Berita Gianyar
Perempuan di Gianyar Menikah Tanpa Suami, Ini Kata PHDI
Terkadang, perkawinan ini tidak selalu berjalan mulus. Salah satunya seperti pada kasus perkawinan nyentana di Banjar Banda tersebut
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Kawin tanpa suami atau digantikan dengan keris saat ini tengah ramai diperbincangkan oleh masyarakat di Bali.
Dimana hal tersebut dialami oleh seorang perempuan, Ni Putu Melina (22) asal Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali.
Sebab calon suaminya mendadak membatalkan upacara pernikahan karena tidak mau nyentana.
Lalu, apa tanggapan PHDI Gianyar?
Baca juga: Calon Mempelai Pria Tiba-tiba Batalkan Pernikahan H-2, Perempuan di Gianyar Bali Menikah Tanpa Suami
Ketua PHDI Gianyar, I Wayan Ardana, Minggu 16 Januari 2022 mengatakan, selama perkawinan itu berada Indonesia, maka terlebih dahulu harus merujuk pada Undang-undang Perkawinan. Yakni, perkawinan dikatakan sah apabila sesuai dengan hukum agamanya masing-masing.
"Kalau orang kawin, pasti hubungan batin antara seorang lelaki dengan perempuan. Dan, berdasarkan syarat harus memenuhi usia, statusnya masih perjaka, dan cinta sama cinta. Kalau sudah begitu, sudah boleh melangsungkan perkawinan," ujarnya.
Di Bali sendiri, kata dia, tentu semua hal tidak bisa dilepaskan dengan adat.
Dimana, ketika perkawinan masuk ke ranah adat, di sana ada banyak proses dan jenis perkawinan.
Terkadang, perkawinan ini tidak selalu berjalan mulus. Salah satunya seperti pada kasus perkawinan nyentana di Banjar Banda tersebut.
Dikarenakan si lelaki batal mau nyentana, sementara di sisi lain si perempuan harus segera melangsungkan upacara pernikahan untuk menyelamatkan status anak dalam kandungannya, maka ada istilah 'nganten keris' atau menikah dengan keris.
"Di dalam sastra agama, saya sendiri belum pernah membaca sastra berkaitan dengan nganten keris ini.
Menurut saya, nganten keris adalah solusi yang ditawarkan adat. Memang, kalau di adat, memang bermacam-macam caranya," ujarnya.
"Tapi, perkawinan dengan keris itu seharusnya dihindari. Mestinya bisa menggunakan manusia, dalam hal ini bisa menggunakan keluarga si perempuan.
Namun sebelum itu terjadi, harus ada kesepakatan bahwa mempelai pria dalam kasus pernikahan seperti ini hanya sebagai simbol pria saja.
Baca juga: VIRAL Perempuan di Gianyar Menikah Tanpa Suami, Ortu: Lelaki Mendadak Tak Mau Nyentana
Sebab perlu digarisbawahi, dalam upacara pernikahan seperti itu, yang terpenting adalah untuk menyelamatkan status anak yang di dalam kandungan," imbuhnya.