Berita Bali

Selain Perkawinan Nyentana, Bisa Pada Gelahang, Ahli Hukum Adat Prof Windia Beri Pandangan ini

sahnya sebuah perkawinan dan perceraian di Bali dapat dilihat dari sudut hukum adat Bali dan hukum nasional.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Surya Malang
ilustrasi pernikahan. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Viralnya pernikahan wanita tanpa mempelai pria, di wilayah Blahbatuh, Gianyar, Bali membuat warganet gempar.

Kisah ini viral, setelah mempelai pria membatalkan pernikahannya di dekat hari-H.

Guru besar Fakultas Hukum, Unud, Prof. Dr. Wayan Windia, SH.,M.Si, menjelaskan sahnya sebuah perkawinan dan perceraian di Bali dapat dilihat dari sudut hukum adat Bali dan hukum nasional.

"Persyaratan sahnya sebuah perkawinan menurut Kuna Dresta (adat kebiasaan di masa yang lalu) di Bali, sejatinya sangat sederhana," jelasnya kepada Tribun Bali, Senin 17 Januari 2022.

Baca juga: Perkawinan Nyentana Sah atau Tidak dalam Hukum Indonesia? Begini Penjelasannya

Antara lain, tidak ada pihak yang menyatakan keberatannya atas dilangsungkan perkawinan.

Pernikahan tersebut disaksikan keluarga laki-laki, dan prajuru banjar atau desa di tempat perkawinan berlangsung.

Ada upacara byakawon sesuai agama Hindu. Dan perkawinan sah sesuai hukum adat dan negara.

Demikian pula jika bercerai, harus dilakukan dihadapan prajuru banjar atau desa pakraman.

Kemudian hasilnya diumumkan dalam rapat banjar, atau desa pakraman dan perceraian pun dianggap selesai serta sah.

Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa Kuna Dresta mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

Prof. Windia menambahkan, bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

Kemudian tujuan perkawinan dalam pandangan agama Hindu, selain membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

"Serta tentu saja untuk mendapatkan keturunan, guna meneruskan tanggung jawab orang tua dan leluhurnya. Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab terhadap parhyangan, pawongan, dan palemahan," sebut dosen Unud asli Ubud ini.

Berdasarkan sistem kekeluargaan patrilenial yang dianut di Bali, keturunan mengikuti garis kapurusa.

Baca juga: Calon Mempelai Pria Mendadak Tak Mau Nyentana, Mempelai Wanita Menikah Tanpa Suami

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved