IMPIAN Bripda Febriyan Kandas Setelah Jadi Tumbal Ritual Maut, Polisi Cari Dalang di Baliknya
Rumah berdinding putih menghadap selatan itu juga kerap dipakai tempat berkumpul pengikut Kelompok Tunggal Jati Nusantara.
TRIBUN-BALI.COM, JEMBER - Ritual maut di Pantai Payangan, Jember, Jawa Timur, Minggu (13/2/2022) dini hari lalu, membuyarkan impian dan cita-cita Bripda Febriyan Duwi.
Bripda Febriyan menjadi satu di antara 11 korban tewas saat ritual maut di pesisir pantai selatan itu digulung ombak besar.
Dua kali ombak besar datang menghantam 24 anggota Kelompok Tunggal Jati Nusantara yang sedang menggelar ritual penyucian diri.
Baca juga: SOSOK Hasan, Pimpinan Tunggal Jati Nusantara yang Gelar Ritual Maut Punya 2 Istri Pernah di Malaysia
Sebanyak 11 orang tewas tergulung ombak, termasuk Bripda Febriyan. Sementara 13 lainnya bisa selamat.
Diana, istri Bripda Febriyan mengungkapkan keinginan suaminya untuk memiliki rumah di Bondowoso, Jawa Timur sebelum meninggal dunia.
Hal ini beralasan karena selama lima tahun terakhir, Bripda Febri bertugas di jajaran Polres Bondowoso, tepatnya di Polsek Pujer.
Baca juga: Bocah 2 Tahun Selamat dari Ritual Maut, Digendong Menjauh Saat Gulungan Ombak Pantai Selatan Datang
Sementara sang istri tinggal dan bekerja di Lumajang.
Diana mengatakan, untuk mewujudkan impiannya ini, Bripda Febri sudah membeli tanah di Bondowoso.
Rencananya tahun ini rumah sudah mulai dibangun.
Baca juga: Kaya tanpa Kerja, tanpa Modal, Lirik Bacaan Padepokan Tunggal Jati yang 11 Anggota Tewas saat Ritual
Joko Purnomo, ayah Bripda Febri membenarkan rencana anaknya itu.
Bahkan, dua minggu sebelum Febri pergi, dia meminta ayahnya menyiapkan kayu untuk membangun rumah di Bondowoso.
"Bilangnya mau buat bikin kusen di rumah baru," katanya.
Baca juga: Firasat Mimpi Keranda Lewat Samping Rumah, Ibu Ini Kehilangan Anak dan Menantu dalam Ritual Maut
Karena Bripda Febri sudah meninggal, akhirnya kayu yang sudah disiapkan itu dipakai Joko untuk membuat plingsir makamnya.
"Ternyata kayu yang diminta dijadikan rumah untuk selamanya. Kayu yang diminta aku buat plingsir pemakamannya," kata Joko.
Baik Diana maupun Joko tidak mengetahui ritual yang dijalani Febri.
Baca juga: Baru Setahun Menikah, Bripda Febriyan Jadi Korban Ritual Maut di Pantai Payangan, Istri Histeris
Diana hanya mengenal sosok Nur Hasan sebagai ketua Kelompok Tunggal Jati Nusantara yang sering mengadakan pengajian.
"Pernah beberapa kali diajak suami (Febri) ke rumah Hasan. Tapi gak ada cerita soal ritual, tahu ku Hasan ini teman suamiku yang bisa nyembuhkan orang," ujar Diana.
Awal mula Febri mengenal Hasan ketika tergabung dalam suatu kelompok pengajian.
Keduanya, saat itu berstatus sama-sama murid. Kemudian, belakangan ini hubungan mereka semakin akrab. Febri sering pamit ke Diana untuk menggelar acara pengajian di rumah Hasan.
"Kalau yang malam itu memang pamitnya ke pantai sama Pak Hasan. Tapi tidak bilang kalau mau ikut ritual," ungkapnya.
Diana sekarang hanya bisa menangisi jalan cerita hidup suaminya. Seandainya dia menjadi seorang hakim, dia ingin mengadili Hasan. Dia yakin suaminya ikut dalam acara ritual karena terpengaruh bujuk rayu Hasan.
"Pantai Payangan kan jelas-jelas sudah terkenal ombaknya besar kok malah dijadikan tempat ritual. Seandainya aku tahu Mas Febri ikut ritual-ritual, ya jelas aku larang," pungkas dia.
Tuntutan serupa diucapkan Joko Purnomo.
Menurut Joko Purnomo, ayah Bripda Febri, bagaimana pun, Nur Hasan menjadi penyebab anaknya dan 10 korban lain tewas.
"Keluarga gak ada yang tahu kalau Febri ini ikut ritual-ritual. Kalau tahu ya jelas dilarang," katanya saat ditemui di rumahnya, di Desa Kaliboto, Kecamatan Jatiroto, Lumajang, Selasa (15/2/2022).
Polisi Mencari Dalangnya
Di bagian lain, penyidik Polres Jember kini mencari dalang atau inisiator ritual maut di Pantai Payangan.
Hal inilah yang bakal didalami dari pemeriksaan saksi peristiwa tersebut, termasuk Nur Hasan, Ketua Kelompok Tunggal Jati Nusantara.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jember AKP Komang Yogi Arya Wiguna mengatakan, ada beberapa hal penting yang terus mereka gali melalui pemeriksaan saksi.
"Kami mendalami siapa yang menginisiasi kegiatan ritual itu, tujuannya apa, bagaimana caranya," ujar Yogi di Mapolres Jember, Selasa (15/2/2022).
Pendalaman lainnya adalah apakah Nur Hasan memang menyarankan jamaah berkegiatan di Pantai Payangan.
"Apakah memang saudara NH menyarankan kepada jamaah atau anggota untuk berkegiatan di sana, sudah berapa kali. Sementara sudah ada larangan untuk tidak berkegiatan di dekat pantai karena ombak sedang tinggi," imbuh Yogi.
Sampai ketika diwawancarai, Selasa (15/2/2022) sore, polisi belum menetapkan tersangka dalam peristiwa meninggalnya 11 orang tersebut.
Polisi masih melengkapi pemeriksaan terhadap saksi. Yogi menegaskan, pihaknya akan meminta keterangan dari semua korban selamat dalam ritual itu, termasuk sopir yang mengantarkan anggota kelompok tersebut.
"Jika memungkinkan semua korban selamat, termasuk sopir, akan kami mintai keterangan semua. Ini untuk melengkapi berkas pemeriksaan kami. Setelah itu baru kami lakukan gelar perkara," tegas Yogi.
Sedangkan untuk penetapan tersangka masih menunggu waktu 1x24 jam, atau setelah gelar perkara dilakukan.
Ketua Kelompok Tunggal Jati Nusantara Nurhasan kini sedang menjalani pemeriksaan di Unit Pidana Umum Polres Jember. Dia dibawa ke Markas Polres Jember di Jl Kartini, setelah dinyatakan layak menjalani rawat jalan oleh dokter RSD dr Soebandi Jember.
Dia dijemput tim penyidik dari rumah sakit itu, Selasa (15/2/2022) pukul 13.00 WIB.
Nur Hasan memakai kaus merah marun, dan bersarung warna senada, juga memakai masker langsung dibawa ke Ruang Unit Pidana Umum setelah turun dari mobil.
Masa Lalu Nur Hasan Terungkap

Di bagian lain, masa lalu Nur Hasan, si ketua ritual maut itu terungkap.
Ternyata sebelum menjadi ketua padepokan Tunggal Jati Nusantara, Nur Hasan lama bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Di Malaysia juga dia bertemu dengan jodohnya.
"Pak Hasan sama istrinya ketemu ketika kerja di Malaysia," terang Budi Harto, sekretaris Desa Dukuh Mencek, Kecamatan Sukorambi, Jember, tempat Nurhasan tinggal.
Nurhasan baru kembali dari Malaysia pada tahun 2014.
Saat kembali pun, Hasan sempat menjalani pekerjaan sebagai MC acara dangdut hingga berjualan online seperti berjualan tisu.
Nasib Nur Hasan berubah ketika dia menjadi paranormal.
Dia membuka praktik di rumahnya, di Dusun Botosari, Desa Dukuh Memcek.
Rumah berdinding putih menghadap selatan itu juga kerap dipakai tempat berkumpul pengikut Kelompok Tunggal Jati Nusantara.
Hampir setiap hari rumah Hasan dikunjungi tamu. Entah dari mana saja asal mereka. Apalagi kalau malam Jumat, jumlah tamu yang datang bisa sampai 20an orang.
Tetangga kanan-kirinya sudah biasa melihat rumah Hasan sering dikunjungi banyak tamu.
Cerita yang beredar, dia dianggap punya kekuatan spiritual sehingga mampu menerawang nasib orang di masa depan, termasuk mengajak orang meraih ketenangan jiwa.
"Dia kalau kemana-mana pakai selendang hijau," kata Budi Harto, Sekretaris Desa Dukuh Mencek.
Paranormal sangat begitu melekat di diri Hasan. Tamu-tamu yang datang bukan hanya dari kalangan bawah.
Cukup banyak tamunya datang membawa mobil. Saking eksisnya, kemampuan ini sudah dijadikan dirinya sebagai pekerjaan. Sampai-sampai, dia bisa menghidupi dua istri dan dua anak.
"Kalau Pak Hasan dulunya ini kerja di Malaysia. Terus pulang. Kayaknya setelah itu, dia dikenal sebagai paranormal," ujarnya.
"Pak Hasan sama istrinya ketemu ketika kerja di Malaysia," sambung Budi Harto.
Sementara itu, Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo mengatakan, hasil penyelidikan sementara Kelompok Tunggal Jati ini merupakan tempat pengobatan alternatif.
Akan tetapi, terkadang tujuan orang yang datang ke Hasan juga bermacam-macam. Ada yang ingin konsultasi masalah ekonomi, rumah tangga, atau pun kesehatan.
"Nah ini kesehatan secara fisik maupun batin. Bermacam-macamlah alasan orang yang datang dan bergabung," beber Hery.
Kebanyakan, pengikut Hasan dulunya adalah seorang pasien. Banyak pasien mengaku sembuh setelah datang ke Hasan. Keberhasilan itu sering diceritakan pasien-pasien ke orang lain. Sehingga cukup banyak yang tertarik menjadi pengikutnya.
"Kemudian mereka yang sembuh itu memberikan testimoni kepada satu atau dua orang, sehingga kemudian ikut" sambung Hery.
Pada prosesnya, tak hanya orang yang sakit yang datang ke Nur Hasan.
Mereka yang punya masalah ekonomi hingga masalah keluarga pun mendatanginya.
Masalah ekonomi itu antara lain ada yang ingin kaya.
Tak cuma mengobati, Nurhasan ternyata juga memberikan ilmu kepada pasiennya yang kemudian dia angkat sebagai pengikutnya.
Bagi pengikut yang dinyatakan lulus, maka dia sudah bisa mengobati pasien lain.
Seperti Sofiana Nazia (22) murid Nurhasan yang sudah empat tahun masuk di padepokan itu.
Sofiana menjadi korban tewas dalam ritual maut tersebut.
Dewi Soleha (48), ibu Sofiana mengatakan, awal sang anak masuk kelompok ini karena ingin mencari ketenangan hati.
"Katanya mau mencari ketenangan hati, mau berubah," ujar Dewi Soleha, Senin (14/2/2022).
Dewi menuturkan, anaknya sempat menjadi remaja yang nakal. Dia mengkonsumsi minuman keras, seperti arak.
"Terus orangnya juga keras, tidak nurut sama saya. Dari situ, dia ingin berubah, terus diajak temannya untuk ikut kelompok itu supaya bisa berubah," kata Dewi.
Ketika ikut kelompok itu, kata Dewi, anaknya memang berangsur berubah.
"Memang tidak langsung berubah, setahun pertama belum. Namun setelahnya berubah, nurut sama saya. Terus dia bilang mendapat ketenangan hati," lanjutnya.
Karenanya, Dewi tidak melarang Sofi ikut kelompok tersebut. Bahkan setelah empat tahun berjalan, Sofi dinyatakan lulus dan sudah bisa mengobati pasien lainnya.

Istri Muda dan Anak Tiri Tewas
Kehidupan yang mapan membuat Nur Hasan memilih poligami.
Dia memperistri Ida (22), perempuan asal Dusun Gayam Desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji, dekat Terminal Tawangalun.
Namun, Ida ikut menjadi korban dalam ritual maut itu bersama anak tiri Nur Hasan, P (13).
Dugaan kuat, Ida dan P sudah masuk dalam anggota Tunggal Jati Nusantara. Sebab, mereka beberapa kali ikut acara ritual yang diadakan oleh Hasan. Termasuk N, anak Hasan dan Ida yang masih berusia dua tahun.
Beruntung, N selamat dari tragedi gulungan ombak pantai selatan. Karena saat itu, posisi N cukup jauh dari bibir pantai. Dia digendong salah seorang pengikut Hasan yang selamat.
Usai kejadian itu, Hasan langsung diperiksa oleh Satreskrim Polres Jember. Hasan sekarang berstatus saksi.
Tidak menutup kemungkinan, status Hasan bisa berubah menjadi tersangka. Sebab, apabila merujuk Pasal 359 KUHP, jika kegiatan seseorang membuat nyawa orang lain celaka bisa dijerat pidana. (*)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul IMPIAN Bripda Febriyan Duwi Kandas Gara-gara Ritual Maut di Jember, Polisi Cari Dalang di Baliknya,