.

Kepada Tribun Bali, dalam program Bali Sekala-Niskala ia menceritakan kisahnya. Wanita  yang kini berusia 70 tahun ini, dikenal setelah aktif membangkitkan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Namun walau kiprahnya di dunia politik, tidak sehebat sang kakak, yaitu Megawati, nama Sukmawati cukup dikenal di kalangan seniman dan budayawan nasional.

Baca juga: Sukmawati Soekarnoputri Mahir Menari Topeng Keras Khas Bali

Hal itu karena ia memang seorang penari andal sejak kecil. Sukmawati menceritakan bahwa sejak usia 4 tahun, ia telah belajar menari.

“Itu dimulai ketika saya pertama kali naik pentas, dan ini adalah arahan keinginan dari ibu saya. Ibu saya, Fatmawati, menginginkan agaknya saya menjadi penari Bali,” sebutnya.

Keseriusan itu dilanjutkan dengan memberi guru tari khusus pada Sukmawati saat dia berusia 6 tahun. Lambat laun, Sukmawati yang mencintai seni tari kian fasih dengan tarian.

Bahkan ia bisa membawakan beberapa tarian daerah dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti diantaranya, tarian Bali, Sunda, Jawa, hingga Sumatera.

“Saya sering tampil dengan LKB Saraswati zaman dahulu,” sebutnya.

Uniknya, khusus tarian Bali yang disukai Sukmawati bukanlah tarian dengan pakem yang biasa ditarikan wanita. Ia lebih menyukai tarian topeng.

Bahkan ia bisa menarikan beberapa tarian topeng termasuk tarian topeng keras. Yang notabene menjadi tarian yang biasa ditarikan para kaum pria di Bali.

Mendiang gurunya dari Bali bernama I Nyoman Kakul, adalah salah satu tokoh penting dibalik tarian topeng yang akhirnya fasih ditarikan Sukmawati.

“Saya belajar dengan beliau, beberapa karakter tarian topeng. Sampai dinyatakan lulus tarian topeng,” ujarnya.

Perjalanan Sukmawati di dunia tari sempat terhambat karena keinginannya untuk berkiprah di dunia politik.

Baca juga: Curhat Sukmawati Setelah Sudhi Wadani, Terngiang Energi Magis Gamelan Bali

“Waktu era Soeharto kan PNI dilebur menjadi satu dengan PDI. Jadi kami ingin tetap PNI ada, PNI asli yang memiliki sejarah dari Bung Karno,” katanya.

Sejak saat itu, Sukmawati menjadi lebih aktif dalam urusan politik, khususnya untuk mengembangkan PNI ke berbagai wilayah di Indonesia. Sehingga waktunya di dunia seni tari pun, terus menerus berkurang.

“Kurang lebih 20 tahun saya berkecimpung, dan bergelut di dunia politik dengan PNI ini. Kemudian sering juga kunjungan kerja ke Bali,” jelasnya.

Hingga ia bertemu pemuda dari Bali, yang dianggapnya militan, cerdas, rajin, dan visioner bernama Arya Wedakarna (AWK). Kala itu, kata dia, AWK menjadi Ketua DPD PNI Bali.

“AWK pun memberikan pengaruh kepada saya tentang agama Hindu. Sebab setiap ada kunker, AWK selalu meminta izin untuk sembahyang,” ujarnya.

Lambat laun, akhirnya Sukmawati ingin tahu seperti apa tata cara sembahyang AWK di pura-pura.

“Jadi kebiasaan AWK yang religius itu juga memengaruhi saya,” tegasnya.

Sehingga ibunda dari 3 orang anak ini, terus mendalami bagaimana sembahyang cara Hindu dan apa saja yang dilakukan orang Hindu.

Kian meresapi dan menghayati, membuatnya kian ingin tahu dan mendalami tentang Hindu. Hingga akhirnya Sukmawati memutuskan untuk benar-benar memeluk Hindu.

Proses sudhi wadani pun dilakukan sesuai dengan tata cara aturan yang berlaku di dalam Hindu Bali.

Baca juga: Kisah Sukmawati Soekarnoputri dan Bali, Gamelan yang Jadi Terapi saat Bung Karno Wafat

“Ya sampai akhirnya saya kembali ke agama leluhur,” ujarnya.

Bukan tanpa alasan, sebab memang leluhur Sukmawati, yaitu mendiang nenek kandungnya adalah umat Hindu yang berasal dari Singaraja.

“Waktu saya usia 6-7 tahun masih ketemu beliau di Blitar, tetapi sudah duduk saja di tempat tidur. Beliau berpesan agar saya menari,” jelasnya.

Sebab mendiang neneknya memang selalu ngayah menari di pura di Singaraja.   

“Ya jadinya memang darah di nadi saya juga ada darah Balinya,” ucap Sukmawati.

Ia pun melalui semua rangkaian upacara untuk resmi memeluk agama Hindu.

Sukmawati menambahkan, ia kerap ngayah menari di pura yang ada di Bali.  Ia pula menceritakan pengalaman mistisnya sebelum memeluk Hindu.

“Saya dapat peranan magis dan mistis, sebetulnya berat sih, kalau dengar cerita,” katanya.

Kisah itu berawal dari dosen tarinya yang menyuruh Sukmawati menarikan sebuah lakon di suatu pementasan di Jakarta. Kala itu ibunda dari Paundrakarna ini, menarikan peran Ratu Niang Calon Arang.

“Peran ini kan sangat merakyat di Bali, dan saya mendalami bagaimana memerankan ini,” ucapnya.

Dalam proses memperdalam karakter Ratu Niang Calon Arang itu, Sukmawati mendapatkan pengalaman mistis.

“Saya seperti direstui oleh beliau, bukan oleh Ratu Niang Calon Arangnya. Tetapi oleh Bhatari Durga sendiri,” sebutnya.

Ratu Niang Calon Arang sendiri, jelas dia, adalah tokoh sejarah di Jawa Timur, Kediri, dan situsnya masih ada di sana.

Baca juga: Pengertian Yadnya dan Panca Yadnya Dalam Hindu di Bali 

“Di Bali pun masih ada napak tilasnya ya, karena Ratu Niang Calon Arang ini kan istri dari Mpu Kuturan,” jelasnya.

Zaman dahulu Mpu Kuturan ke Bali karena diundang oleh Raja Udayana untuk menata agama Hindu di Bali.

Sukmawati mengaku, tatkala mendapatkan anugerah dari Bhatari Durga antara mimpi dan tidak mimpi atau antara sadar dan tidak sadar. Sehingga pengalaman magis dan mistis itu tidak bisa dilupakannya begitu saja.

“Saya rasakan itu sebagai restu dari beliau untuk tampil menari,” katanya.

Ia pun sangat mencintai segalanya tentang Hindu, baik alam Bali, kehidupan religius masyarakatnya, hingga adat-budayanya.

Salah satu filosofi yang membuatnya kagum adalah konsep Tri Hita Karana, yaitu menjaga keseimbangan hubungan antar manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan.

Mimpinya kini adalah mengajarkan banyak kaula muda untuk mencintai seni tari. Ia pun membuat Studio Inspirasi dengan beberapa penari lokal Bali yang memang mahir menari.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved