Berita Nasional
Ubedilah Badrun Pelapor Gibran dan Kaesang ke KPK Disebut Bisa Terancam Hukuman Penjara 7 Tahun
Ubedilah Badrun bisa terancam penjara lantaran melaporkan dua putra Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep j
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM – Ubedilah Badrun disebut bisa terancam dihukum 7 tahun penjara lantaran melaporkan dua putra Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK soal dugaan korupsi KKN, jika tanpa bukti-bukti yang benar.
Ubedilah Badrun diketahui merupakan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Hal tersebut pun disampaikan oleh mantan politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul yang menanggapi pelaporan Gibran dan Kaesang yang tengah menjadi perhatian publik.
Ia pun menyebutkan, Ubedilah Badrun terancam hukuman 7 tahun penjara lantaran tanpa adanya dukungan bukti kuat soal pelaporan Gibran dan Kaesang.
Baca juga: SOSOK Ubedilah Badrun Pelapor Dua Putra Jokowi, Gibran dan Kaesang, Dosen URJ & Mantan Aktivis 98
Tanggapan Ruhut pun ditulisnya lewat akun media sosial Twitter pribadinya @ruhutsitompul pada Rabu 12 Januari 2022.
Dalam cuitannya, Ruhut menyinggung soal nama Komisaris Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Ia pun meminta pihak aparat dan KPK untuk bertindak tegas bagi pelapor yang melaporkan tanpa bukti.

"KPK dan Kepolisian Aku mohon siapapun yg melaporkan seseorang Contohnya Mas Gibran Mas Kaesang Pak Ahok & Mas Ganjar telah melakukan korupsi hanya katanya2 faktanya bohong,
tdk bisa menunjukkan bukti2 yg benar dapat dihukum Pidana dgn ancamannya 7 tahun penjara MERDEKA,” tulis @ruhutsitompul dikutip Tribun-Bali.com pada Kamis, 13 Januari 2022.
Bantah Ubedilah Badrun Simpatisan PKS
Wakil Sekretaris Jenderal bidang Hukum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zainudin Paru menepis kabar bahwa pelapor dua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu Ubedilah Badrun adalah simpatisan partainya.
Sebab, Zainudin menyebut bahwa Ubedilah Badrun adalah seorang dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan berstatus aparatur sipil negara (ASN).
Seorang ASN, menurutnya, tidak boleh terafiliasi dalam partai politik.
"Sebagaimana diketahui bahwa Pak Ubedilah Badrun statusnya adalah ASN. Yang secara anturan perundang-undangan tidak boleh terlibat dengan Partai Politik.
Baca juga: UPDATE Gibran dan Kaesang Dilaporkan ke KPK, PKS Tepis Kabar Terkait Pelapor
Termasuk dengan PKS," kata Zainudin dikutip Tribun-Bali.com dari Kompas.com pada Kamis 13 Januari 2022, dalam artikel berjudul PKS Tepis Kabar Pelapor Gibran-Kaesang ke KPK Simpatisan Partai.
Ia melanjutkan, terlalu naif apabila ada pihak berusaha menyederhanakan substansi kasus yang dilaporkan Ubedilah Badrun ke KPK. Padahal, kata dia, seharusnya semua mendukung laporan itu.
Dia menegaskan bahwa PKS pun mendukung laporan yang disampaikan Ubedilah Badrun ke KPK terhadap dua putra Jokowi.
Hal itu agar semua pihak memiliki keadilan dan kedudukan yang sama di mata hukum.
"Ini bukan soal seorang Ubedilah Badrun dan kedua putra Presiden Jokowi. Tapi soal bangsa yang berkeadilan," ucap.
Dugaan KKN
Dilansir Tribun-Bali.com dari Tribunnews.com pada Kamis 13 Januari 2022, dalam artikel berjudul Dosen UNJ yang Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK Disebut Bisa Terancam Hukuman 7 Tahun Penjara, dua anak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dilaporkan oleh salah satu pihak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun pelaporan itu dilayangkan oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga merupakan aktivis 98, Ubedilah Badrun.
"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," kata pria yang karib disapa Ubed saat dijumpai awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin 10 Januari 2022.
Ubed menjelaskan, laporan ini berawal pada 2015, saat itu kata dia ada perusahaan besar berinisial PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
Baca juga: Ada 8 Perkara Korupsi yang Belum Tuntas di Bali, KPK RI Turun Tangan Bantu Polda Bali
Kendati begitu kata Ubed, dalam perkembangannya, yakni di Februari 2019, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan Rp 78 miliar, saat itu kedua putra Jokowi diduga memiliki perusahaan dan bergabung dengan PT SM.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," terang Ubedilah Badrun.
Menurut dia, dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) tersebut sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi PT SM yakni AP.
Hal itu, kata dia, dapat dibuktikan karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura.
"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat.
Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah.
Hal tersebut bagi Ubed menjadi tanda tanya besar, karena menurutnya hampir tidak mungkin seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan, dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden.
Dalam laporan ke KPK tersebut, Ubedilah Badrun mengaku membawa bukti-bukti data perusahaan, serta pemberitaan terkait adanya pemberian penyertaan modal dari Ventura.
"Ada dokumen perusahaan karena boleh diakses oleh publik dengan syarat-syarat tertentu, dan juga bukti pemberitaan pemberian penyertaan modal dari Ventura itu.
Dan kemudian kita lihat di perusahaan-perusahaan yang dokumennya rapih itu, memang ada tokoh-tokoh yang tadi saya sebutkan," ucap Ubedilah Badrun.
"Kami minta kepada KPK untuk menyelidiki dan meminta kepada KPK agar menjadi terang benderang dan bagaimana kemudian bila perlu presiden dipanggil untuk menjelaskan posisi ini," tukasnya.
(*)