Human Interest Story
Kisah Maret, Pembuat Kerajinan dari Sampah Plastik di Buleleng, Terjual hingga ke Sumatera
Berawal dari coba-coba, produk kerajinan karya Kadek Maret Tanayasa berhasil terjual hingga ke beberapa daerah di Indonesia
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Berawal dari coba-coba, produk kerajinan karya Kadek Maret Tanayasa berhasil terjual hingga ke beberapa daerah di Indonesia.
Pria asal Banjar Dinas Sambangan, Desa Sambangan, Kecamatan Buleleng, Bali ini membuat berbagai macam kerajinan dari bahan sampah plastik, dan jerami padi atau yang biasa disebut dengan somi.
Ditemui di kediamannya, Jumat 25 Februari 2022, Maret tampak sibuk di bengkel kerjanya, yang ia sebut dengan rumah plastik.
Ia mengolah sampah cacahan plastik yang dibeli dari beberapa bank sampah di Buleleng, untuk kemudian diolah menjadi beberapa buah tangan.
Baca juga: Jenderal Dudung Berkaca-kaca Dengar Kisah Sertu Lugas, Anak Yatim Jual Gorengan Lulus Prajurit TNI
Sampah plastik itu ia campurkan dengan cairan resin, lalu dibentuk menjadi meja, gantungan kunci, plakat, asbak, hingga pot tanaman.
Pria kelahiran 14 Maret 1989 ini menyebut, ia memutuskan untuk membuat kerajinan dari bahan plastik, lantaran merasa miris.
Pasalnya ia kerap melihat sampah plastik kerap dibuang oleh masyarakat dan dianggap tidak memiliki nilai ekonomis.
Pada 2019, ia pun mencoba belajar mengolah plastik melalui Youtube.
Kemudian ia memberanikan diri mengeluarkan modal awal dengan nilai mencapai puluhan juta, untuk membeli beberapa bahan yang dibutuhkan.
Kata Maret, karya pertama yang berhasil ia buat adalah patung berbentuk kodok.
Patung tersebut ia jual kepada seseorang yang ada di desanya, dengan harga seikhlasnya.
Selanjutnya, Maret kembali belajar membuat kerajinan lain, seperti gantungan kunci, meja, pot tanaman hingga plakat.
Berkat kerja kerasnya itu, produk kerajinannya itu kini berhasil dijual hingga ke wilayah Sulawesi hingga Sumatera.
Produk yang terjual ke Sulawesi dan Sumatera itu adalah pot tanaman berbentuk burung garuda dan biksu.
Pot berukuran tinggi 50 centimeter itu ia jual sehaga Rp 2,5 juta hingga Rp 10 juta.
"Saya belajar sendiri. Awalnya nonton di Youtube, kemudian dicoba sendiri sampai bisa. Gagal tentu sudah beberapa kali saya alami. Tapi akhirnya dari kegagalan itu saya berhasil membuat beberapa kerajinan. Kerajinan apa saja bisa saya buatkan, menurut request dari pemesan saja. Seperti plakat dari bahan somi itu," jelasnya.
Di masa pandemi ini, suami dari Luh Elsy Budartini (30) mengaku pemesanan mulai menurun.
Dalam sehari, Maret mengaku belum tentu menerima orderan.
Ia bahkan hanya bisa mengandalkan Facebook sebagai tempat untuk memasarkan produknya.
"Sekarang hanya ada satu atau dua orang yang memesan meja. Mejanya itu biasanya digunakan untuk di kafe-kafe. Harga satu meja untuk ukuran diamater 80 cm saya jual Rp 1,5 juta lengkap dengan kursinya," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Panti Asuhan Semara Putra Klungkung Hadapi Pandemi, Sempat Pulangkan Anak Asuh & Irit Makanan
Maret sempat bekerja di sebuah percetakan yang ada di Denpasar pada 2012.
Kemudian ia pulang ke Buleleng, lalu bekerja di Dinas Perhubungan Buleleng bagian terminal barang.
Setelah bekerja selama tiga tahun sebagai pegawai Dishub Buleleng, Maret memutuskan untuk mengundurkan diri.
Sebab Maret merasa lebih nyaman jika bekerja di lapangan, dengan jam kerja yang lebih bebas.
"Kalau kerja di instansi kan jam sekian harus sudah di kantor. Kemudian jam sekian baru pulang. Setelah berhenti di Dishub, saya coba mengolah sampah plastik ini. Astungkara keuntungannya lumayan," katanya. (ratu ayu astri desiani)
Kumpulan Artikel Buleleng