Berita Gianyar
Curhat Sukmawati Setelah Sudhi Wadani, Terngiang Energi Magis Gamelan Bali
Sukmawati menggelar jumpa pers di The Soekarno Center, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, Bali, Selasa 26 Oktober 2021.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Gamelan Bali memberi Sukmawati ketenangan saat ditinggal wafat oleh sang ayah, Soekarno.
Saat Bung Besar Proklamator berpulang, Sukmawati mengaku sangat terpukul.
Sukmawati menggelar jumpa pers di The Soekarno Center, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, Bali, Selasa 26 Oktober 2021.
Ia menceritakan, kini ia sudah memiliki nama baru yang diberikan oleh para pangelisir.
Baca juga: Kisah Sukmawati Soekarnoputri dan Bali, Gamelan yang Jadi Terapi saat Bung Karno Wafat
Ratu Niang Sukmawati, demikian ia dipanggil sekarang.
Nama ini ia dapatkan setelah memutuskan untuk menjadi seorang Hindu.
Kata dia, budaya Bali sudah melekat menjadi jati dirinya sejak ia kecil.
Untuk sembuh dari luka sepeninggalan sang ayah, Sukmawati kerap mendengar gamelan Bali.
"Musik Bali menjadi terapi, saya kembali lagi mendapatkan semangat," ujar Sukmawati.
Bagi dia gamelan Bali memiliki karakter suara yang magis.
Keputusasaannya ditinggal ayah perlahan memudar.
"Saya jadi semangat, dan tidak lagi putus asa. Sebelumnya sangat terpukul ketika bung Karno wafat," sambungnya.
"Waktu saya umur empat tahun, ibu saya melihat saya layak menjadi penari Bali. Ada harapan beliau, yang namanya putri presiden, harus tau budaya aslinya. Karena itu ibu negara memberikan pendidikan budaya pada putrinya," ujarnya.
"Saya didandani pakaian penari pria. Waktu itu pakaian penari Kebyar Duduk, saat itu tari Kebyar Duduk sangat terkenal di Jakarta. Lalu saya dicarikan guru tari untuk mengenal tarian daerah Indonesia, bukan hanya tari Bali, tapi tarian Nusantara lainnya" kenangnya.
Cerita berlanjut, saat berusia tujuh tahun, Sukmawati datang ke rumah neneknya di Blitar.