Berita Bali
Terkait Demo Truk ODOL hingga Sempat Menduduki Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk, Ini Kata Kadishub Bali
Mereka menolak kebijakan pemerintah terkait pembatasan truk yang terkategori over dimension over loading (ODOL).
Penulis: Ragil Armando | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ratusan sopir dan kenek truk beserta LSM melakukan demontrasi di kawasan Terminal Cargo Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya Jembrana, Selasa 22 Februari 2022.
Mereka menolak kebijakan pemerintah terkait pembatasan truk yang terkategori over dimension over loading (ODOL).
Termasuk, menolak segala bentuk sanksi dari pihak pemerintah terhadap sopir truk yang melintas di jalanan yang berupa sanksi tilang dan sanksi pemotongan komponen bodi truk yang dianggap melebihi kapasitas.
Bahkan, ratusan sopir truk ini sempat menduduki Jalan Nasional Denpasar-Gilimanuk hingga menyebabkan kemacetan.
Baca juga: Truk ODOL di Bali Ancam Tiga Hari Mogok, Ini Tuntutannya
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Bali (Kadishub), IGW Samsi Gunarta menanggapi dengan santai protes para supir truk tersebut.
Ia menyebutkan bahwa pembatasan dan pelarangan truk ODOL itu merupakan kebijakan yang diterapkan pemerintah secara nasional.
"Ya ngapain dia demo-demo, kenapa dia demo apa katanya? Ya memang tidak boleh ODOL itu, jadi itu sudah secara nasional itu ditangani, karena kita menuju pada zero ODOL," katanya saat dikonfirmasi, Selasa sore.
Menurutnya, ODOL sendiri terbaru menjadi dua yakni over dimensi dan over loading.
BerdasarkanUU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Over Dimension adalah suatu kondisi dimana dimensi pengangkut kendaraan tidak sesuai dengan standar produksi dan ketentuan peraturan.
Kondisi ini biasanya terjadi karena pemilik kendaraan melakukan modifikasi dimensi pengangkut.
Bisa berupa pemendekan atau pemanjangan sasis.
Caranya dengan mengubah jarak sumbu dan konstruksi kendaraan.
Dalam Pasal 227 UU Nomor 22 tahun 2009, sanksi yang diberikan untuk pengendara yang tidak melakukan uji tipe setelah memodifikasi kendaraannya adalah mendapat denda sebesar Rp 24.000.000 atau kurungan paling lama 1 tahun.
Selanjutnya, Over Loading adalah suatu kondisi dimana kendaraan mengangkut muatan yang melebihi batas beban yang ditetapkan.
Baca juga: Breaking News: Truk ODOL Demo Tutup Jalan Denpasar - Gilimanuk, Sopir Parkir di Tengah Jalan
Berat maksimum kendaraan berikut muatannya disebut sebagai Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI).
Batas JBI akan semakin besar jika jumlah sumbu kendaraan semakin banyak.
Sebagai contoh truk engkel bersumbu ganda dengan konfigurasi 1-1 JBI-nya adalah 12 ton.
Sedangkan truk tronton dengan 6 sumbu JBI-nya bisa mencapai 43 ton.
"Jadi over dimensi itu sudah kejahatan, tapi kalau over loading itu pelanggaran, jadi semua sudah ada hukumnya, kalau over dimensi itu konteksnya sudah pidana, bisa diproses ke P21, kalau over loading itu dia diproses sebagai pelanggaran, tilang sanksinya," jelasnya.
Untuk itu, pihaknya meminta agar para pengusaha jasa ekspedisi untuk mematuhi aturan tersebut dengan tidak menggunakan truk yang over dimensi dan membawa beban yang over loading.
"Ya jaga-jaga lah supaya gak over dimensi sama over loading, itu kan sebenarnya kesadaran saja, itu harus diinternalisasi di peraturan perusahaan, ya jangan cari truk yang over dimensi dan jangan over loading," pintanya.
Apakah pihaknya juga juga akan melakukan penindakan terhadap truk ODOL tersebut, Samsi Gunarta menjawab secara diplomatis. Ia mengaku bahwa hal tersebut merupakan kewenangan kepolisian.
Hanya saja, pihaknya di Dinas Perhubungan hanya memiliki kewenangan saat pelaksaan uji kir yang akan mengatur terkait proses dimensi dan ukuran truk tersebut.
"Kalau penindakan ranahnya Dirlantas, dalam hal ini tidak akan mentolerir itu, dalam hal ini Perhubungan membantu melakukan pengecekan di KIR dan ada proses dimensinya diusulkan sebelum membuat bak dan sebagainya, dan ada suratnya," tandasnya.
Baca juga: Tak Sampai 10 Menit Hadang Jalan Menuju Pelabuhan Gilimanuk, Demo Truk Odol Bikin Macet Parah
Ancam Lakukan Mogok
Sebelumnya diberitakan, ratusan sopir truk dan kenek serta LSM berorasi menyampaikan aspirasinya di Terminal Cargo Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya Jembrana.
Ada beberapa tuntutan yang dilakukan oleh sopir truk terkait kebijakan RUU Over dimension Over load (ODOL).
Beberapa poin itu disampaikan, Koordinator Gerakan Aliansi Pengemudi Bali, Sugihartoyo alias Aan.
Ia mengatakan, bahwa beberapa poin yang menjadi tuntutan ialah revisi dari peraturan ODOL yang tertuang pada UU pasal 277 nomor 22 tahun 2009.
Kemudian, regulasi standar upah minimal menjadi sepantasnya.
Selanjutnya ialah kepastian rujukan pengemudi yakni terkait dengan perusahaan, dealer/agen pemilik tunggal merek, pelaku ekpedisi, petani pemilik barang.
“Kemudian juga kami menuntut evaluasi terhadap kinerja Kepolisian dan Dishub. Yakni terkait dengan mafia jual beli Buku KIR, dan mafia pungli Jembatan timbang,” ucapnya, Selasa 22 Februari.
Selain itu, menurut dia, ada tuntutan terkait dengan standar upah minimum menjadi standardisasi, kepastian muatan pasca normalisasi kepada driver logistik, biaya pemotongan untuk normalisasi.
Dan pihaknya meminta juga supaya regulasi itu merata. Dimana ketika di Gilimanuk tidak ditindak, tapi di Denpasar bisa ditindak.
“Jadi kami akan melakukan mogok selama tiga hari sebagai bentuk tuntutan. Tapi ketika satu hari ada jawaban, maka kami akan hentikan mogok ini,” jelasnya.
Aan mengaku, untuk komunitas truk di Bali sendiri ada sekitar 14 komunitas yang terjun dengan armada sekitar 500 lebih.
Dan hal lainnya, pihaknya meminta ada kepastian atau perlakuan yang sama di tiap pelaku logistik, baik perusahaan, pengusaha ekpedisi dan penyedia barang, yang memiliki hubungan dengan Driver logistik.
Kemudian juga pihaknya meminta evaluasi kiner BPTD Dishub, kepolisian yang melakukan operasional di lapangan.
“Kami meminta tuntutan ini supaya bisa diberikan jawaban,” bebernya. (*)
Artikel lainnya di Berita Bali