Serba Serbi

Ngerupuk Sebagai Wujud Solidaritas Umat Hindu

Setiap tahun umat Hindu merayakan pergantian tahun Saka, atau yang dikenal dengan hari suci Nyepi.

(Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)
Ilustrasi ogoh-ogoh - Ngerupuk Sebagai Wujud Solidaritas Umat Hindu 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setiap tahun umat Hindu merayakan pergantian tahun Saka, atau yang dikenal dengan hari suci Nyepi.

Selain sebagai bentuk hari suci, untuk mengembalikan keseimbangan bhuana agung (alam semesta) dan bhuana alit (diri manusia).

Nyepi juga menjadi hari raya yang ditunggu kaula muda-mudi seantero Bali.

Pasalnya saat Nyepi, akan selalu diawali oleh ngerupuk.

Baca juga: 112 Warga Binaan Lapas Singaraja Terima Remisi Hari Raya Nyepi

Pada hari ngerupuk ini, pemuda-pemudi akan mengarak ogoh-ogoh keliling desa.

Dengan suasana meriah, diiringi gamelan dan membawa obor.

Setelah selesai, ogoh-ogoh akan dibakar sebagai wujud nyomia bhuta kala.

Agar tidak menggangu kehidupan manusia.

Sejatinya, rentetan sebelum Nyepi cukup banyak.

Diantaranya Tawur Agung Kesanga, serta upacara-upacara lainnya, seperti melasti.

Selain di perempatan desa, ngerupuk juga dilakukan di pekarangan rumah masing-masing.

Untuk di rumah, biasanya dilakukan dengan sarana api atau obor.

Diiringi bunyi-bunyian yang meriah, bisa dengan memukul kaleng bekas atau kulkul kecil.

Maknanya memberikan suasana asri dan estetis.

Serta tentu saja nyomia bhuta kala di rumah, sehingga tidak ngarebeda dan memberi ketenangan.

Untuk itulah, biasanya ogoh-ogoh diwujudkan dalam bentuk menyeramkan dan mengerikan layaknya bhuta kala.

Seperti bentuk besar dengan rambut panjang kasar, dan gigi bertaring.

Kuku panjang serta mata mendelik.

Layaknya perwujudan bentuk raksasa.

Para pemuda di Bali, akan membuat ogoh-ogoh sejak awal tahun.

Sebab memang diperlukan waktu yang cukup lama, untuk menyusun kerangka ogoh-ogoh yang cukup besar.

Bahkan di beberapa tempat, ogoh-ogoh dibuat hampir menyamai tingginya pohon beringin.

Bahan-bahan pembuat ogoh-ogoh seperti bambu yang diulat, kemudian busa dan bahan lainnya.

Namun kini banyak sekaa muda-mudi yang telah menggunakan bahan lebih ramah lingkungan.

Untuk pembuatan satu ogoh-ogoh pun terbilang cukup mahal, dari ratusan ribu untuk ukuran kecil hingga jutaan untuk ukuran yang lebih besar.

Jika kreatif, maka ogoh-ogoh yang dibuat bisa bergerak layaknya hidup.

Dengan diisi alat-alat di dalamnya sebagai penggerak.

Namun karena pandemi Covid-19, yang melanda sejak dua tahun lalu.

Kegiatan ngerupuk pun ditiadakan sementara.

Agar menghindari kerumunan manusia, sehingga tidak menimbulkan klaster baru penularan virus.

Ngerupuk sejatinya, tidak hanya sebagai penetralisir bhuta kala dan energi negatif di alam ini.

Namun pula sebagai wujud nyata dari kebangkitan solidaritas umat Hindu.

Sebab ngerupuk dilakukan bersama-sama, baik di lingkungan keluarga maupun di banjar dan desa-desa.

Baca juga: 7 Fakta Menarik Hari Raya Nyepi 2021 di Bali Saat Pandemi Covid-19

Semua masyarakat akan berkumpul, tidak hanya muda-mudi yang merayakan ngerupuk ini.

Kalangan tua, muda, hingga anak-anak ikut bersorak-sorai merayakan ngerupuk.

Bahkan bendesa adat dan prajuru adat, akan ikut mengarahkan serta mengawasi jalannya prosesi ngerupuk.

Sehingga berjalan sesuai harapan tanpa ada keributan atau hal yang tidak diinginkan.

Hal ini menjadi contoh, agar semua orang ikut berkontribusi memuliakan alam semesta beserta isinya.

Sebagai bentuk rasa terimakasih dan wujud syukur kepada Tuhan, atas karunia beliau menciptakan alam dengan segala isi dan bentuknya.

Dengan bersama-sama pun, rasa bahagia timbul dan bersorak-sorai melepaskan penat energi negatif di diri saat ikut ngerupuk.

Sehingga mampu melaksanakan hari suci Nyepi dengan lapang dada dan ikhlas keesokan harinya. (*).

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved