Guru di Pesantren Rudapaksan Santriwati

Wakil Ketua MPR Kritisi Komnas HAM 'Bela' Herry Wirawan Soal Hukuman Mati: Jangan Plin-plan

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritisi pembelaan Komnas HAM soal hukuman mati Herry Wirawan.

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Noviana Windri
Dok. Humas MPR RI
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid. 

TRIBUN-BALI.COM ­- Tuntutan hukuman mati bagi tersangka Herry Wirawan kasus rudapaksa 13 santriwati di pesantren Bandung menuai polemik.

Setelah sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) secara tegas menolak hukuman matbagi Herry Wirawan.

Beka Ulung Hapsara selaku Komisioner Komnas HAM menyebut hak hidup seseorang adalah hak yang tidak bisa dikurasi dalam situasi apapun.

"Saya setuju jika pelaku ( Herry Wirawan ) perkosaan dan kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak jumlah banyak dihukum berat atau maksimal, bukan hukuman mati atau kebiri kimia," kata Beka Ulung Hapsari dilansir dari Tribunnews.com pada Sabtu, 15 Januari 2022.

Namun, pernyataan tersebut pun mendapat kritik tajam dari Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

Baca juga: Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia, Respon Herry Wirawan Diluar Dugaan, Rudapaksa 13 Santriwati

Baca juga: UPDATE: Herry Wirawan Pelaku Rudapaksa 13 Santriwati Dituntut Hukuman Mati, Komnas HAM: Setuju

Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritik Komnas HAM dan pihak lain yang ngotot agar RUU TPKS segera disahkan untuk melindungi korban kekerasan seksual, tapi menolak tuntutan dan vonis hukuman mati terhadap pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Ia mengingatkan agar Komnas HAM konsisten dengan menghormati dan melaksanakan prinsip konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara Hukum.

“Ini sekaligus juga bukti keseriusan dan komitmen untuk memberantas kekerasan dan kejahatan seksual, apalagi ketika anak-anak yang menjadi korbannya," kata HNW kepada wartawan, Sabtu, 15 Januari 2022 dikutip Tribun-Bali.com dari Tribunnews.com dalam artikel berjudul Kritisi Komnas HAM Soal Herry Wirawan, HNW: Hukuman Mati Bukti Keseriusan Berantas Kekerasan Seksual.

Sehingga, dalam praktik hukum juga merujuknya kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, bukan yang berlaku di Inggris dan lainnya.

"Sanksi hukuman mati itu diakui dalam sistem hukum di Indonesia, melalui UU Perlindungan Anak, yang malah dikuatkan Presiden Jokowi dengan Perppu yang menjadi UU No. 17/2016 tentang Perubahan Kedua UU Perlindungan Anak. Apalagi berdasarkan prinsip hukum dan HAM di Indonesia, ada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemberlakuan hak asasi manusia di Indonesia harus tunduk pada pembatasan yang dibuat oleh undang-undang, seperti UU Perlindungan Anak di atas,” lanjut dia.

HNW menyatakan bahwa meski UUD NRI 1945 memberikan jaminan terhadap hak hidup sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28I, tetapi pelaksanaan hak hidup itu dibatasi oleh Pasal 28J ayat (2) tersebut.

“Artinya, sanksi hukuman mati itu tetap sah diberlakukan selama diatur melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa UU Perlindungan Anak telah dengan jelas mencantumkan beberapa ketentuan hukuman mati terhadap kejahatan serius terhadap anak.

Selain Pasal 81 ayat (5) terkait kekerasan seksual terhadap anak yang dikenakan kepada Herry Wirawan, ada pula Pasal 89 ayat (1) yang mencantumkan hukuman mati terkait pelibatan anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika dan/atau psikotropika.

Baca juga: Babak Baru Polemik ISKCON-Hare Krishna: Terbitnya Rekomendasi Komnas HAM hingga Tanggapan MDA Bali

Baca juga: Polemik Keberadaan ISKCON di Bali, Dirjen Bimas Hindu Kemenag dan Komnas HAM Datangi MDA Bali

Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri

Tidak hanya dituntut hukuman mati, Herry Wirawan, Guru di Pesantren yang rudapaksa 13 Santriwati juga dituntut hukuman kebiri dan dimiskinkan.

Hal tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa, 11 Januari 2022.

Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan dengan tangan diborgol diapit petugas Kejati Jabar saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa, 11 Januari 2022.
Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan dengan tangan diborgol diapit petugas Kejati Jabar saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa, 11 Januari 2022. (Dok. Humas Kejati Jabar)

"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati," ujar Kajati Jabar, Asep N Mulyana, seusai persidangan dikutip Tribun-Bali.com dari TribunJabar.id pada Sabtu, 15 Januari 2022.

"Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku,” sambungnya.

"Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia.

Selain itu, JPU pun meminta meminta untuk menyita seluruh aset yang dimiliki oleh Herry.

"Kami juga meminta denda Rp 500 juta rupiah subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi,"

"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," katanya.

(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved