Berita Nasional
Alasan Pencairan JHT Harus Tunggu Usia 56 Tahun? 118 Ribu Orang Tandatangani Petisi Tolak Aturan JHT
Beriku ini alasan pencarian JHT BPJS Ketenagakerjaan harus tunggu usia 56 tahun.
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Noviana Windri
TRIBUN-BALI.COM - Keputusan terbaru yang dibuat Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) soal Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) membuat pencarian tidak bisa secepat sebelumnya.
Di beleid tersebut, diatur peserta yang diperbolehkan mencairkan JHT.
Pada Pasal 3, tertulis manfaat JHT akan diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) berusia 56 tahun.
"Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 tahun," tulis Permenaker dikutip Tribun-Bali.com dari Konta.co.id pada Sabtu 12 Februari 2022 dalam artikel berjudul Kenapa Pencairan JHT Harus Menunggu Usia 56 Tahun? Ini Penjelasan BP Jamsostek.
Padahal, pada aturan sebelumnya yang termaktub di Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, JHT bisa diklaim setelah satu bulan usai pekerja tersebut mengundurkan diri dari tempat bekerja.
"Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 huruf a dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan," demikian isi dari Pasal 5 Permenaker No. 19.
Lantas, Benarkah JHT Baru Bisa Diklaim Saat Peserta BPJS Ketenagakerjaan Berusia 56 Tahun?
Pjs. Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BP Jamsostek Dian Agung Senoaji membenarkan aturan terbaru yang diterbitkan Menaker tersebut.
Karena ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004.
Baca juga: Ini Besaran dan Cara Mencairkan Dana JKP dan JHT dari BPJS Ketenagakerjaan
Bahwa program JHT bertujuan untuk menjamin peserta menerima uang tunai pada saat memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, sehingga pekerja memiliki tabungan ketika memasuki masa pensiun.
"Jika pekerja mengalami PHK, pemerintah telah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dengan manfaat uang tunai, akses lowongan kerja dan pelatihan kerja," katanya.
Sebagai informasi, pemerintah berencana akan meluncurkan program terbaru JKP pada 22 Februari tahun ini. JKP ini merupakan program pelengkap yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.
"Kami mengharapkan bapak presiden me-launching program JKP ini pada 22 Februari 2022. Kami ambil tanggal yang cantik 22 Februari 2022," kata Menaker Ida Fauziyah saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin 24 Januari 2022.
Menurut Menaker ada keuntungan yang didapat bagi para pekerja/buruh yang terkena PHK dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan ini.
Salah satunya pemberian uang tunai menyesuaikan iuran yang dibayarkan ke BP Jamsostek.
Manfaat ini bisa didapatkan, asalkan peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tersebut rutin membayarkan iuran minimal 6 bulan berturut-turut.
Soal manfaat uang tunai yang diberikan tiap bulan kepada pekerja terkena PHK atau belum bekerja, paling banyak 6 bulan upah, besarannya 45 persen dari upah bulanan untuk 3 bulan pertama.
Kemudian, tiga bulan berikutnya akan dibayarkan 25 persen dari upah bulanan.
KSPI Kecam Aturan JHT Baru, Sebut Pemerintah Tak Bosan Tindas Kaum Buruh
Terkait dengan aturan JHT Baru ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun menanggapi soal kebijakan ini.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Sebut Uang JHT Bisa Dicairkan Sebelum Usia 56 Tahun, Tapi Cuma 10 Persen
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, ketika buruh yang ter-PHK berusia 30 tahun, JHT buruh tersebut baru bisa diambil setelah menunggu 26 tahun, ketika usianya sudah mencapai 56 tahun.
"Pemerintah sepertinya tidak bosan menindas kaum buruh," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Jumat 11 Februari 2022.

Dia mencontohkan, keluarnya PP 36/2021 membuat upah buruh di beberapa daerah tidak naik. Bahkan kalau pun naik, besar kenaikannya per hari masih lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya ke toilet umum.
"Kenaikannya per hari di kisaran Rp 1.200. Sedangkan ke toilet saja besarnya Rp 2000," ucap Iqbal dikutip Tribun-Bali.com dari Tribunnews.com pada Sabtu 12 Februari 2022 dalam artikel berjudul Kecam Aturan Baru JHT, KSPI: Sepertinya Pemerintah Tidak Bosan Menindas Kaum Buruh.
Menurut Said Iqbal, semua ini berpangkal dari sikap pemerintah yang melawan putusan Mahkamah Konstitusi. Di mana UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkontitusional bersyarat oleh MK.
Untuk itu, KSPI mendesak Menaker mencabut Permenaker No 2 tahun 2022. Sebab dalam aturan sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang ter PHK dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) setelah satu bulan di PHK.
Baca juga: BPJS Kesehatan Denpasar Bagi-Bagi Informasi di Job Fair
Iqbal menilai Permenaker tersebut menjilat ludah sendiri dari kebijakan Presiden Jokowi dalam upaya membantu buruh yang ter-PHK yang kehilangan pendapatannya agar bisa bertahan hidup dari JHT yang diambil 1 bulan setelah PHK.
"Sedangkan dalam aturan baru, buruh yang ter-PHK harus menunggu puluhan tahun untuk mencairkan JHT-nya. Padahal buruh tersebut sudah tidak lagi memiliki pendapatan," ujar Iqbal.
Said Iqbal menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang baru tersebut sangat kejam bagi buruh dan keluarganya. Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini KSPI bersama Partai Buruh akan melakukan unjuk rasa ke Kantor Kemenaker RI.
118 Ribu Orang Tandatangani Petisi Tolak Aturan JHT Yang Bisa Cair pada Usia 56 Tahun
Akibat muncul Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang dinilai merugikan buruh, muncul petisi menolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Petisi tersebut telah ditandatangani lebih dari 118 ribu orang.
Pantau Tribun-Bali.com pada Sabtu 12 Februari 2022 pukul 13.27 WITA, lewat situs change.org petisi dengan judul “Gara-gara aturan baru ini, JHT tidak bisa cair sebelum 56 Tahun” telah ditandatangani sebanyak 118.574 orang.
Sebagai informasi, petisi tersebut dibuat Suharti Ete yang ditujukan kepada 3 pihak, yakni Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kementerian Ketenagakerjaan dan juga Presiden Jokowi.

Suharti mengatakan aturan yang bakal berlaku bulan Mei nanti itu berpotensi merugikan buruh.
Pasalnya, Permenaker Nomor 2 mengatur dana Jaminan Hari Tua (JHT) buruh baru bisa diambil saat usia buruh mencapai 56 tahun.
Dia mengatakan jika buruh di-PHK saat masih berumur 30 tahun, dia baru bisa mengambil haknya yakni dana JHT-nya 26 tahun kemudian.
"Padahal kami sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di-PHK," kata dia.
Padahal, di aturan sebelumnya, pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja.
(*)