Berita Klungkung

Meski Keberatan dengan Harga Kedelai, Pemilik Usaha Tahu dan Tempe di Klungkung Ogah Mogok Kerja

Para pembuat tahu dan tempe di Jawa memutuskan untuk mogok kerja, sebagai bentuk kekecewaan atas mahalnya harga kedelai

Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Aktivitas pembuatan tahu dan tempe di Kampung Gelgel, Klungkung, Bali, Senin 21 Februari 2022. 

TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - Para pembuat tahu dan tempe di Jawa memutuskan untuk mogok kerja, sebagai bentuk kekecewaan atas mahalnya harga kedelai di pasaran.

Namun tidak bagi para produsen tahun tempe di Klungkung, Bali. 

Meski keberatan dengan mahalnya harga kedelai, namun perajin tahu dan tempe di Klungkung tetap berproduksi.

Dari pada mogok kerja, mereka lebih memikirkan kondisi para pekerja.

Baca juga: Berhasil Ungkap Narkoba Hampir 1 Kilogram, Pemkab Berikan Penghargaan ke Satnarkoba Klungkung

Hujan masih mengguyur deras di Kampung Gelgel, Klungkung, Senin 21 Februari 2022.

Asap putih tipis pun tetap mengepul di sentra pembuatan tahu dan tempe milik warga setempat, Imam Budiarso. 

"Kalau mogok kerja seperti di Jawa, kami tidak makan. Kalau mogok kerja dikasi uang baru kami mau," cetus seorang karyawan di sentra pembuatan tahun dan tempe tersebut.

Hal itulah yang menjadi alasan pemilik usaha, Imam Budiarso untuk tidak ikut-ikutan mogok kerja seperti para pengusaha tahun dan tempe di Jawa.

Meskipun dirinya tetap kecewa, karena harga tempe mahal. Serta belum ada hasil nyata, dari langkah pemerintah dalam mengendalikan harga kedelai.

" Kalau saya ikut mogok kerja, kasihan karyawan saya. Mereka menggantungkan hidup dari usaha ini. Jadi walau harga kedelai sangat mahal, kami mencoba bertahan," pengusaha tahu dan tempe di Klungkung, Imam Budiarso.

Ia menjelaskan, harga kedelai sebenarnya sudah tinggi sejak masa pandemi Covid-19.

Baca juga: Dilaksanakan di Masa Pandemi, Personel Kodim 1610/Klungkung Awasi Bulan Bahasa Bali di Setiap Desa

Sebelum pandemi, masih banyak dijual kedelai lokal di pasaran.

Harganya Rp6.500 per kilogram. Namun pasca pandemi, justru dipasaran sudah tidak ada kedelai lokal.

Sehingga Imam harus menggunakan kedelai impor dari Amerika dan Tiongkok. Harga kedelai impor ini pun selalu naik harganya.

" Dulu ada kedelai lokal di pasaran, sekarang sudah tidak ada. Infonya para petani lokal sudah beralih menanam jagung manis."

"Sementara harga kedelai impor fluktiatif dan cenderung terus naik. Saat ini harga di Klungkung, kedelai impor itu Rp11 ribu per kilogram," jelasnya. 

Harga kedelai yang tinggi, membuatnya harus bersiasat seperti pengusaha tempe dan tahu lainnya.

Misal sedikit memperkecil ukuran tahu dan tempe, dan menurunkan produksi.

" Naikkan harga bukan solusi. Selain masyarakat kasian, juga nanti tidak ada yang beli. Caranya kami perkecil ukuran tahu dan tempe, serta produksinya juga menurun dari sekitar 100 Kilogram per hari, menjadi hanya Rp70 ribu perhari," ungkapnya.

Baca juga: Pertanian Organik di Klungkung Terkendala Air, Juanida: Klungkung Tidak Memiliki Sumber Air Sendiri

Hal ini juga berdampak ke tenaga kerja. Dari awalnya mereka bekerja full satu hari, imbas penurunan produksi membuat para pekerja hanya bekerja setengah hari.

" Mau bagaimana lagi, asalkan bisa bertahan saja dulu dalam kondisi saat ini. Semoga saja pemerintah bisa segera menstabilkan harga kedelai," harapnya. (*)

Berita lainnya di Berita Klungkung

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved